Dosen Pengampu       : Andreas P. Sitepu, SE.,M.Ak
E-mail               : andresstie120986@gmail.com
Nama                : Anisa
Kita tahu bahwa covid-19 telah membalikkan dunia dalam sekejap, dimana pandemi ini mempengaruhi hampir setiap bidang kehidupan kita. Di Indonesia sendiri, covid-19 Â disebut sebagai bencana nasional dengan penyebaran yang sangat cepat dan masif. Tak hanya menyerang kesehatan, covid-19 Â dengan kekuatannya mampu mengguncangkan perekonomian diberbagai negara dikarenakan daya beli masyarakat yang ikut terpukul berat. Sama halnya dengan para pengusaha yang merasakan dampak negatif karena terganggunya mata rantai produksi industri, hingga dengan terpaksa melakukan PHK terhadap banyak karyawannya. Pun pasar bursa yang ikut melemah menjadi alasan bahwa perekonomian Indonesia diperkirakan akan terus melambat.
Dalam upaya penanganan covid-19, pemerintah mengambil kebijakan-kebijakan guna menekan penyebaran virus ini. Diantaranya seperti anjuran stay at home, study from home, work from home, serta penerapan protokol PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar. PSBB merupakan pembatasan kegiatan tertentu dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi virus corona. Tempat-tempat seperti sekolah, perkantoran, rumah ibadah, restoran, fasilitas umum lainnya hingga sarana transportasi dibatasi  kegiatan atau operasinya untuk menghindari kontak fisik (physical distancing).  Masyarakat pun lebih banyak melakukan komunikasi lewat gawai  daripada bertatap muka langsung karena digitalisasi yang berjalan jauh lebih cepat, lebih dekat dan lebih kooperatif.
Selama kondisi ini pula untuk memenuhi berbagai kebutuhan, masyarakat dihadapkan pada  alternatif pilihan yang  tidak banyak dalam melakukan transaksi.  Terlebih ketika mengetahui bahwa uang kertas dapat menjadi jembatan penyebaran virus, banyak masyarakat berpindah ke transaksi secara digital.  Transaksi digital memang memudahkan masyarakat karena dapat dilakukan dimana saja, terlebih untuk membatasi penggunaan uang  kertas. Meskipun bukan hal baru dan sudah menjadi bagian dari gaya hidup masa kini, tak dapat dipungkiri bahwa kecenderungan bertransaksi secara digital meningkat pesat sejak pandemi muncul. Sehingga untuk memberikan rasa aman sekaligus melaksanakan himbauan pemerintah, masyarakat beralih menggunakan e-commerce untuk belanja berbagai kebutuhan dan melakukan pembayaran via online.
Dilansir dari Republika.co.id, transaksi uang elektronik pada Maret 2020 tumbuh tinggi yakni 67.9 persen, dan volume transaksi digital banking juga tumbuh laju hingga mencapai 60.8 persen. Tak hanya e-commerce, sejumlah swalayan atau supermarket juga sudah banyak yang menyediakan pembayaran digital. Layanan perbankan hingga layanan publik misalnya PLN juga menghimbau agar masyarakat dapat membayar tagihan secara online. Maraknya masyarakat yang beralih dari transaksi tunai ke transaksi digital akhir-akhir ini lantas membuat kita bertanya, apakah platform yang disediakan sudah memenuhi kualitas standar untuk memberi kemudahan dan rasa aman bagi para penggunanya?
E-wallet sendiri adalah salah satu jenis e-payment dimana pengguna dapat melakukan transaksi dengan memanfaatkan internet, tanpa harus kontak langsung dengan penjual. E-wallet menyimpan dan mengontrol informasi dari pengguna/user seperti password, alamat pembelian, rincian kartu kredit pengguna, dan data penting lainnya. E-wallet menyediakan cara yang mudah, cepat, dan aman serta memungkinkan pengguna untuk melacak informasi tagihan dan transaksi pengiriman. Selain kemudahan, e-wallet juga menawarkan diskon dan cashback untuk menarik minat masyarakat. Di Indonesia sendiri terdapat enam platform yang menjadi pilihan, seperti OVO, DANA, Go Pay, T-Cash, Mandiri E-Cash dan Sakuku. Naiknya penggunaan e-wallet secara signifikan membuktikan reaksi masyarakat terhadap krisis pandemi ini.
E-wallet atau dompet digital sendiri memiliki sistem QR Code (Quick Response Code) yaitu sistem barcode yang dapat dipindai pada saat melakukan transaksi. Pengguna juga harus mengetik PIN untuk dapat menjalankan pembayaran, sehingga pengguna tak perlu khawatir jika handphone hilang atau dicuri, maka aplikasi dapat diunduh pada handphone lainnya dengan terlebih dahulu menon-aktifkan aplikasi e-wallet pada handphone lama. Kemudahan lainnya yaitu pengguna dapat mengisi ulang saldo e-wallet di gerai offline, bahkan tidak wajib untuk memiliki rekening bank. Dengan begini, tentu transaksi menjadi super praktis.
Lalu bagaimana dengan keamanannya? Tiap e-wallet memiliki sistem keamanannya masing-masing yang sebenarnya cukup identik, seperti menggunakan kode OTP, PIN, dan QR Code. Meskipun menjaga keamanan data pribadi merupakan tanggung jawab dari platform tersebut, namun kita sebagai pengguna juga harus waspada dan cermat dalam menggunakan e-wallet. Dalam usaha menjaga privasi data, pengguna dapat melakukan hal-hal seperti:
- Membuat nomor PIN yang sulit ditebak dan menggantinya secara berkala.
- Menjaga kerahasiaan PIN saat bertransaksi di tempat terbuka atau banyak orang.
- Agar lebih aman, pasang pula kata sandi pada handphone atau gadget agar tidak sembarang digunakan orang lain.
- Merahasiakan kode OTP dari orang lain.
- Rutin mengecek saldo yang terdapat pada e-wallet, karena dikhawatirkan uang diambil tanpa disadari.
- Mengecek riwayat transaksi atau pembayaran yang telah dilakukan, untuk memastikan tidak ada kegiatan mencurigakan dengan e-wallet yang digunakan.
- Memperbarui anti virus pada perangkat handphone atau gadget untuk menghindari data diretas oleh hacker.