Mohon tunggu...
Annisa Afifah Surbakti
Annisa Afifah Surbakti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Saya merupakan mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia prodi s1 keperawatan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Manajemen Aksi yang Kolaboratif dan Positif bagi Mahasiswa

22 Juli 2023   23:43 Diperbarui: 22 Juli 2023   23:45 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejarah awal mula lahirnya pergerakan mahasiswa di Indonesia yaitu dibentuk oleh mahasiswa yang bernama Boedi Oetomo, yang merupakan mahasiswa Stovia tepat pada tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta.  Organisasi pemuda pergerakan ini terus berkembang dan mencapai puncaknya pada deklarasi sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Para pemuda ini melakukan pergerakan mahasiswa ditahun sebelum adanya kemerdekaan Indonesia sehingga gagasan maupun pemikiran-pemikiran mereka itu bertujuan untuk meraih kemerdekaan tanah air atau negara Indonesia. Pada era 1966 dan 1998 mahasiswa tidak hanya melalui pemikiran-pemikirannya saja namun mahasiswa-mahasiswa tersebut pertma kalinya langsung melakukan aksi turun ke jalan.Secara etimologi, collaborative berasal dari kata co dan labor yang mengandung makna sebagai penyatuan tenaga atau peningkatan kemampuan yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau yang telah disepakati bersama. Selanjutnya, kata kolaborasi sering kali digunakan untuk menjelaskan proses penyelesaian pekerjaan yang bersifat lintas batas, lintas sektor, lintas hubungan (O'Leary, 2010), ataupun lintas organisasi bahkan lintas negara sekalipun. Adapun secara terminologi kolaborasi mengandung makna yang sangat umum dan luas yang mendeskripsikan adanya situasi tentang terjadinya kerja sama antara dua orang ataupun institusi atau lebih yang saling memahami permasalahan masing-masing secara bersama-sama dan berusaha untuk saling membantu memecahkan permasalahan masing-masing secara bersama-sama pula. Bahkan secara lebih spesifik, kolaborasi merupakan kerja sama yang intensif untuk menanggulangi permasalahan kedua pihak secara bersamaan. Walaupun demikian, pengertian tersebut bukanlah merupakan pengertian tunggal dari konsep kolaborasi. Identik dengan ilmu-ilmu sosial pada umumnya kolaborasi sebagai salah satu konsep disiplin ilmu sosial memiliki pengertian yang kompleks tergantung dari sudut pandang para ahli itu memahaminya. Secara umum, kolaborasi adalah adanya pola dan bentuk hubungan yang dilakukan antarindividu ataupun organisasi yang berkeinginan untuk saling berbagi, saling berpartisipasi secara penuh, dan saling menyetujui atau bersepakat untuk melakukan tindakan bersama dengan cara berbagi informasi, berbagi sumber daya, berbagi manfaat, dan berbagi tanggung jawab dalam pengambilan keputusan bersama untuk menggapai sebuah cita-cita untuk mencapai tujuan bersama ataupun untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi oleh mereka yang berkolaborasi.Asumsi dasar tentang perlunya pembentukan kolaborasi ini adalah tiada seorang atau satu organisasi pun yang mampu memenuhi kebutuhan atau cita-cita besarnya dengan cara mudah, cepat, dan ringan serta murah, tanpa kerja sama dengan pihak lain. Pertimbangan yang dapat dijadikan dasar pembentukan kolaborasi di antaranya adalah:

a) adanya kesamaan tujuan atau kepentingan,

b) peningkatan kemampuan,

c) efisiensi penggunaan sumber daya (meliputi sumber daya manusia, financial, dan

material),

d) sharing pengetahuan, pengalaman, dan kompetensi dan sebagainya.

Kolaborasi dapat terjadi ketika kedua belah pihak atau lebih yang berinteraksi (baik secara personal maupun organisasional) itu dapat saling memenuhi kebutuhan dan saling memberikan manfaat serta keuntungan yang adil sebagaimana yang mereka harapkan. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam mendirikan kolaborasi adalah penetapan nilai-nilai dasar yang harus dipahamkan kepada semua anggota kolaborator.Dengan pemahaman tentang nilai-nilai dasar tersebut, diharapkan semua calon anggota kolaborator harus memiliki komitmen yang kuat untuk mematuhinya agar hasil kerja kolaborasi yang mereka kelola benar-benar optimal. Bahkan, dengan adanya komitmen tersebut, juga akan berdampak secara positif untuk mengeliminasi terjadinya konflik antara anggota yang mengakibatkan cohesiveness hubungan antara anggota menjadi rusak sehingga kolaborasi yang dibentuknya menjadi tidak punya manfaat yang berarti. Sebaliknya, justru hal itu akan menimbulkan masalah baru yang seharusnya tidak perlu terjadi. Ada banyak pertimbangan, mulai dari pertimbangan yang bersifat materiel ataupun moril yang harus dikaji secara mendalam dan perlu mendapatkan perhatian secara saksama oleh para inisiator dalam mendirikan kolaborasi. Langkah terakhir dalam proses pembentukan kolaborasi adalah proses pembentukan jaringan antara anggota agar terdapat sebuah mekanisme baku tentang bagaimana metode dan strategi yang paling sesuai dengan anggota kolaborasi itu dalam melakukan sharing antara anggota, baik sharing ide, pengetahuan, informasi, pengalaman, maupun hal lainnya, sehingga kolaborasi yang telah dibentuknya tersebut tidak hanya sekadar efektif dalam mencapai tujuan dan cita-citanya, tetapi juga efektif dalam menjalin members relationship yang dapat dimanfaatkan dalam banyak hal dalam mengelola kolaborasi. keberhasilan sebuah kolaborasi dalam menjalankan tugas pekerjaan dan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan akan bisa diraih dengan mudah apabila pengelola atau pimpinan kolaborasi itu menjalankan empat prinsip yang terdiri atas berikut ini. Pertama, strategy is determined by mission impact before organizational growth, yaitu strategi yang akan digunakan dalam misi atau pelaksanaan kegiatan yang dianggap paling sesuai dalam mencapai tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum membicarakan pertumbuhan organisasi. Kedua, build partnerships based on trust, not control. Ketika sejak pertama kali sebuah organisasi membentuk jaringan kolaborasi, hal itu harus dibangun berdasarkan asas saling percaya berdasarkan asas saling mengawasi. Ketiga, promote others rather than yourself, yakni mempromosikan orang lain atau pihak lain harus lebih diutamakan dibandingkan diri sendiri. Keempat, build constellations, not stars, yakni bangunlah konstelasi/gugusan dengan pihak-pihak yang berkompeten dan kredibel, tanggung jawab, serta berkomitmen untuk mengerjakan sesuatu secara serius dan bukan hanya sekadar menghimpun orang-orang yang ternama belaka. Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga (Rusdiana, 2015). Untuk pengertian dari Manajemen aksi adalah suatu cara yang digunakan untuk mengatur suatu aksi massa agar tetap terkoordinir dan sesuai dengan rencana dan target awal. Berdasarkan sifatnya aksi dibedakan :

1) Aksi Sporadis, Yaitu aksi yang tidak di dahului dengan suatu konsep serta perencanaan yang matang

2) Aksi Terencana, yaitu suatu aksi yang mempunyai target berjangka, konsep, perencanaan yang jelas dan matang.

Selain itu terdapat beberapa macam aksi antara lain :

a) Aksi simpatik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun