MENGATASI TANTANGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI DI INDONESIA
Perspektif Data dan Teori Perkembangan
Sumber berita : laporan tahunan 2022 (UNICEF)
Â
Â
Anak usia dini adalah harapan bangsa. Dalam periode emas ini, perkembangan otak mencapai hingga 90% kapasitas dewasa. Pada fase ini pula, anak membangun dasar untuk keterampilan fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang akan mereka bawa sepanjang hidup. Sayangnya, laporan UNICEF Indonesia 2022 mengungkap berbagai tantangan signifikan yang dihadapi anak-anak usia dini di Indonesia, mulai dari krisis gizi, ketimpangan pendidikan, hingga ancaman kekerasan. Dengan mengintegrasikan data dari laporan tersebut dan teori perkembangan anak, esai ini menganalisis masalah yang muncul dan memberikan solusi berbasis ilmu perkembangan.
- Pandemi COVID-19 dan Ketertinggalan Pembelajaran
Pandemi COVID-19 membawa dampak besar pada pendidikan anak-anak, khususnya di usia dini. Selama hampir dua tahun, sekolah-sekolah di Indonesia ditutup. Laporan UNICEF 2022 mencatat bahwa hingga 4,1 juta anak usia sekolah tidak bersekolah pada tahun 2022. Di Papua, tingkat buta aksara pada anak meningkat drastis dari 32% pada masa prapandemi menjadi 57% selama pandemi. Selain itu, capaian pembelajaran menurun tajam dengan angka ketertinggalan literasi sebesar 40% dan numerasi sebesar 56%.
Dalam perspektif teori kognitif Jean Piaget, anak usia dini berada pada tahap praoperasional. Pada tahap ini, anak-anak belajar melalui interaksi langsung dengan lingkungan dan orang lain. Kehilangan akses ke pendidikan formal selama pandemi berarti kehilangan lingkungan belajar yang sangat penting bagi perkembangan kognitif dan sosial mereka. Ketimpangan ini semakin nyata di wilayah-wilayah terpencil seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT), di mana akses internet yang rendah memperparah isolasi pendidikan.
Sebagai solusi, UNICEF meluncurkan program Safe Return to Learning untuk membantu anak-anak kembali ke sekolah dengan aman. Kampanye ini menjangkau lebih dari 22 juta orang melalui televisi dan 19 juta orang melalui media sosial. Selain itu, program PAUD-HI (Holistik Integratif) mendukung pendidikan usia dini dengan pendekatan yang menggabungkan pendidikan, kesehatan, dan perlindungan anak. Langkah-langkah ini sejalan dengan pandangan Bronfenbrenner bahwa dukungan lingkungan yang positif di tingkat mikro (keluarga dan sekolah) dan makro (kebijakan pemerintah) sangat penting bagi perkembangan anak.
- Krisis Gizi: Stunting dan Wasting
Indonesia menghadapi salah satu tingkat stunting dan wasting tertinggi di dunia. Data UNICEF menunjukkan bahwa 3 dari 10 anak balita mengalami stunting, sementara 1 dari 10 anak menderita wasting. Stunting tidak hanya memengaruhi pertumbuhan fisik tetapi juga perkembangan otak, yang mengurangi kapasitas belajar dan produktivitas di masa dewasa.
Menurut teori perkembangan bioekologi Urie Bronfenbrenner, masalah stunting mencerminkan kelemahan dalam dukungan lingkungan, baik dari keluarga (sistem mikro) maupun pemerintah (sistem makro). Keluarga dengan keterbatasan ekonomi sering kali tidak mampu menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak mereka. Di sisi lain, distribusi bantuan makanan dan program kesehatan belum sepenuhnya menjangkau wilayah-wilayah dengan prevalensi stunting tertinggi.