Menurut PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Mediasi, bahwa Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator. Pada pasal 3 ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Mediasi menyatakan bahwa Setiap hakim, mediator, para pihak dan/atau kuasa hukum wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui Mediasi. Melalui ini, regulasi tentang mediasi secara tidak langsung menyatakan urgensi mediasi itu sendiri dalam penerapannya pada kasus gugatan perceraian, melalui amanat regulasi tersebut diatas, maka mediasi diimplementasikan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan.
Realita saat ini adalah tingginya angka gugatan perceraian ke Pengadilan Agama (PA), yang kemudian marak berujung pada perceraian dengan upaya mediasi yang gagal. Berdasarkan laporan Statistik Indonesia Tahun 2023, kasus perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus pada tahun 2022. Â Angka ini meningkat 15% dibandingkan 2021 yang mencapai 447.743 kasus. Mediasi sebagai upaya pertama yang ditawarkan sebelum gugatan perceraian diproses tentunya turut berperan sebagai upaya kontrol maraknya kasus perceraian. Sejatinya mediasi bukan sebagai upaya penyelesaian seluruh perkara secara total melainkan upaya alternatif menuju kesepakatan damai antar kedua belah pihak untuk membatalkan gugatan cerai dengan kesadaran bersama. Artinya setelah proses upaya mediasi dinyatakan behasil, kedua belah pihak harus dapat dipastikan berdamai dan kembali melanjutkan hubungan rumah tangga sembari mengupayakan pemulihan kondisi yang sebelumnya menjadi faktor pengajuan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama.
Oleh karena itu, pihak yang terseret kedalam kasus gugatan perceraian hendaknya diayomi dengan memanfaatkan upaya mediasi. Kedua belah pihak diberikan penerangan terkait segala bentuk hal yang berhubungan dengan perceraian, mulai dari dampak perceraian terhadap kedua belah pihak maupun pihak lain yang terkait seperti anak dan kerabat dekat, kemudian juga penerangan psikologis kedua belah pihak, hingga segala bentuk dampak yang ditimbulkan saat pra perceraian, proses perceraian, dan pasca perceraian. Maka daripada itu, mediasi memberikan upaya dengan adanya pendekatan kepada kedua belah pihak secara langsung untuk menengahi dan memulihkan kondisi awal dengan kesepakatan bersama.
Bagaimana kemudian urgensi daripada mediasi dalam gugatan perceraian? Terkait mediasi sendiri, sudah sangat jelas diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan yakni pada Penerapan PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Mediasi. Implementasi mediasi sebegitu pentingnya karena tanpa upaya ini, kasus perceraian akan terus berproses tanpa alternatif penyelesaian yang mengarah pada perdamaian atau rujuk. Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif).
Urgensi mediasi juga tidak hanya diukur melalui peraturan yang sudah diundangkan, melainkan juga pada implementasi dan penerapannya di Pengadilan Agama yang sudah seharusnya dioptimalkan, mengingat kaidah islam bahwa perceraian memang suatu hal yang diperbolehkan namun harus sangat dihindari dengan meminimalisir faktor-faktor penyebab perceraian terjadi. Dengan ini, maka hal yang harus benar-benar diupayakan secara optimal adalah upaya mediasi terlebihdahulu, bukan hanya memandang bagaimana prosedur mediasi melalui peraturan perundang-undangan, tapi juga harus dibarengi dengan berbagai bentuk upaya pendukung keberhasilan proses mediasi.
Tolak ukur seberapa pentingnya optimalisasi mediasi adalah taraf keberhasilannya yang membawa pada perdamaian dan pemulihan kondisi seperti semula, melihat fakta bahwa mediasi jauh lebih sering berujung pada proses yang gagal, maka optimalisasi itu perlu dipertanyakan apakah dalam bermediasi sudah dilaksanakan seoptimal mungkin sehingga tidak berujung pada perceraian yang kemudian membawa pada dampak-dampak negatif lain dari perceraian itu sendiri.
Selain itu, urgensi mediasi juga sebagai upaya penekanan tingkat perceraian di Indonesia, pemangku hak yang mengambil peran besar dalam proses mediasi gugatan perceraian hendaknya benar-benar mengupayakan keberhasilan proses mediasi, sebagai contoh yaitu dengan menghadirkan seluruh pihak pendukung berlangsungnya proses mediasi dengan baik, memperhatikan dengan benar prosedur pelaksanaan mediasi, dan mengedepankan upaya-upaya penerangan psikologis karena gugatan perceraian sangat identik dan berkaitan erat dengan unsur keadaan mental dan pola fikir pihak terkait.
Mediasi berperan besar dalam mengontrol dan mengatasi angka perceraian yang tinggi dan meningkat di Indonesia, namun hal ini bergantung lagi kepada bagaimana proses mediasi diupayakan berhasil, oleh karena itu proses mediasi perlu dioptimalkan dengan tidak hanya sekedar menyelaraskan pada prosedur perundang-undangan sehingga terkesan hanya sebagai formalitas, tapi juga perlu diupayakan optimalisasinya melalui segala aspek terkait upaya kebrhasilan mediasi.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H