Multikulturalisme adalah konsep yang melibatkan pemahaman, penghargaan, penilaian terhadap budaya seseorang, serta menghargai, menghormati, dan memiliki rasa ingin tahu terhadap keberadaan budaya orang lain. Indonesia sendiri merupakan negara multikultural dengan beragam budaya yang mengakibatkan timbulnya berbagai perbedaan dalam masyarakat.
Menurut perspektif agama, keanekaragaman merupakan anugerah dan takdir yang telah ditentukan oleh Tuhan. Tuhan menciptakan manusia dengan beragam, terdiri dari berbagai suku dan bangsa, dengan tujuan agar mereka dapat saling mengenal, yang kemudian menjadikan hidup ini menjadi lebih seimbang. Oleh karena itu, tujuan dari keanekaragaman ini adalah untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dan damai bagi umat manusia.
Keragaman ini muncul seiring dengan perkembangan ajaran Islam dari waktu ke waktu, menyesuaikan dengan kondisi dan daerah masing-masing pemeluknya. Oleh karena itu, penting bagi pemeluk agama untuk memiliki sikap moderat dalam menyikapi ketetapan agama yang tidak dapat diubah maupun yang mungkin dapat berubah. Jika kebenaran dari ajaran yang ada tidak dapat diwujudkan, sikap ekstrem mungkin muncul sebagai upaya mencari solusi. Dalam hal ini, moderasi beragama menjadi pedoman penting dalam menjalankan agama.
Dalam Bahasa Arab, moderasi disebut dengan kata "wasath" atau "wasathiyah" yang berarti tengah-tengah atau seimbang. Orang yang menerapkan sikap moderat disebut "wasith". Kata "wasathiyah" juga bisa diartikan sebagai "pilihan terbaik". Menurut ahli Bahasa Arab, kata "wasath" memiliki arti "berada di tengah-tengah antara dua objek". Misalnya, kata "hemat" berarti sikap di antara pelit dan boros, atau kata "tegas" yang berarti sikap di antara takut dan berani, serta contoh lainnya.
Penerapan moderasi beragama di Indonesia sangat penting karena negara ini penuh dengan beragam keyakinan yang merupakan hal mutlak dan tidak berubah seiring waktu. Tujuan utama dari moderasi beragama adalah menemukan persamaan di antara perbedaan, bukan semakin mengklasifikasikan tiap-tiap perbedaan di Indonesia. Jika kita teliti lebih jauh, ada setidaknya tiga alasan penting untuk menerapkan moderasi beragama di Indonesia.
Pertama, agama sebenarnya datang untuk menjaga kehormatan dan martabat manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Menjaga nyawa dan martabat sesama manusia adalah kewajiban dalam setiap agama. Semua agama di dunia ini membawa janji perdamaian antar manusia, sehingga nyawa seseorang sangat berharga dari perspektif agama. Oleh karena itu, semua agama pada dasarnya mendorong manusia untuk menerapkan keseimbangan dalam hidup, dan penerapan moderasi beragama di Indonesia penting karena esensinya adalah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Kedua, manusia berkembang seiring berjalannya waktu. Perkembangan manusia dari masa ke masa dan dari satu tempat ke tempat lain mengalami banyak perubahan, seperti variasi warna kulit, lahirnya suku dan budaya, serta banyaknya adat istiadat yang beragam. Agama juga mengalami perubahan signifikan. Berkembangnya masalah dalam agama melahirkan banyak pandangan dan perspektif yang berbeda dalam menanganinya. Akibatnya, agama mengalami multitafsir sehingga sulit menemukan kebenaran yang hakiki di tengah banyaknya perbedaan.Â
Ketiga, dari perspektif keragaman, moderasi adalah cara yang tepat untuk menjaga keragaman budaya dan agama di negara ini. Para pendiri Indonesia telah lebih dulu menanamkan sikap persatuan dan menyebarkan kedamaian di antara sesama. Pancasila dibentuk sebagai bukti bahwa negara ini dapat menyatukan berbagai kelompok, agama, budaya, ras, adat istiadat, dan perbedaan lainnya. Indonesia bukanlah negara agamis atau negara yang berdiri atas nama Islam, meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun, negara ini membuktikan bahwa agama tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seharihari.
Semua agama di dunia memiliki tujuan ajaran yang sama, yaitu tidak berlebihan, bersikap seimbang, atau memilih jalan tengah, yang semuanya terdapat dalam moderasi beragama. Moderasi beragama dianggap sebagai aspek paling menonjol sepanjang sejarah peradaban agama di dunia.
Secara umum, Pancasila adalah lima prinsip dasar yang menjadi landasan bagi negara Indonesia. Perlu dipahami bahwa kelima sila dalam Pancasila memiliki sifat umum dan holistik, sehingga satu sila mendukung sila lainnya untuk mencapai cita-cita dan harapan yang diinginkan oleh para pendiri negara ini.
Dalam sila pertama, yaitu "Ketuhanan yang Maha Esa", Pancasila menunjukkan bahwa
Indonesia mengakui keberagaman agama di dalamnya. Oleh karena itu, dalam semua aspek
kehidupan sehari-hari, baik dalam individu, masyarakat, maupun pemerintahan, agama
memiliki peran penting dalam mengatur tatanan kehidupan. Sila pertama mencakup nilai toleransi yang harus menjadi dasar bagi setiap pemeluk agama. Toleransi akan membentuk karakter seseorang untuk menghormati dan bersikap moderat terhadap berbagai ajaran yang beragam. Dalam konteks keyakinan beragama, setiap individu memiliki hak untuk mempraktikkan dan menyebarkan ajaran agamanya tanpa adanya unsur paksaan.
Sila kedua, yaitu "Kemanusiaan yang adil dan beradab", mencakup nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar. Prinsipnya adalah bahwa semua manusia memiliki kesetaraan dan kesamaan, sehingga setiap individu seharusnya menghormati martabat dan kehormatan manusia lainnya serta berperilaku baik kepada sesama. Secara ringkas, isi dari sila kedua sejalan dengan prinsip moderasi beragama, yang merupakan cara untuk memelihara peradaban manusia dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan.Â
Sila ketiga, yang menyatakan "Persatuan Indonesia", adalah langkah pertama dalam
memelihara semangat persatuan di antara masyarakat Indonesia. Prinsip ini mengandung arti bahwa untuk mencapai kebaikan dan tujuan bersama, kita harus memprioritaskan kepentingan bersama dalam kehidupan sosial, dengan tujuan menjaga persatuan negara Indonesia. Nilai persatuan yang ditegaskan dalam sila ketiga ini erat kaitannya dengan moderasi beragama, yang menekankan pentingnya memelihara komitmen terhadap persatuan bangsa. Diharapkan nilai ini dapat mempertahankan komitmen persatuan dari berbagai bentuk hasutan atau doktrin yang dapat menyebabkan konflik antar agama.
Sila keempat dan kelima secara kuat mendukung prinsip moderasi beragama. Sila
keempat mengenai kebijaksanaan dan permusyawaratan dalam praktik keagamaan mengacu pada pemahaman akan kearifan lokal yang beragam di Indonesia, serta kemampuan untuk menerima dan menghargai perbedaan serta terbuka dalam menangani masalah bersama.Â
Harapannya, nilai yang terkandung dalam sila keempat akan memperkuat pemahaman yang moderat terhadap agama dan memperlakukan kearifan lokal dan agama dengan sewajarnya. Sistem musyawarah bukanlah hal yang baru saat negara ini didirikan, tetapi merupakan tradisi yang diwariskan dari para pendahulu kita. Dalam sila kelima juga terdapat pengertian tentang sikap bijak dan adil dalam menghadapi keragaman ekspresi keagamaan yang terkait dengan kearifan lokal di Indonesia, dengan syarat tidak mengganggu doktrin dan peraturan yang berlaku dalam agama tertentu.Â
Sila kelima dalam konteks moderasi beragama bisa diartikan sebagai sikap yang menerima dan menghormati keragaman keagamaan di Indonesia serta menghargai hak-hak yang dimiliki setiap umat beragama dalam menerapkan ajaran dan praktik keagamaan.Â
Dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila sebenarnya memberikan norma-norma dan pandangan terkait dengan moderasi beragama. Hubungan erat antara keduanya menjadikan moderasi beragama sebagai dimensi penting dan wadah bagi penerapan Pancasila sebagai peran dan acuan dalam moderasi beragama di Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI