Pada zaman sekarang, zaman yang dimana teknologi semakin maju ternyata banyak sekali membawa dampak positif dan negatif di masyarakat. Apalagi media sosial yang membuat informasi-informasi yang belum tentu benar atau tidaknya. Informasi tersebut menyebar sangat cepat bahkan bisa ke mancanegara. Hadist yang merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-Qur'an memberikan sebuah pedoman untuk masyarakat.Â
Namun besar kemungkinan ada oknum yang salah menggunakannya untuk menyebarkan hadits yang palsu. Namun, sejak dulu memang masyarakat banyak yang tidak mengetahui betapa pentingnya mengkaji hadits. Masyarakat hanya menerima lalu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari tanpa mengetahui apakah hadits itu shahih, hadits dhaif ataupun hadits maudhu'. Jika dalam hadits itu membawa sebuah keberuntungan maka hal itu membuat masyarakat yakin bahwa hadits itu shahih, padahal belum tahu ternyata hadits itu sanadnya tidak sampai kepada Nabi Muhammad saw.Â
Hal itu yang merugikan masyarakat yang awam tidak tahu apakah hadits itu shahih atau maudhu'. Disini saya akan bercerita mengenai pengalaman saya pada saat bulan Ramadhan. Pada saat melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, dimana pada saat itu saya sedang bersekolah. Sebelumnya saya memang orang awam yang tidak mengetahui tentang hadist-hadist atau mengkaji hadits. Saat itu, teman saya berkata kepada saya "Anisah, kamu tahu ga kalau tidur saat berpuasa itu pahalanya seperti orang beribadah, dan diamnya orang berpuasa itu seperti dzikir. Berarti kalau kita tidur terus gapapa dong selama puasa mulai pagi sampai sore hahaha." Aku yang mendengarnya merasa bahwa apa yang dia katakan memang benar adanya. Lalu aku menjawabnya dengan antusias "Wah benarkah? berarti gapapa ya kalau kita tidur seharian saat bulan puasa, nanti dinilai sama Allah ibadah." Aku orang yang awam langsung menerima padahal itu sebenarnya tidak boleh kita harus mengkaji apakah memang ada hadist yang mengatakan hal tersebut.Â
Namun, lambat laun hal itu memang sudah diketahui oleh kalangan masyarakat. Masyarakat awam seperti saya yang tidak mengetahui atau mengkaji hadist tersebut maka masyarakat itu langsung menerima pernyataan tersebut tanpa mengetahui apakah itu benar atau salah. Hadist yang menjadi sandaran masyarakat pada kehidupan sehari-hari, terutama pada saat bulan Ramadhan.Â
Disaat saya sudah lulus dari SMA lalu melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi Sunan Ampel Surabaya, disitu saya mulai mengetahui bahwa ada tingkatan hadits yang dianggap shahih,dhaif, maupun maudhu". Saat saya mempelajari mata kuliah Studi Hadis disitu saya mengetahui beberapa pengertian dan sejarah-sejarah pengumpulan hadits. Hadits yang sanadnya sampai kepada Rasulullah saw. adalah hadits shahih dan hadits tersebut sesuai dengan perkataan,ucapan,perbuatan, dan taqrir Nabi saw.Â
Disini saya langsung mencari apakah hadits yang saya dapatkan dari teman saya waktu saat sekolah tersebut apakah shahih dan boleh menjadi sandaran dalam kehidupan sehari-hari. Saya juga mempelajari beberapa langkah-langkah dalam mengkaji hadis yaitu :Â
•Mengharuskan adanya sanad dalam setiap periwayatan hadits.
•Harus meneliti dan selektif dalam memilih dan memilah setiap hadist yang beredar.
•Menyuruh masyarakat umum untuk menghindari orang-orang yang melakukan pemalsuan hadits.
•Menetapkan kaidah untuk mengetahui mana hadist palsu dan mana yang hadits shahih.
Setelah saya mencari dan mengkaji hadist tersebut ternyata hadist tersebut hadits dhoif yaitu hadis lemah. Lalu saya mencari apakah boleh hadits lemah menjadi sandaran untuk kehidupan sehari-hari. Hukum mengamalkan hadits dhaif (lemah) secara teori, imam Syamsuddin bin Abdurrahman al-Sakhowi murid dari al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani sebagaimana dikutip dari jurnal Al-Tsiqah: Islamic Economy and Dakwa Journal menyebutkan, ada 3 mazhab dalam mengamalkan hadits dhaif, antara lain: