Jujur, ketika membaca buku ini seperti terbawa ke dalam cerita. Terkadang merasa sangat kesal dengan sikap keluarga Hamli, “ihh kok maksa banget sih!” atau “ihh kok jahat banget sih!” Ketika ada saja cobaan kepada Hamli dan Din Wati pasti terpikir “ya Tuhan apa lagi ini kok ada-ada aja ☹”
Novel ini sarat akan makna sosial, moral, cinta kasih dan agama. Selain itu, novel ini menjadi media kritik yang digunakan Marah Rusli pada adat perjodohan Padang yang sudah tidak lagi relevan dengan keadaan di zaman sekarang. Sekeras apapun adat, sejahat apapun rencana orang lain, sesulit apapun jalan yang ditempuh, takdir Tuhan tidak akan tertukar. Bahkan asam di gunung dan garam di laut pun dapat bertemu dalam belanga.
Novel roman yang tidak picisan ini menjadi salah satu warisan terbaik Marah Rusli untuk sastra Indonesia. Seperti pujian yang disampaikan Sukab, maksud saya Seno Gumira Ajidarma, bahwa roman ini adalah harta karun yang memperkaya wacana Indonesia. Terima kasih, Marah Rusli untuk harta karun ini. Semoga membuat isi kepala kami menjadi kaya raya dengan hati yang dipenuhi kasih dan keyakinan akan segala kebaikan Tuhan serta keberanian untuk melakukan apa yang kita yakini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI