Pada pembahasan pertama dijelaskan bahwa hukum Islam sebagai salah satu sumber bahan pembentukan hukum nasional, seiring dengan hukum barat dan hukum adat. Hukum ekonomi syariah merupakan hukum materiil maupun formil yang menjadi bahan pembentukan hukum nasional melalui politik hukum ekonomi syariah yang merupakan implementasi dari kebijakan pelaksanaan norma hukum yang secara konstitusional hidup dan berkembang di tengah masyarakat dan kekuatan hukumnya sangat kuat. Hukum ekonomi syariah menjadi hukum materiil dan sekaligus hukum formil yang dijalankan dan hidup dalam masyarakat Indonesia. Akomodasi dan regulasi menjadi bagian strategis dalam implementasinya dalam masyarakat, baik untuk panduan maupun sebagai upaya penyelesaian sengketa secara non-litigasi maupun litigasi.
Artikel kedua menjelaskan bahwa kedudukan hukum ekonomi syariah dalam sistem hukum nasional Indonesia selain dapat dilihat dari peraturan yang dibuat oleh lembaga legislatif pada bidang hukum ekonomi syariah tidak terlepas dari sejarah yang melatarbelakanginya sejak kedatangan Islam di Indonesia. Sebagai hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat dalam perkembangan selanjutnya hukum ekonomi syariah sebagai bagian dari hukum Islam sangat dibutuhkan maka kedudukannya dalam tata hukum nasional dijadikan sebagai bahan sumber hukum materiil bersama dengan hukum adat dan hukum barat dalam pembuatan serta pembangunan hukum nasional.
Selanjutnya, Islam memandang bahwa setiap muslim harus memiliki kemauan untuk berkembang dari berbagai sektor. Ajaran Islam menekankan bahwa keadaan seseorang bisa berubah dengan usahanya sendiri. Setiap individu haruslah menyadari akan apa yang menjadi tanggung jawabnya sehingga dalam berbuat akan mengindahkan konsekuensi baik dan buruk. Sistem ekonomi Islam dalam melakukan pengembangan dan manajemen SDM menyeimbangkan kedua aspek, yaitu aspek material dan etika manusia. Jadi, dalam implementasinya terdapat keharmonian kerja untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pembahasan terakhir, dalam teori keuangan Islam, ada beberapa pilar yang menjadikan ciri khas keuangan Islam dengan keuangan konvesional. Pertama, terbebasnya semua transaksi dari riba dan menutup celah yang mengarah kepada riba. Kedua, terbebasnya dari gharar atau maysir. Ketiga, digunakanya konsep economic value of time yang artinya waktulah yang memiliki nilai ekonomis bukan uang yang memiliki nilai waktu. Apabila ketiga faktor tersebut digunakan, maka sektor riil akan mencerminkan sektor moneter dan begitu juga sebaliknya, yang mana hal inilah yang diharapkan ekonomi Islam yaitu tidak terjadinya buble economic yang mengakibatkan fondasi ekonomi suatu negara rapuh seperti yang terjadi sekarang ini. Investasi berbasis bunga hanya akan mengakibatkan ketidakadilan dalam investasi dan memunculkan kemitraan semu, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Sebaliknya, investasi berbasis bagi hasil (profit and loss sharing) justru mencerminkan kemitraan yang sesungguhnya dan berkeadilan karena berbagi keuntungan, pedapatan, dan kerugian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H