Â
Saat ini, dunia tengah bersiap menyongsong era baru revolusi industri. Era revolusi industri ini dinamakan revolusi industri 4.0 atau revolusi industri dunia ke empat dimana teknologi informasi sudah menjadi basis dalam kehidupan manusia. Siap tidak siap, suka tidak suka semua orang atau organisasi harus siap menghadapi perubahan ini.
Perlu diketahui, konsep revolusi industri 4.0 pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Klaus Schwab seorang ekonom terkenal asal Jerman dalam bukunya The Fourth Industrial Revolution. Ia menyatakan bahwa revolusi industri 4.0 secara fundamental dapat mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berhubungan satu dengan yang lain.Â
Dengan kata lain segala hal menjadi tanpa batas dan tidak terbatas akibat perkembangan internet dan teknologi digital. Kemunculan era superkomputer, robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi dan neuroteknologi merupakan penanda hadirnya revolusi industri 4.0. Hal ini tentu akan mempengaruhi banyak aspek kehidupan manusia baik dibidang ekonomi, politik, sosial, industri, kebudayaan, dunia pendidikan bahkan gaya hidup sekalipun.
Lalu apa yang akan terjadi jika revolusi industri 4.0 itu berjalan? Menurut Dirjen Pembinaan dan Pelatihan Produktivitas Kemenaker Bambang Satrio Lelono bahwa dengan adanya era ini maka 57% pekerjaan yang ada saat ini akan tergerus tetapi jika kita bisa mempersiapkan diri maka akan banyak juga terbuka lapangan pekerjaan baru.Â
Dengan meningkatnya otomatisasi digital dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence maka komputer dan mesin akan menggantikan pekerja di banyak spektrum dari industri, mulai dari sopir, akuntan, agen properti, agen asuransi, dan lain-lain.
Jika ini terjadi maka hanya akan ada dua kemungkinan yaitu menjadi berkah atau menjadi musibah. Menjadi berkah bila negara dan masyarakat mampu mempersiapkan diri dengan matang sehingga mampu mengambil peluang dan mampu berinovasi industri kreatif. Serta mampu meningkatkan produktivitas dan efesiensi dalam proses produksi yang modern sekaligus memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi konsumen.Â
Akan menjadi musibah jika negara dan masyarakat tidak mampu beradaptasi dengan perubahan sehingga menimbulkan ancaman pada pekerjaan yang sudah ada. Sehingga ancaman kehilangan pekerjaan, tutupnya usaha karena tidak mampu bersaing, menurunnya produktivitas dan kualitas hidup yang akan menimbulkan banyaknya pengangguran dan menurunnya pertumbuhan ekonomi yang bisa membawa suatu negara diambang kehancuran.
Indonesia merupakan negara berkembang yang paling padat penduduknya di Asia Tenggara yang diprediksi paling terdampak terhadap pengalihan pekerjaan jika era ini tiba. Â Untuk itu dalam mempersiapkan diri menyambut perubahan ini diperlukan cara yang terintegrasi dan komprehensif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan baik itu pemerintah, lembaga negara terkait, sektor swasta, dunia pendidikan maupun masyarakat luas tentunya.
Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen yang berfungsi sebagai otoritas moneter telah bergerak cepat dan optimis untuk menyambut revolusi industri ini. Bank Indonesia (BI) meminta kepada para pelaku industri, regulator, dan stakeholder agar tidak takut dan khawatir  menghadapi era revolusi industri 4.0.Â
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko dalam seminar "Strategi Zaman Now Perkuat Sistem Pembayaran Nontunai" yang digagas Warta Ekonomi di Jakarta, Senin (23/2/2018) mengatakan "bahwa yang terpenting adalah bagaimana regulator, pelaku industri, lintas otoritas, dan stakeholder lainnya mempersiapkan diri secara bersama untuk memastikan bahwa kehadiran era revolusi industri 4.0 dan era digital ini bermanfaat bagi pertumbuhan perekonomian nasional.Â