Berakhirnya kekuasaan orde baru pada tahun 1998 menyebabkan banyak perubahan yang terjadi di pemerintahan Indonesia. Perubahan tidak terjadi di pusat tetapi juga di daerah. Setelah era reformasi, sistem pemerintahan yang awalnya bersifat terpusat mulai mengalami desentralisasi. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah.Â
Akibatnya dari adanya otonomi daerah dituntutnya pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Implikasi dari kebijakan otonomi daerah tersebut adalah daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan kepentingan pemerintah daerahnya masing-masing.
Menurut UU No. 32 Tahun 2004, perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Dana perimbangan adalah "Dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. (Djaenuri, 2012 dalam Alfarisi).
Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 disebutkan bahwasannya dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.Â
Dalam UU tersebut yang dimaksud dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemerataan antardaerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata acara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Wujud dari perimbangan keuangan tersebut adalah adanya dana perimbangan yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Pada Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah, disebutkan bahwa dana perimbangan terdiri atas:
a.Dana Bagi Hasil
Dana bagi hasil atau disebut juga dana bagian daerah merupakan sumber penerimaan yang ada pada dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil (Djaenuri, 2012:100).
b.Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum (DAU) menurut UU No.25 Tahun 1999 berasal dari APBN dan dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
c.Dana Alokasi Khusus
Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, DAK adalah salah satu dana perimbangan yang menjadi bagian dari sumber pendapatan daerah. DAK dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi untuk mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. DAK berperan sebagai dana yang didasarkan pada kebijakan yang bersifat darurat.
Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Dalam pelaksanaannya apabila realisasi belanja daerah lebih tinggi daripada pendapatan daerah maka akan terjadi defisit. Oleh karena itu untuk menutup kekurangan belanja daerah maka pemerintah pusat mentransfer dana dalam bentuk dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Dana perimbangan akan masuk kedalam akun pendapatan daerah sehingga meningkatkan total penerimaan daerah sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja keuangan daerah. Â
Pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap Alokasi Belanja Modal
Pemerintah daerah akan mampu menetapkan belanja modal yang semakin besar jika anggaran DBH semakin besar pula, begitupun sebaliknya semakin kecil belanja modal yang akan ditetapkan jika anggaran DBH semakin kecil. Menurut Wandira (2013) menyebutkan bahwa DBH berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.
Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Alokasi Belanja Modal
*Hasil penelitian Pradita (2013) menyatakan bahwa terdapat Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja modal.
*Akbar (2012) juga menyatakan dalam penelitiannya terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Modal.
*Sianipar (2009) menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian belanja modal.
Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Alokasi Belanja Modal
*Wandira (2013) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.
*Sianipar (2011) menyatakan juga Dana Alokasi Khusus berpengaruh secara signifikan terhadap pengalokasian belanja modal.
Pemanfaatan DAK diarahkan kepada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan publik dengan umur ekonomis panjang. Dengan diarahkannya pemanfaatan DAK untuk kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik yang direalisasikan dalam belanja modal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H