Ungkapan oleh mantan duta besar Israel, Danny Danon di Perserikatan Bangsa -- Bangsa (PBB) 2022 silam, mengatakan bahwa Israel dan Arab Saudi akan mencapai kesepakatan untuk menandatangani perjanjian perdamaian formal dalam waktu kurun satu tahun. Hubungan perjanjian tersebut juga diperjelas setelah PM Israel Benjamin Netanyahu berkunjung ke Riyadh, Arab Saudi di sela KTT Kepemimpinan Global Perjanjian Abraham di Roma, Italia
Di tahun 2017 silam tepat setelah terpilihnya pangeran Arab Saudi, Muhammad bin Salman Al- Saud yang akrab disapa MBS menjadi Perdana Menteri Arab. Dan sekaligus menjadi Ketua Dewan Urusan Ekonomi dan Pembangunan, membuat kebijakan 'Vision 2030'. Kebijakan tersebut salah satunya berupanya mereformasikan struktural ekonomi negara menjadi lebih sekuler.
Bermula dari aturan -- aturan kebijakan baru mengenai pemberdayaan perempuan seperti di tahun 2018, wanita Saudi Arabia diperbolehkan mengemudi sendiri dan menonton turnamen olahraga. Aturan tersebut memang menuai kontroversi, namun bukan hanya kebijakan tersebut saja, masih banyak aturan lainnya seperti konser musik yang diperbolehkan hingga kerjasama ekonomi perdaganan Arab saudi dengan Israel.
Sepanjang kebijakan 'Vision 2030' mengenai reformasi ekonomi inilah yang memang diincar Arab Saudi untuk menarik para inverstor salah satunya investor dari negara Israel yang memiliki polemik latar belakang sejarah yang berseteru dengan Palestine yang memang behubungan erat dengan Arab Saudi.
Ungkapan oleh mantan duta besar Israel, Danny Danon di Perserikatan Bangsa -- Bangsa (PBB) 2022 silam, mengatakan bahwa Israel dan Arab Saudi akan mencapai kesepakatan untuk menandatangani perjanjian perdamaian formal dalam waktu kurun satu tahun. Hubungan perjanjian tersebut juga diperjelas setelah PM Israel Benjamin Netanyahu berkunjung ke Riyadh, Arab Saudi di sela KTT Kepemimpinan Global Perjanjian Abraham di Roma, Italia.
Setelah kunjungan tersebut, pihak Arab Saudi angkat bicara, yang dikutip melalui media Israel i24NEWS melaporkan Menteri Negara Urusan Luar Negeri Arab Saudi, Abdel AL Jubeir sudah menjamin normalisasi Israel-Saudi akan terjadi meskipun butuh waktu. Perjanjian tersebut dibutuhkan karena memiliki tiga tuntutan yang utama, salah satunya menyangkut kepentingan Palestina. Selain tuntutan tersebut, memang kebijakan yang dilakukan oleh MBS ini menuai banyak kritik yang berujung masalah, baik bagi citra Arab Saudi di mata dunia khususnya masyarakat muslim dan pendukung Palestina.
Dilansir melalui wawancara Majalah The Atlantic, Pangeran Arab Saudi MBS mengatakan bahwa "Israel memiliki Hak untuk menajadi negara bersama dengan Palestina. Jika melalui perbandingan wilayah, Israel merupakan negara yang memiliki perekonomian yang maju dan tentu saja banyak kepentingan negara yang sama antara kami dan Israel. MBS juga menegaskan bahwa Arab Saudi tak memiliki masalah dengan orang Yahudi".
Akankah Arab Saudi bereformasi menjadi negara yang lebih terbuka atau sekuler?
Perdagangan Internasional di Era Globalisasi bukan lagi hal yang sulit digapai, tidak memerlukan peperangan, konflik, bahkan sengketa. Kerjasama antar negara dan diplomasi ekonomilah yang dibutuhkan oleh negara di era ini. Globalisasi juga yang membuat negara satu sama lain saling bergantung dan membutuhkan. Dikutip melalui buku Hukum Ekonomi Internasional (2020) karya Hanif Nur Widhiyanti dan kawan-kawan, "kerja sama antarnegara, terlebih di era globalisasi, merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari". Dengan kerjsama itulah setiap negara dimudahkan untuk melakukan akses kerjasama ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lainnya. Maka dari itu, Arab Saudi membuat kebijakan yang memang sangat erat dengan perkembangan globalisasi ekonomi internasional saat ini.
Jika Arab Saudi tetap memegang teguh hukum dan norma yang lalu, diperkirakan negara tersebut akan terus bergantung kepada minyak bumi yang kemudian bisa saja akan habis di 20 atau 30an tahun mendatang. Maka dari itu, mengapa Arab Saudi bertransformasi menuju negara yang sekuler dan bahkan mau bekerjasama dengan Israel.
Hal tersebut juga didukung oleh kebijakan 'Vision 2030' Reformasi Struktural yang dirancang oleh MBS, yang sempat disinggung diawal artikel ini, bahwa memang kebijakan ini dirancang agar strategi kunci keberhasilan ekonomi berkelanjutan negara arab tidak terus ketergantungan oleh sumber daya minyak yang dimiliki.