Mohon tunggu...
Nurunnisa Hafel
Nurunnisa Hafel Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Berjiwa Putih

Mahasiswi Prodi Diploma III Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Ternate

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Refleksi George Floyd: Produksi Keadilan, Bukan Konsumsi Keadilan

29 Mei 2020   21:56 Diperbarui: 29 Mei 2020   22:00 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum usai pandemi COVID 19, Kasus keadilan muncul kembali dan masih hangat di perbincangkan dengan tagar baru yaitu #ican'tbreathe. 

Walaupun, dunia menanggung begitu banyak isu-isu keadilan dan kemanusiaan kasus ini, sesuai dengan judul di atas tentang kasus George Floyd yang tewas pada senin, 25 mei malam waktu setempat usai lehernya ditekan dengan lutut polisi (kebayang tidak ?) -- mau di bilang tumpul kemanusiaan tapi, mereka diberi lebel sebagai pelindung kemanusiaan hmm.

Pasti kalian sempat baca berita ini kan, gimana pendapat kalian? untuk yang belum, mungkin boleh disinggung kronologinya. Dikutip dari detiknews George awalnya di tangkap oleh polisi kota Minneapolis, AS. George ditangkap karena diduga melakukan transaksi memakai uang palsu senilai $20 (kalo di rupiahkan Rp.293.070,00).

Penangkapan George Floyd terekam dalam sebuah video kemudian viral. Didalam video yang berdurasi beberapa menit itu, tangan George diborgol dan dijatuhkan ke aspal oleh polisi. Seorang polisi menekan leher Floyd dengan lututnya, sembari memasukan tangannya ke saku (melihat videonya, saya ikut tidak napas loh).

George merintih kesakitan dan mengaku sulit bernapas. Bahkan sempat memanggil ibunya sebelum mati lemas. "lututmu dileherku. Aku tidak bisa bernapas.....mama. mama" sebanyak 15 kali, sesaat sebelum menghembuskan napas terakhirnya dibawah lutut polisi.

Setelah itu, polisi lalu, meminta dia untuk bangun dan naik ke atas mobil, dengan badan kaku george kemudian dibawa ke rumah sakit dan dinyatakan meninggal dunia.

Bagaimana menurut kalian ? apakah ini di benarkan ? tentu saja tidak. Kejadian ini mengundang banyak unjuk rasa dan kemarahan publik - Minnesota berstatus darurat, bahkan cara yang di lakukan oleh petugas polisi yang menangani george floyd tidak dibenarkan.

Sekitar 2 minggu yang lalu saya menonton video di account youtube YJP; kajian filsafat & feminism, yang diselenggarakan oleh Yayasan Jurnal Perempuan, di seri kuliah KAFFE-7 bersama Rocky Gerung dengan tema Feminis Laki-Laki - Etika Kepedulian (dilihat tidak nyambung yah ?), teman-teman boleh nonton dan menarik kesimpulannya serta boleh dikaitkan dengan kasus ini.  

Lalu disalah satu account instagram mengulas juga kasus Floyd dengan persoalan rasism.

Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lain.

Di indonesia rasis sering terjadi, mulai dari diri kalian sendiri untuk mencintai peradaban, bukankah lebih baik belajar melihat dan mencintai peradaban ?.

Dengan membandingkan kasus George Floyd dan Dylann Roof dengan keterangan George Floyd ; suspected of "forgery", killed by police dan Dylann Roof ; murdered 9 people, arrested peacefully, (1 country, 2 systems).

Masih kaitan dengan rasism, perihal warna kulit padahal perbedaan warna kulit it's Beautiful- are colours are beauty. Namun, beberapa orang mungkin tidak bisa melihat keindahannya, atau bahkan memilih untuk menutup mata. Perbedaan membuatnya melengkapi yang namanya kekosongan yang ada. Kamu dan dia sama-sama adalah ciptaan tuhan, lantas apa yang membuatmu merasa lebih (mari renungkan bersama).

Pada dasarnya kembali lagi pada titik kemanusiaa kita, pihak pengayom masyarakat berusaha menghasilkan konsep alternative (tanpa merenggut nyawa, karna melanggar HAM), jangan membuat kebijakan-kebijakan yang membelenggu serta budaya rasism (saling merangkul dan memikul tanpa melihat warna kulit juga indah).

Memproduksi keadilan, bukan mengonsumsi keadilan.

Bukankah lebih baik belajar melihat peradaban ?

Jadilah, manusia yang tidak tumpul kemanusiaan dan keadilan.

Terima kasih 

Penulis : Nurunnisa Hafel

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun