Mohon tunggu...
Anis Fm
Anis Fm Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Etika Mencari Harta dalam Islam

27 Februari 2018   12:32 Diperbarui: 27 Februari 2018   12:36 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Etika Mencari Harta

 Berhati-hati lah jika mencari harta, karna sangat berbahaya jika kita meremehkannya. Bahkan bisa menghalangi kita untuk masuk ke surga dan menjerumuskan kita kedalam api neraka.

"Cari yang haram saja susah apalagi cari yang halal!"

 Ungkapan di atas seolah telah menjadi legalitas untuk mencari harta dengan cara-cara yang tak halal. Begitulah sebagian kenyataan yang terjadi di tengah masyarakat. Khususnya, dalam urusan mencari rezeki, hanya sedikit yang mau peduli dengan rambu-rambu syari'at.

BERIKUT INI PRASYARAT MENCARI NAFKAH:

Seseorang yang akan mencari nafkah, baik sebagai pedagang, pekerja upahan, pegawai atau profesi lainnya, hendaklah memperhatikan dua perkara penting berikut ini:

Pertama : Ilmu.

Berilmu sebelum berkata dan berbuat! Ini adalah prinsip yang sudah disepakati bersama. Namun dalam prakteknya, prinsip ini hanya tinggal prinsip. Berapa banyak orang-orang yang menganut prinsip ini, justru melanggarnya, apalagi orang-orang yang tidak mengetahuinya.

Demikian pula dalam masalah jual beli. Seseorang hendaklah memahami apa saja yang wajib dia ketahui berkaitan dengan amalan yang akan dia kerjakan.

Umar bin Al Khaththab Radhiyallahu 'anhu pernah melarang para pedagang (pelaku pasar) yang tidak mengetahui hukum-hukum jual beli untuk memasuki pasar. Minimal, ia harus mengerti hal-hal penting yang wajib diketahuinya. Sebagai contoh,

Seorang pedagang harus tahu barang apa saja yang dilarang diperjual-belikan. Misalnya, minuman keras, bangkai, anjing, babi dan lainnya. Dasarnya ialah hadits Abu Hurairah z bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr dan mengharamkan hasil jual beli khamr, mengharamkan bangkai dan hasil jual beli bangkai, dan mengharamkan babi serta mengharamkan hasil jual beli babi". [5]

Seorang pedagang juga dilarang berlaku curang dalam timbangan dan takaran. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

{1} {2}

"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi". [Muthaffifiin:1-3].

Semua itu hanya dapat diketahui dengan ilmu. Dan masih banyak lagi perkara lain yang berkaitan dengan larangan-larangan dalam jual beli yang harus diketahui seorang pedagang, baik menyangkut waktu, tempat, barang, etika dan tata caranya.

Sebagai pegawai, seseorang juga harus mengetahui apa saja yang dilarang berkaitan dengan pekerjaannya. Misalnya, seorang pegawai dilarang mengambil hadiah saat tugas atau dinas, karena hal itu termasuk ghulul (komisi) yang diharamkan. Diriwayatkan dari Abu Humaid As Saa'idi Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah berkata:

"Hadiah bagi para amil (pegawai) termasuk ghulul! [7] [Hadits shahih. Telah dishahihkan olehSyaikh Muhammad Nashiruddin Al Albaani dalam Irwaaul Ghalil 2622].

Tentu saja, bila seseorang tidak mengetahui hal-hal tersebut ia bisa terjatuh ke dalam perkara haram.

Kedua : Takwa.

Takwa adalah sebaik-baik bekal. Pedagang, pegawai atau apapun profesinya harus memiliki bekal takwa. Secara umum Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan dan mengancam para pedagang dengan sabda Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Para pedagang itu kebanyakannya orang-orang fajir". [8]

Pedagang yang fajir, yaitu pedagang yang tidak mengindahkan rambu-rambu syariat. Sehingga ia jatuh ke dalam larangan-larangan, seperti bersumpah palsu untuk melariskan dagangan, menipu, khianat, curang dan lain-lain.

Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm memuji pedagang yang jujur lagi bertakwa. Abu Sa'id Al Khudri Radhiyallahu 'anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Pedagang yang jujur lagi terpercaya akan bersama para nabi, kaum shiddiq dan para syuhada". [HR At Tirmidzi, Al Hakim, dan Ad Darimi.

JADI, KEJUJURAN DAN AMANAH MERUPAKAN BUAH DARI TAKWA

Demikian pula pegawai, harus berbekal takwa. Maraknya kasus-kasus korupsi, suap-menyuap, kecurangan, merupakan akibat hilangnya ketakwaan. Sehingga membuat seseorang menjadi gelap mata saat melihat gemerlap dunia.

Sebagian orang ada yang berprinsip, carilah harta sebanyak-banyaknya meski dengan cara-cara yang haram, seperti korupsi, suap, penipuan, kecurangan dan lainnya. Nanti setelah terkumpul harta yang banyak, baru berbuat baik, bersedekah dan lain sebagainya. Prinsip dan anggapan seperti ini jelas salah. Sebab Allah Maha Baik dan tidak menerima, kecuali yang baik-baik.

Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa mengumpulkan harta haram kemudian menyedekahkannya, maka ia tidak memperoleh pahala darinya dan dosanya terbebankan pada dirinya".[9]

Sedekah dan kebaikannya itu tidak bernilai sedikit pun di sisi Allah. Dia tetap terbebani dosa karena telah mengumpulkan harta melalui cara yang haram. Jadi, anggapan seperti di atas jelas keliru.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan perilaku semacam ini sebagaimana tersebut dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram". [HR Bukhari].

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga telah menyampaikan ancaman terhadap orang-orang yang memakan harta yang haram. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya". [HR Ahmad dan Ad Darimi].

Demikianlah dua perkara penting yang harus dimiliki, yaitu ilmu dan ketakwaan. Jadilah pedagang atau pegawai yang berilmu dan bertakwa, sebab ilmu dan takwa itu merupakan kunci kesuksesan dalam mencari rezeki yang halal lagi baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun