Mohon tunggu...
ANISA FEBRIANTI
ANISA FEBRIANTI Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

S1 Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Kebijakan Moneter dan Makroprudensial pada Masa Covid-19 Terhadap Sektor Real Estate

17 Oktober 2023   15:22 Diperbarui: 17 Oktober 2023   15:34 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi Covid-19 pertama kali terdeteksi pada akhir 2019 di Kota Wuhan, China dan kasus positif Covid-19 di Indonesia terdeteksi pertama kali pada tanggal 2 Maret 2020. Pada 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) mengumumkan penyakit virus Corona 2019 sebagai status pandemi global. Pada Juni 2021, Covid-19 telah menyebar ke seluruh dunia dan menyebabkan lebih dari 178 kasus dan 3,9 juta kematian. Penyebaran dan peningkatan jumlah kasus covid-19 ini berlangsung sangat cepat dan berpengaruh terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia.

Kebijakan-kebijakan telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk menekan angka kasus Covid-19.  Pemerintah juga telah berupaya memulihkan perekonomian melalui instrumen kebijakan yang dimiliki, antara lain melalui kebijakan moneter dan makroprudensial. Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan Bank Sentral (Bank Indonesia) untuk mencapai stabilitas nilai rupiah, memelihara stabilitas sistem pembayaran, dan turut menjaga stabilitas sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sesuai dengan Pasal 7 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Sedangkan, kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh bank sentral yang bertujuan untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik atau risiko kegagalan sistem keuangan. Kebijakan moneter dan makroprudensial yang diterapkan pada masa pandemi Covid-19 telah memberikan dampak bagi sektor real estate. Kebijakan moneter dan makroprudensial yang dilakukan pemerintah pada masa Covid-19 pada sektor real estate, yaitu:

1.  Menurunkan suku bunga dan menjaga suku bunga tetap rendah

Pada masa covid-19,  pemerintah melalui Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga dan menjaga suku bunga tetap rendah. Suku bunga yang tetap rendah dan likuiditas yang longgar dapat mendorong suku bunga kredit perbankan semakin menurun meskipun terbatas. Pada masa covid-19, Bank Indonesia memutuskan menurunkan suku bunga dasar kredit (SBDK) sebesar 174 bps selama periode Maret 2020 hingga Maret 2021. Namun, penurunan suku bunga ini hanya diikuti dengan penurunan suku bunga kredit baru sebesar 59 bps. Pada Maret 2021, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga BI 7-day reverse repo rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen, suku bunga deposito sebesar 2,75 persen, dan suku bunga fasilitas pinjaman sebesar 4,25 persen. Pada pasar kredit, penurunan suku bunga kredit perbankan masih berlanjut dan diikuti penurunan suku bunga kredit baru. Tujuan penurunan suku bunga ini adalah untuk merangsang kegiatan perekonomian dengan membuat pinjaman lebih terjangkau. Pada sektor real estate, suku bunga yang lebih rendah berarti hipotek dan real estate lainnya harganya lebih murah. Dampaknya adalah meningkatnya bunga pinjaman pembeli real estate. Semakin rendah tingkat suku bunga, semakin rendah biaya pembiayaan real estate. Hal ini dapat meningkatkan permintaan terhadap real estate. Hal ini juga dapat mendorong pemilik rumah untuk mengambil pinjaman tambahan atau menukar hipotek mereka dengan pinjaman berbunga rendah yang dapat merangsang pasar real estate.

2. Kebijakan  Loan-to-Value/Financing Value (LTV/FTV)

Sumber: istockphoto.com
Sumber: istockphoto.com

Pada  tahun 2021, Bank Indonesia dalam peraturan Bank Indonesia No. 23/2/PBI/2021 memutuskan mengeluarkan kebijakan makroprudensial dengan melonggarkan aturan rasio Loan-to-Value/Financing Value (LTV/FTV) untuk pembiayaan pinjaman real estate menjadi maksimal 100 persen yang berlaku mulai Maret hingga Desember 2021. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyatakan aturan tersebut berlaku untuk semua jenis properti, termasuk rumah tapak, rumah susun, dan bangunan komersial (ruko/rukan). Kebijakan ini ditujukan bagi bank yang memenuhi kriteria Non Performing Financing/Non Performing Loan tertentu. Penerapan aturan rasio LTV/FTV maksimal 100 persen dibedakan antar bank berdasarkan rasio  Non Performing Financing/Non Performing Loan pada ambang batas 5 persen. Bank dengan kredit bermasalah dan memiliki NPF/NPL di bawah 5 persen dikenakan ketentuan LTV/FTV 100 persen. Hal ini berarti peminjam tidak perlu lagi membayar uang muka untuk membeli properti karena peminjam dapat melakukan pinjaman hingga maksimal 100 persen dari nilai properti yang ingin dibeli saat itu. Kebijakan LTV/FTV maksimal 100 persen ini memungkinkan peminjam dapat melakukan pinjaman untuk pembiayaan real estate tanpa harus memberikan uang muka. Sedangkan, bagi bank dengan NPF/NPL di atas 5 persen akan tetap diberikan keringanan, tetapi keringanannya tidak sampai 100 persen. Keringanan LTV/FTV bank untuk kredit bermasalah di atas 5 persen hanya bisa mencapai 90-95 persen, kecuali untuk pembelian rumah pertama kali dan rumah subtipe 21 ke atas. Kebijakan ini tentu dapat mendorong aktivitas pembelian real estate,tetapi juga dapat meningkatkan risiko perbankan tergantung pada bagaimana peraturan tersebut diterapkan dan kriteria yang ditetapkan.

Kebijakan moneter dan makroprudensial yang diterapkan pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan kredit properti, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan mengurangi pengangguran melalui penyerapan tenaga kerja pada sektor real estate. Kebijakan tersebut memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia meskipun pertumbuhannya masih lambat. Berdasarkan data Produk Domestik Bruto (PDB) menurut lapangan usaha, sektor real estate mengalami pertumbuhan dari kuartal pertama hingga kuartal empat pada tahun 2021 (BPS, 2021). Pada kuartal pertama, sektor real estate tumbuh sebesar 0,94 persen dan mengalami kenaikan hingga kuartal empat tahun 2021. Di antara sektor lapangan usaha yang lain, sektor real estate masih menunjukkan nilai yang positif terhadap sumber pendapatan PDB Indonesia, yaitu di angka 0,08 persen pada kuartal pertama tahun 2021.

Grafik 1 Laju Pertumbuhan Kumulatif Sektor Real Estate Pada Tahun 2021

Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik (2022)
Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik (2022)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun