Kondisi parenting child rearing di Indonesia saat ini masih perlu banyak perbaikan, di antaranya: minimnya pendidikan child rearing berdasarkan survei KPAI, hanya sekitar 23% orang tua di Indonesia yang pernah mendapatkan pendidikan child rearing. Pola asuh tidak layak, survei susenas BPS tahun 2020 menunjukkan bahwa 3,73% di bawah lima tahun pernah mendapatkan pola pengasuhan tidak layak. Tantangan pola asuh yang berbeda-beda setiap zaman memiliki tantangan pola asuh anak yang berbeda, termasuk bagi generasi milenial yang kini sudah menjadi ayah dan ibu, diantaranya: ketidakseimbangan peran ayah dan ibu tingginya tingkat kelahiran di Indonesia menimbulkan pertanyaan besar mengenai pola asuh masyarakat, salah satunya ketidakseimbangan peran ayah dan ibu, minimnya kesejahteraan dan perhatian pemerintah kondisi minimnya kesejahteraan dan perhatian pemerintah dinilai cukup mengkhawatirkan jika dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan pengasuhan anak.
Penyebab kondisi parenting di Indonesia saat ini, diantaranya:
  Minimnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan. Peran Ayah Dalam Tumbuh Kembang Anak. Diana menyampaikan ayah memiliki peran yang cukup penting dalam tumbuh kembang anak. Keterlibatan ayah dalam aktivitas bersama anak dapat menjadi kegiatan yang menstimulasi perkembangan kognitif. Ada perbedaan gaya bicara antara ayah dan ibu, seperti ayah yang cenderung lebih mengarahkan, lebih singkat. Bentuk komunikasi yang lebih kompleks dengan orang tua menuntut kemampuan bahasa yang lebih tinggi sehingga bisa menstimulasi perkembangan kognitif anak. Psikolog UGM, Diana Setiyawati, S.Psi., MHSc., Ph.D., Psikolog., menyampaikan bahwa bastard nation bermakna suatu negara dengan masyarakatnya minim peran/keterlibatan sosok ayah dalam kehidupan anak. Kepala Center for Open Mental Wellbeing (CPMH) Fakultas Psikologi UGM ini mengatakan bahwa dalam pengasuhan anak membutuhkan keterlibatan orang tua yaitu ayah dan ibu secara berimbang. Artinya, pengasuhan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab ibu saja, tetapi juga dilakukan oleh ayah.
      Membandingkan anak
Membandingkan anak dengan anak lain bisa menjadi salah satu penyebab injury pada anak.
      Mengabaikan pencapaian anak
Orang tua yang mengabaikan pencapaian anak bisa membuat anak merasa tidak tervalidasi.
      Kurangnya quality timeAnak yang tidak mengenal orang tuanya kemungkinan besar adalah anak yang tidak memiliki quality time bersama orang tuanya.
   Mengkritik tanpa mengarahkan
Anak sering kali tidak mengerti harapan orang tuanya karena belum berada di fase terberat di dalam hidupnya.
Terlalu otoriter
Orang tua yang terlalu otoriter berpikir cara yang telah dipilihnya adalah yang terbaik untuk membuat anaknya menjadi anak yang berhasil.
 Membiarkan anak melakukan kesalahan
Orang tua yang membiarkan anak melakukan kesalahan atau berperilaku buruk bisa menjadi salah satu kesalahan mendidik anak.
Tidak memberikan apresiasi
Orang tua yang tidak memberikan apresiasi ketika anak berbuat dan berperilaku baik bisa menjadi salah satu kesalahan mendidik anak.
Terlalu banyak melarang anak
Orang tua yang terlalu banyak melarang anak bisa menjadi salah satu kesalahan mendidik anak.
Dengan demikian sesuai kondisi diatas maka dapat diatasi dengan cara-cara berikut:
Komunikasi yang terbuka
Komunikasi yang jujur dengan anak dapat membantu orang tua mengetahui kondisi anak dan mengekspresikan bimbingan dengan baik.
Membangun ikatan emosional
Membangun ikatan emosional yang kuat dengan anak dapat membantu mengatasi masalah dan meningkatkan kualitas hubungan keluarga.
Memberikan batasan yang jelas
Batasan yang jelas dapat membantu anak memahami dampak perilaku negatif dan bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Memberikan pendidikan nilai-nilai ethical dan etika
Pendidikan nilai-nilai ethical dan etika yang baik dapat membantu anak membuat keputusan yang baik dan bertanggung jawab.
Mengajarkan anak mengontrol diri
Pengawasan dan rasa cinta yang diberikan dengan penuh kesabaran dapat membantu anak belajar mengontrol dirinya sendiri.
Memberikan waktu istirahat
Memberikan waktu istirahat kepada anak dapat membantu mereka menenangkan diri dan merenungkan tindakan mereka.
Membatasi screen time
Membatasi screen time anak hingga maksimal 2 stick per hari dapat membantu mencegah kerusakan masa depan anak.
Memberikan kebebasan untuk berpikir kritis
Memberikan kebebasan kepada anak untuk berpikir kritis dalam mengambil keputusan dapat membantu mereka mengembangkan rasa tanggung jawab dan kemandirian.
Child rearing fashion atau pola asuh orang tua memiliki pengaruh besar terhadap tumbuh kembang anak. Pola asuh yang diterapkan dengan cara yang tepat tentunya akan memberi dampak baik bagi kepribadian anak, quip sebaliknya. Inilah mengapa setiap orang tua ataupun pasangan yang akan menikah perlu memahami berbagai konsep child rearing fashion dan efeknya terhadap anakMenurut Edward (2006) Pola asuh orang tua dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pendidikan orang tua, lingkungan, dan budaya. Dalam lingkungan keluarga, anak akan mempelajari dasar-dasar perilaku yang penting bagi kehidupannya kemudian.Pengertian sederhana dari tender child rearing adalah pola asuh yang menekankan kasih sayang, empati, dan kelembutan untuk memahami perasaan anak. Namun, tender child rearing tetap menekankan ketegasan saat mendisiplinkan anak. Tegas bukan berarti harus dengan marah-marah.Konon orang tua zaman dulu beranggapan bahwa pola asuh otoriter bisa membentuk karakter anak kuat. Memang iya, tapi hanya kuat di luar saja. Sementara itu, dalamnya sangat rapuh.Berbeda dengan tender child rearing yang membuat anak lebih bahagia, mandiri, dan percaya diri. Mereka mungkin terlihat lemah, tapi sebenarnya mereka lebih kuat. Memang iya, tapi hanya kuat di luar saja. Sementara itu, dalamnya sangat rapuh. Berbeda dengan tender child rearing yang membuat anak lebih bahagia, mandiri, dan percaya diri. Mereka mungkin terlihat lemah, tapi sebenarnya mereka lebih kuat. Menurut penelitian Augustine (2015), anak yang diasuh dengan tender child rearing lebih mudah move on dan menyelesaikan masalah dengan tenang. Mereka akan memiliki kecerdasan sosial-emosional yang kuat dibandingkan anak yang diasuh dengan pola pengasuhan otoriter.
Karakter anak yang diasuh menggunakan pola gentle parenting :
 Mampu mengelola emosi negatif karena orang tua selalu memvalidasi emosi anak
 Memiliki kecerdasan sosial-emosional yang lebih baik karena terbiasa mengungkapkan perasaan (curhat) dengan orang tua
 Memiliki kemampuan issue understanding, sehingga mudah move on saat mengalami masalah
 Memiliki batasan serta aturan, sehingga cenderung mudah didisiplinkan.
Berikut macam-macam pola pengasuhan:
Pola Asuh Otoritatif dikenal juga dengan pola asuh demokratis. Jenis pengasuhan ini mengutamakan komunikasi dua arah antara orang tua dan anak. Orang tua dengan pola asuh otoritatif selalu berusaha untuk mendukung, responsif, mendengarkan sudut pandang anak, dan menciptakan rasa kesadaran pada anak dengan menjelaskan setiap aturan secara bijak. Pengaruh pola asuh otoritatif terhadap anak di antaranya: mampu berinteraksi dengan baik, mudah bekerjasama dengan orang lain, cenderung tidak menunjukkan kekerasan, cenderung dapat mencapai keberhasilan dalam bidang akademik, dapat mengendalikan diri dengan baik, memiliki keterampilan sosial yang bagus, dan memiliki kesehatan mental yang baik.
Pola Asuh Ototiter orang tua memiliki kontrol sangat tinggi terhadap anak, sedangkan tingkat responsifnya cukup rendah. Pola asuh ini hanya mengutamakan komunikasi satu arah melalui berbagai larangan dan perintah secara ketat. Dampak dari pola asuh orang tua yang otoriter terhadap anak adalah: asnak selalu takut salah, sulit mengambil keputusan sendiri. rentan memiliki masalah mental, tidak berani mengemukakan pendapat, cenderung kesulitan mencapai nilai akademik yang memuaskan, serta merasa rendah diri dan tidak mandiri.
Pola Asuh Permisif cenderung memprioritaskan kenyamanan anak, sehingga mereka akan bersikap layaknya teman kepada anak. Anak yang menerima pola asuh ini juga jarang mendapatkan aturan yang ketat atau hukuman. Namun di sisi lain, orang tua menjadi lemah terhadap setiap keinginan anak. Sehingga mereka tidak bisa mengatakan "tidak" dan cenderung memanjakan anaknya. Dampak pola asuh permisif : tidak mandiri, memiliki kontrol diri yang kurang baik, cenderung egois dan mendominasi, tidak memiliki tujuan, tidak dapat mengikuti aturan, dan berisiko lebih besar menghadapi masalah dalam hubungan dan interaksi sosial.
Pola Asuh Neglecful di antaranya, tidak memberikan batasan yang tegas terhadap anak, tidak memerhatikan kebutuhan anak, bahkan enggan terlibat dalam kehidupan anak. Singkatnya, gaya pengasuhan ini ditandai dengan orang tua yang bersikap acuh. Dampak dari pola asuh tersebut adalah : kurang percaya diri, tidak mampu mengatur emosi sendiri, memiliki risiko lebih besar terkena gangguan mental, dan cenderung merasa rendah diri.
Dampak pola asuh terhadap anak meliputi beberapa hal, yaitu :
 Akademik : Pola asuh orang tua dapat berdampak pada pencapaian akademik dan motivasi anak dalam belajar.
      Kesehatan mental : Pola asuh juga bisa memengaruhi kesejahteraan mental anak, di mana anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang cenderung otoriter, permisif, dan acuh (careless) berisiko lebih tinggi mengalami gangguan cemas, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya.
 Harga diri : Anak-anak yang dididik dengan pola asuh otoriter cenderung memiliki harga diri lebih kuat daripada anak yang dibesarkan dengan gaya asuh lainnya.
 Hubungan social : Jenis pola asuh juga dapat memengaruhi cara anak dalam berinteraksi dengan orang lain. Contohnya, anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh permisif akan cenderung ditindas. Sebaliknya, anak yang mendapatkan pola asuh otoriter berpotensi menindas orang lain.
 Hubungan saat dewasa : Anak yang dibesarkan oleh orang tua yang tegas dan otoriter lebih mungkin melakukan kekerasan emosional atau cenderung mengekang pasangan ketika menjalani hubungan romantis saat dewasa.
Gentle parenting adalah gaya pengasuhan dengan pendekatan berbasis bukti untuk membesarkan anak-anak dengan bahagia dan percaya diri. Dikutip dari laman Very Well Family, empat elemen utama menjadi pokok dari pendekatan ini, yaitu empati, rasa hormat, pengertian, dan batasan. Gaya mengasuh ini sebagian besar berfokus pada pengembangan yang sesuai dengan usia. Karen Estrella, MD, dokter anak dari Weston Physician Center, menjelaskan jika gentle parenting berbeda dari gaya mengasuh tradisional. Menurutnya gaya pengasuhan ini dapat berpengaruh positif terhadap masa depan sang anak. Gaya tradisional dalam mengasuh anak cenderung menekankan hukuman dan penghargaan. Ketika sang anak menunjukkan tindakan atau sikap yang baik, orang tua akan mengganjar mereka dengan hadiah atau timbal balik yang positif. Namun, hukuman akan diberikan jika mereka berperilaku sebaliknya.
Sementara itu, gentle parenting lebih fokus untuk meningkatkan kesadaran diri anak dan membuat mereka paham terhadap perilaku mereka. Menurut Dr. Estrella, dalam gentle parenting orang tua menjadi pelatih bagi sang anak, dan bukan seorang penghukum. "Anak tidak selalu memahami bahwa apa yang mereka lakukan itu salah. Mereka hanya menghentikan perilaku mereka karena mereka takut. Mereka tidak sungguh paham mengapa mereka berhenti, kecuali Anda menjelaskannya," tegas Estrella, dikutip dari laman Cleveland Clinic. Orang tua yang menerapkan gentle parenting berperilaku lembut namun tetap tegas. Ketika anak-anak melakukan kesalahan, orang tua gentle parenting tidak langsung berteriak dan melakukan tindakan negatif. Orang tua sebaiknya mengambil jeda kemudian melakukan pendekatan tatap muka pada anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H