Mohon tunggu...
Anisa Noviana Herlambang
Anisa Noviana Herlambang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nursing Student

Blueprint

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Cegah Demensia dengan Terapi Puzzle

20 Januari 2023   11:40 Diperbarui: 20 Januari 2023   13:43 1125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demensia Anisa Noviana/dokpri

Demensia adalah kumpulan akibat kelainan fungsi otak yang menahun dan progresif serta terganggunya fungsi yang lebih tinggi, yaitu seperti Memori, berpikir, orientasi, pemahaman, aritmatika, kemampuan belajar, bahasa dan penilaian. Dimana hal tersebut selanjutnya dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Pada tahun 2010, WHO menerbitkan data bahwa jumlah penderita demensia di dunia adalah 36 juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat 2 detik hingga mencapai 66 juta orang pada tahun 2030. Laporan World Alzheimer Association of 2015 diperkirakan prevalensi demensia di Indonesia sekitar 556.000 orang dan akan meningkat menjadi 2,3 juta orang pada tahun 2030 (Handayani, 2020).

Penyebab demensia pada lansia menurut (Martina et al., 2021) yaitu :

  • Penyakit degeneratif seperti penyakit alzheimer , parkinson , pick , huntington , wilson , hallervorden spatz , demensia frontotemporal , dan demensia dengan lawy bodies.
  • Trauma , seperti subdural hematoma , demensia pugilistica , dan anoxic brain injury.
  • Inflamasi (radang) dan infeksi seperti demensia HIV, meningitis kronis (Creutzfeldt), kriptokokosis, sistiserkosis, sifilis, dan penyakit creutzfeldt-jakop.
  • Neoplasia (keganasan), seperti tumor otak primer.
  • Obat atau toksin, seperti obat golongan  beta bloker , neuroleptik , antidepresan , antikonvulsan (anti kejang) , penghambat reseptor histamin , penghambat dopamin , penghambat alkohol (alkohol , kokain , mariyuana , methamphetamine), timah , merkurin , dan arsen. 
  • Psikiatris, seperti depresi, gangguan kepribadian, dan gangguan cemas.
  • Metabolisme seperti kekurangan vitamin B1, B12, kekurangan folat, hyperhomocysteinaemia (kadar hormosistein dalam darah meningkat), demensia dialisis dan uremia , penyakit tiroid , addison , cushing , dan hartnup. 
  • Autoimun, seperti systemic lupus erythematosus dan polyarteritis nodosa. 
  • Kerusakan mielin (demyelinating), seperti multiple sclerosis. 
  • Obstruktif , seperti tekanan hidrosefalus normal dan obstruktif.

Faktor resiko pada pasien demensia menurut (Martina et al., 2021) yaitu :

  • Usia : pada individu usia diatas 65 tahun dan 50% individu diatas 85 tahun mengalami demensia.
  • Jenis kelamin : studi prevalensi menunjukkan bahwa Wanita lebih tinggi prevalensinya dibanding pria.
  • Riwayat keluarga dan faktor genetik : terdapatnya penyakit Alzheimer dini (Early Onset Alzheimer Disease/EOAD) terjadi sebelum usia 60 tahun, kelompok ini beresiko 6-7% dari kasus demensia.
  • Hipertensi
  • Alkohol
  • Aterosklerosis
  • Diabetes melitus
  • Sindrom down
  • Depresi
  • Merokok

Dampak demensia pada lansia yaitu terjadinya perilaku pada lansia seperti daya ingat menurun, melupakan dirinya sendiri, penurunan dalam merawat diri, memusuhi orang sekitar, timbul kecemasan karena merasa dirinya tidak menarik lagi, suka keluar malam dan mudah hilang. Dampak pada berkomunikasi yaitu lansia mudah lupa terhadap pesan yang baru saja diterimanya dan sulit untuk memahami pesan tersebut sehingga membuat dirinya salah paham (Nurleny et al., 2021).

Penanganan pada demensia yaitu terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis yaitu dengan obat-obatan yang digunakan untuk menangani demensia antara lain rivastigmin digunakan untuk terapi demensia ringan hingga menengah, donezepin dan galantamine (BPOM, 2015). Terapi nonfarmakologis pada lansia untuk demensia adalah terapi music, terapi brain gym, dan terapi puzzle. (Nurleny et al., 2021)

Terapi puzzle adalah sebuah gambar utuh yang dibagi menjadi beberapa potongan gambar dengan tujuan mengasah kecerdasan, melatih kesabaran dan belajar kemampuan membagi.

Manfaat puzzle untuk lansia (Komsin & Isnaini, 2020 dalam (Amaliah, 2021)):

  • Bermain puzzle dapat merangsang otak dengan cara memberikan stimulasi yang cukup untuk memelihara, meningkatkan fungsi kognitif otak lainnya yaitu bekerja dalam menerima, mengolah dan menginterpretasikan pertanyaan atau informasi yang diterima, dan otak bekerja memperbaiki pesan atau informasi yang diterima .
  • Memberikan meditasi yang damai untuk otak dalam menenangkan pikiran. Karena saat bermain puzzle, lansia dapat fokus pada permainan di depannya untuk menyelesaikan tugas menyusun setiap gambar
  • Bagi lansia terapi puzzle dapat meningkatkan ketelitian, meningkatkan kemampuan motorik halus dan saraf, melatih otak bekerja lebih baik.
  • Puzzle dapat dijadikan sebagai permainan edukatif karena dapat mengasah otak untuk meningkatkan kecepatan kerja pikiran dan tangan.
  • Puzzle dapat memperlambat penurunan kognitif pada lansia.

Cara melakukan terapi puzzle pada lansia menurut (Amaliah, 2021) yaitu :

  • Tim pelaksana menyiapkan alat dan bahan untuk terapi yaitu puzzle yang sudah dipisah pisahkan.
  • Tim pelaksana menyampaikan terlebih dahulu di  awal  kegiatan  berupa  manfaat  yang  di dapat dari kegiatan  bermain  puzzle  bagi  lansia,  dan mengapa puzzle yang dijadikan medianya.
  • Tim pelaksana membagikan puzzle ke setiap meja, lalu di mainkan selama 15 menit.
  • Setelah selesai, puzzle di roling ke meja sebelahnya, hingga setiap partisipan  mendapat kesempatan yang sama bermain puzzle dengan pola yang berbeda-beda, dengan total waktu kurang lebih 60 menit.
  • Setelah semua partisipan mendapatkan kesempatan yang sama, tim pelaksana acara mengumpulkan puzzle.

REFERENSI

Amaliah, N. (2021). Social Activity " Pojok Riang " By Playing Puzzles With The Elderly , In The Village Lok Baintan Banjarmasin , During The Pandemic Covid-19. 752--756.

Handayani, S. (2020). Buku Ajar Aspek Sosial Kedokteran: Edisi 2. Airlangga University Press. https://books.google.co.id/books?id=H6T9DwAAQBAJ

Martina, S. E., Gultom, R., Siregar, R., & Satya, A. (2021). REMINISCENCE MEMBANTU MENCEGAH KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA. Zahir Publishing. https://books.google.co.id/books?id=pu1XEAAAQBAJ

Nurleny, Hasni, H., Yazia, V., Kontesa, M., & Suryani, U. (2021). MELATIH KOGNITIF MELALUI TERAPI PUZZLETERHADAPTINGKAT DEMENSIALANSIA DIPANTI SOSIALTRESNAWERDHA (PSTW) SABAI NAN ALUIH SICINCINPADANGPARIAMANTAHUN 2021. 109--118.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun