Judul Buku: Muslimah Feminis: Penjelajahan Multi Identitas
Penerbit: Nalar (nalar@nalar.co.id)
Nama Penulis: Neng Dara Affiah, M.Si.
ISBN: 10: 979-26-9021-2
ISBN: 13: 978-979-26-9021-7
Jumlah halaman: 122 hlm
Tahun Terbit: 2009
Neng Dara Affiah adalah seorang wanita yang berkecimpung di dunia akademik, baik sebagai pengajar, peneliti, aktivis, hingga penulis yang memiliki banyak karya. Beliau adalah salah satu dosen pengajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan beberapa mata kuliah yang diampu. Sebagai penulis, salah satu bukunya yang banyak dibaca dan menarik minat adalah buku yang berjudul Muslimah Feminis: Penjelajahan Multi Identitas yang diterbitkan pada tahun 2009 oleh Nalar. Buku ini berisi perenungan dan pengalaman beliau sebagai seorang feminis yang multi identitas, baik itu sebagai etnis, gender, agama, dan negara.
Dalam buku Muslimah Feminis: Penjelajahan Multi Identitas, beliau mencurahkan pengalaman dan perjalanannya sebagai seorang Muslimah yang  feminis dengan berbagai identitas. Buku ini memiliki gaya penulisan yang mudah dipahami, bahkan seperti sebuah novel karena kalimat yang digunakan adalah penuturan. Sehingga pembaca yang awam seperti sedang membaca sebuah cerita padahal di dalam buku ini mengandung banyak pemikiran intelektual. Gambar-gambar yang disisipkan di beberapa bab pada buku mempermudah pembaca untuk membayangkan apa yang dialami oleh penulis. Selain itu, pengalaman penulis yang dikisahkan dalam buku menjadi empat bab pembahasan mempermudah pembaca fokus pada pembahasan yang ditulis. Empat bab yang mengisahkan perjalanan hidup penulis sebagai seorang Muslimah feminis ini saling berkaitan di mana menjelaskan diri penulis dalam identitas etnis, gender, agama, dan negara. Perjalanan dan pengalaman penulis ini hampir sama dengan banyak perempuan yang memperjuangkan haknya, terlebih lagi dalam bidang pendidikan. Saya akan mencoba melihat buku ini dengan menggunakan perspektif dalam metode kualitatif, diantaranya sudut pandang gender, fenomenologi, dan biografi.
Dari perspektif fenomenologi, yaitu bagaimana seseorang menginterpretasikan pengalamannya. Pada bab satu dengan judul "Aku sebagai Etnisitas" menceritakan lingkungan asal penulis, yaitu Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Penulis menjelaskan bagaimana kebudayaan masyarakat asalnya yang mayoritas beragama Islam, sehingga upacara adat yang dilaksanakan tidak lepas dari ke-Islaman masyarakatnya. Mulai dari kegiatan khitan, pernikahan, hingga kematian. Bahkan kelompok-kelompok dalam masyarakat terklasifikasi berdasarkan paham Islam, begitu juga konflik yang terjadi. Pada bab dua dengan judul "Aku Sebagai Muslim" menceritakan lingkungan penulis tumbuh yang mana dipenuhi oleh nilai-nilai Islam. Mulai dari keluarga penulis yang memiliki pesantren dan tumbuh dikeluarga yang priyai---karena kakek nenek dan ayah ibu penulis termasuk tokoh Islam yang dihormati di lingkungan masyarakatnya---membuat penulis sejak belia telah diajarkan nilai-nilai ke-Islaman.Â
Perjalanan penulis selama menjadi santri, mengikuti berbagai pengajian, dan mempelajari berbagai kitab, memberikan penulis pemahaman sisi positif dan negative dari pesantren ini dan ketika penulis melanjutkan pendidikannya ke IAIN membuat penulis paham nilai-nilai Islam yang berhadapan dengan modernitas dan lebih universal dari sebelumnya yang tradisional dan konservatif.Â
Penulis juga menceritakan pengalamannya menjadi minoritas ketika berada di Finlandia untuk menjadi narasumber dalam acara perempuan yang diadakan oleh organisasi perempuan Kristen dunia pada tahun 2000. Penulis mendapatkan pelajaran yang berharga dari pertemuan Finlandia ini, yaitu bahwa sangat tidak nyaman menjadi minoritas agama Islam di tengah mayoritas agama Kristen dengan prasangka terhadap Islam seperti poligami, puritan, dan membelenggu perempuan, sehingga penulis menegaskan pada diri sendiri untuk tidak melakukan prasangka-prasangka dengan melakukan stereotip tertentu atas agama, ras, maupun bangsa.Â
Pada bab tiga dengan judul "Aku Sebagai Anak Bangsa" menceritakan pengalaman penulis yang mengalami pemerintahan otoriter dan perubahan ke era reformasi. Di mana pada era reformasi timbul konflik-konflik golongan yang menurut penulis mungkin hal ini didasarkan pada masyarakat yang disorientasi berbangsa dengan masih menonjolkan kedaerahan (etnis) dan agama. Seperti yang penulis alami sebelum mengetahui dan memahami konsep tentang multi identitas baik etnis, agama, gender, dan bangsa.
Dari perspektif gender, dalam bab tiga buku Muslimah Feminis: Penjelajahan Multi Identitas dengan judul bab "Aku Sebagai Perempuan" berfokus pada identitas penulis sebagai seorang perempuan. Di mana sejak kecil penulis sudah dididik bagaimana menjadi seorang perempuan yang harus bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti membersihkan rumah dan memasak, yang mana berbeda dengan kakak penulis yang dibebaskan untuk bermain dan bergaul dengan siapa saja. Bahkan harapan orang tua terhadap penulis dan kakaknya sangat berbeda.Â
Kakak laki-laki penulis di dukung untuk bersekolah ke Mesir dengan harapan kembali membawa ilmu yang pengetahuan yang tinggi, sedangkan penulis sendiri dianggap mencukupkan ilmunya hanya untuk diri sendiri dan masyarakat terbatas. Selain itu, sebagai seorang perempuan penulis harus menghindari stigma masyarakat tentang perempuan yang keluar malam dan dituntut untuk berpakaian yang sopan menutup dengkul dan kepala karena penulis adalah anak dari seorang kiai yang harus menjadi contoh di lingkungannya.Â
Pada bab ini juga menceritakan perjuangan nenek penulis sebagai seorang feminis di tahun 70an yang menyuarakan hak-hak perempuan yang kemudian menginspirasi penulis untuk terjun dalam feminisme dan memperjuangkan kemerdekaan diri penulis, yang mana penulis tidak diperbolehkan memilih siapa yang akan menjadi suaminya.Â
Terjadi konflik antara penulis terutama dengan ayahnya hingga penulis jatuh sakit dalam waktu yang lama, akan tetapi penulis berhasil mempertahankan keinginannya untuk memilih siapa suaminya. Penulis juga menceritakan perjalanannya bertemu dengan feminisme, ketika penulis di perguruan tinggi IAIN mulai mengikuti Forum Mahasiswa Ciputat (FORMACI), lalu membuat tulisan mengenai perempuan di Warta NU PBNU Jakarta dan bergabung dalam diskusi LSM-LSM perempuan dan organisasi perempuan seperti Fatayat NU.
Dari perspektif biografi, buku ini adalah sepenggal tulisan mengenai sejarah kehidupan Neng Dara Affiah. Di mulai dari tempat beliau dilahirkan dan dibesarkan yang penuh dengan nilai dan budaya Islam. Jenjang pendidikan yang beliau lewati dari sekolah dasar agama, pesantren, hingga IAIN Jakarta. Kemudian kegiatan diskusi-diskusinya dalam FORMACI, LSM-LSM perempuan, hingga bergabung dalam organisasi perempuan sampai menjadi narasumber pada pertemuan perempuan di Finlandia.
Studinya dalam perbandingan agama di IAIN Jakarta mengantarkannya menjadi seorang yang tidak berprasangka stereotipe terhadap agama, ras, dan bangsa lain serta memahami Islam yang modern dan lebih universal terbuka pada perkembangan zaman. Beliau juga menulis beberapa buku dengan isu-isu yang dialami oleh perempuan bahkan aktiv juga dalam bidang politik, yang mana beliau sempat berdialog dengan Gus Dur (Abdulrahman Wahid) dan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Selain itu, kisah perjuangan beliau untuk mendapatkan kemerdekaan atas keinginannya memilih suami adalah gambaran perempuan yang ingin mendapatkan hak atas dirinya sendiri tanpa campur tangan orang lain. Dari biografi beliau ini saya belajar, untuk menjadi perempuan yang berpendidikan, perempuan yang mandiri, memiliki prinsip-prinsip kemanusiaan dan kehidupan yang kuat sebagai seorang perempuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H