Mohon tunggu...
Anisa Tri Hayuningtyas
Anisa Tri Hayuningtyas Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

artikel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kurangnya Transparansi, PIP Dikorupsi

13 Juni 2024   23:49 Diperbarui: 13 Juni 2024   23:58 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan program yang dikeluarkan oleh Kemendikbud untuk membantu para siswa atau pelajar dalam biaya sekolah. Pip ini tidak sembarang siswa memperoleh hanya siswa yang sangat membutuhkan yang dapat menerima bantuan pip dari pemerintah. Namun bukan menjadi hal sulit bagi pihak pejabat ataupun orang yang memiliki wewenang untuk menyalahgunakan bantuan pip tersebut. Bantuan yang harusnya tersampaikan kepada tangan-tangan yang membutuhkan namun diselewengkan dan disalahgunakan. Pernyataan ini Tentunya bukan tanpa sebab melainkan ada bukti dari kasus yang sudah pernah terjadi kemarin bulan Mei.

Kasus korupsi yang melibatkan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di Serang, Banten, menunjukkan betapa rentannya program bantuan pemerintah terhadap penyalahgunaan oleh oknum tidak bertanggung jawab. Terdakwa Tubagus Iskandar mengaku telah memotong bantuan siswa di 24 SDN di Kota Serang sebanyak 40% untuk ongkos operasional, dengan dalih bahwa dana tersebut diperlukan untuk memuluskan bantuan yang diberikan.Tubagus Iskandar, seorang kader PKB di Soreang, Bandung, bekerja sama dengan Tubagus Samsudin, kepala sekolah SDN Kesaud Kota Serang dan Ketua PGRI, dalam menyalurkan dana PIP. Iskandar mengaku memotong 40% dari setiap bantuan yang diberikan kepada siswa, dengan Samsudin menerima 10% dari jumlah tersebut sebagai koordinator.

Kasus ini bermula ketika anggota LSM mengeluhkan kurangnya sarana dan prasarana (sarpras) di sekolah-sekolah di Banten. Iskandar menawarkan bantuan PIP sebagai solusi, namun dengan syarat adanya “commitment fee” sebesar 40% dari setiap bantuan. Alasan yang diberikan adalah bahwa dana tersebut digunakan untuk biaya operasional dalam penyaluran bantuan.

Pada Rabu, 29 Mei 2024, di Pengadilan Tipikor Serang, Tubagus Iskandar mengakui pemotongan dana bantuan sebesar 40%, dengan 10% dialokasikan untuk Tubagus Samsudin, kepala sekolah sekaligus Ketua PGRI Kota Serang, sebagai "ongkos operasional." Iskandar menyebut bahwa dana tersebut diperlukan untuk menutupi biaya bolak-balik antara Serang, Jakarta, dan Bandung demi mengurus usulan PIP melalui aspirasi anggota DPR RI.administrasi Iskandar menyatakan bahwa ia lebih memilih menyebut potongan tersebut sebagai "jasa" daripada "commitment fee," dengan alasan biaya operasional yang wajar untuk mengurus administrasi. Dalam persidangan, Iskandar mengaku tidak menerima Rp 435 juta seperti yang didakwakan jaksa, melainkan Rp 200 juta dari pemotongan dana PIP siswa SD.

Pemotongan dana bantuan sebesar 40% jelas berdampak negatif pada siswa yang seharusnya menerima bantuan penuh. Program Indonesia Pintar dirancang untuk membantu siswa dari keluarga kurang mampu agar dapat melanjutkan pendidikan tanpa terkendala biaya. Dengan pemotongan ini, siswa tidak mendapatkan manfaat maksimal yang diharapkan dari program tersebut. Sekolah juga terkena dampak buruk dari tindakan korupsi ini. Kepercayaan masyarakat terhadap sekolah dan program bantuan pemerintah menurun, dan kualitas pendidikan pun terancam karena dana yang seharusnya digunakan untuk mendukung kebutuhan pendidikan justru disalahgunakan.

Kasus ini juga mengakibatkan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap program bantuan pemerintah dan institusi pendidikan. Kasus korupsi dana PIP di Serang adalah pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana bantuan pendidikan. Karena dengan adanya transparansi dan akuntabilitas dapat membantu kita untuk tahu alur penyampaian dana tersebut tersebut, apakah benar-benar tersampaikan pada pihak yang harusnya menerima atau malah disalahgunakan.

Dengan pengawasan yang ketat, partisipasi masyarakat, dan penerapan sanksi yang tegas, diharapkan kejadian serupa dapat dicegah di masa depan. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk memastikan bahwa dana bantuan benar-benar mencapai mereka yang membutuhkan, demi masa depan pendidikan yang lebih baik di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun