Mohon tunggu...
Anisa Salsabila
Anisa Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya aktif scroll twitter pagi siang sore malam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Budaya Salah Kaprah: Toxic Masculinity

30 Mei 2022   14:27 Diperbarui: 30 Mei 2022   14:45 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Berdasarkan riset dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa 80% dari semua kasus bunuh diri adalah bunuh diri laki-laki di Amerika Serikat. 

Di Indonesia, penelitian yang sama menunjukkan bahwa 2,9% dari 100.000 orang melakukan bunuh diri, dengan laki-laki yang mendominasinya. Alasan utama bahwa laki-laki berada pada risiko yang lebih tinggi dan mendominasi tingkat bunuh diri di dunia adalah karena perasaan ketidakmampuan untuk memenuhi peran sosial  yang dipaksakan oleh masyarakat kepadanya. 

Banyak tuntutan dari masyarakat yang diberikan kepada kaum pria karena masyarakat memiliki keyakinan atau pemikiran bahwa derajat seorang laki-laki harus lebih tinggi dari perempuan dilihat dari segala sisi kehidupan. Hal ini berhubungan erat dengan budaya salah kaprah, yaitu toxic masculinity.

Laki-laki dan perempuan pada dasarnya adalah sama. Tidak ada istilah "laki-laki tidak boleh menangis, hanya perempuan yang boleh menangis", "anak laki-laki boleh memukul anak perempuan sedangkan anak perempuan tidak boleh memukul laki-laki", "memasak adalah tugas perempuan, laki-laki tidak boleh memasak". Semua ungkapan tersebut salah besar. Baik laki-laki maupun perempuan, keduanya boleh menangis. 

Baik laki-laki maupun perempuan tidak boleh melakukan kekerasan baik secara fisik maupun verbal, baik laki-laki maupun perempuan boleh memasak. Tak hanya sampai di sana, toxic masculinity pun tidak boleh mengambil alih perihal fashion atau cara berpakaian. 

Mungkin kita seringkali mendengar kalimat ini, "Laki-laki kok pakai baju merah muda, nggak jantan banget". Kejantanan seseorang tidak dilihat berdasarkan apa yang dia kenakan. Baik itu perempuan maupun laki-laki, keduanya memiliki hak untuk memakai pakaian yang diinginkannya, entah itu berwarna merah muda ataupun warna-warna lain. 

Batasan-batasan yang ada ditetapkan pada laki-laki melalui pemikiran-pemikiran yang toxic akan menimbulkan sempitnya pergerakan yang dilakukan oleh kaum laki-laki. 

Hal ini merupakan salah satu faktor yang memicu tindakan bunuh diri dikarenakan rasa ketidakmampuan untuk menjalani peran sosial sebagai pria yang dibebankan oleh masyarakat kepadanya.

Untuk itu, dengan adanya budaya yang salah ini kita perlu menghilangkannya. Toxic masculinity apabila dibiarkan terus menerus maka tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. 

Kedudukan laki-laki dan perempuan adalah setara. Apa yang boleh dilakukan perempuan, boleh juga dilakukan oleh laki-laki. Gender bukan menjadi penghalang bagi seseorang untuk berekspresi. Kesetaraan gender adalah suatu hal yang penting dan tidak dapat kita abaikan keberadaannya. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun