Akhir-akhir ini, media sosial tengah ramai dengan adanya fenomena pengemis online melalui live TikTok. Pasalnya, kegiatan live ini dirasa tidak pantas serta dianggap mengeksploitasi lansia dengan cara mandi lumpur dan meminta gift atau hadiah yang nantinya dapat ditukarkan menjadi Rupiah. Namun, disisi lain TikTok memang memfasilitasi penggunanya untuk berjualan melalui live karena TikTok juga merupakan platform ekonomi atau market place.
Lalu, bagaimana Pancasila sebagai ideologi melihat hal ini? Sebetulnya, Pancasila tidak anti korporasi. Kepentingan individu malah mendapatkan wadah, meskipun tidak segalanya. Seperti halnya yang dikatakan Boediono (2009: 47-64), dalam Ekonomi Pancasila,
"Manusia Indonesia bukan melulu economic man melainkan social and religious man." Motif mengoptimalkan kepentingan pribadi tidak satu satunya motif. Solidaritas, cinta terhadap sesama, kebenaran, keadilan, keagamaan dan sosial bisa menjadi sumber penggerak sama kuatnya bagi aktivitas ekonomi.
Pancasila harusnya tak bermasalah dengan realitas live TikTok saat ini. Bahkan, sifatnya kreatif dan kekinian. Dari sisi hukum, dalam Pembukaan UUD 1945 maupun UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan meletakan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum. Atau istilah Prof Hamid Attamimi, Pancasila merupakan bintang pemandu (leitstar) bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai leitstar, Pancasila juga bersifat dinamis. Artinya Pancasila mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, teknologi, ilmu pengetahuan yang berkembang di kehidupan masyarakat.
Jika fenomena live TikTok ini dilihat sebagai tantangan, kita semua setuju bahwa Pancasila harus diaktualkan kembali. Caranya melalui edukasi, sosialisasi dan penanaman nilai berkelanjutan. Disitulah pentingnya Pendidikan Pancasila dalam kurikulum wajib yang sudah berlaku saat ini. Suka tidak suka, jika Pancasila hendak berperan dalam badai globalisasi maka harus berkompromi dengan realita yang terjadi. Generasi Tiktok sangat berkepentingan dengan inovasi, sehingga memungkinkan Pancasila dikemas dalam gaya baru.
Bukan berarti membenarkan pelaku live Tiktok yang tidak sopan ataupun mengemis dengan gaya, namun mereka hanya butuh di edukasi dan difasilitasi. Jika serta merta melarang live TikTok yang sedang polemik ini, sama halnya dengan mematikan sumber mata pencaharian mereka. Sedangkan, dari situlah mereka mendapatkan penghasilan yang lebih layak. Pemerintah hanya perlu mengimbau pada awak media, supaya pelaku tidak makin diberi panggung. Pihak TikTok juga telah memberlakukan kebijakan privasi pengguna, bagi yang melanggar maka akun pengguna live akan terkena pelanggaran atau violation secara otomatis.
Kembali lagi, ini hanyalah persoalan penanaman nilai pancasila dalam kesadaran diri sendiri. Menjadi tugas kita bersama untuk mempopulerkan kembali Pancasila. Melalui berbagai dimensi dan aneka pendekatan. Dengan begitu, Pancasila dapat menjadi bagian penting untuk merekatkan kita sebagai satu bangsa yang modern.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H