Di dalam Kelenteng biasanya terdapat berbagai macam rupang/patung dewa-dewi, di antaranya rupang aliran Buddha Mahayana, rupang aliran Taois, rupang aliran Konfusianis. Seperti klenteng Eng An Kiong yang saya dan teman-teman kunjungi, di sana kami bertemu dengan bapak Rudi Phan yang sangat ramah, beliau menjadi pemimpin di klenteng ini. Beliau mengajak kami menyusuri setiap ruangan di dalamnya. Di dalam klenteng ini terdapat banyak patung. Seperti patung dewa Cai Shen Me yang merupakan dewa yang menguasai kekayaan, harta, atau rezeki dalam mitologi Tiongkok. Dewa Cai Shen Me dianggap penting dalam kehidupan umat Tionghoa. Jadi jika ada umat Tionghoa yang sedang kesusahan dalam hal ekonomi, maka ia akan mendatangi dewa Cai Shen Me untuk meminta kemudahan dalam mencari rezeki. Lalu ada juga patung dewa Hung Guang Cek Cuen Wan yang merupakan dewa pelindung masyarakat yang melindungi dari musibah. Selain patung dewa-dewi juga ada patung kura-kura yang merupakan simbol panjang umur. Dan masih banyak patung-patung yang lain. Yang kesemuanya berjumlah 99 rupang/patung dewa-dewi yang tersebar di setiap ruangan.
Pak Rudi juga menjelaskan bahwa Umat Khonghucu biasanya melakukan ibadah di klenteng setiap tanggal 1 dan 15 penanggalan Imlek. Namun ada pula yang melaksanakannya pada hari Minggu dan hari lain, hal ini disesuaikan dengan kondisi dan keadaan umat. Adapun kegiatan di klenteng yaitu sembahyang pada thian yang merupakan sebutan Tuhan dalam agama Konghucu yang memiliki arti Satu Yang Maha Besar, Maha Kuasa, Maha Esa. Dalam kitab suci agama Konghucu Shishu Wujing (kitab yang lima) ada beberapa istilah atau sebutan Tuhan diantaranya Huang Tian, Min Tian, dan Shang. Jadi meskipun di klenteng banyak sekali patung akan tetapi umat agama Konghucu tidak menyembah patung-patung tersebut. Karena patung-patung tersebut hanya sebagai bentuk rasa syukur (terima kasih) untuk para dewa-dewa yang telah memberikan kontribusi yang sangat besar dan teladan yang baik bagi umat Konghucu. Dewa-dewa di agama Konghucu ini adalah istilah untuk nabi dan leluhur yang disembahyangi dan dihormati. Kegiatan lainnya adalah kebaktian pada nabi konghucu, sembayang bagi leluhur dan perayaan hari besar keagamaan seperti tahun baru Imlek, Cap Go Meh, Twan Yang, dan hari Tangcik.
Cara sembahyang umat Konghucu pastinya juga ada aturannya. Umumnya, kegiatan sembahyang menggunakan 1 atau 3 batang hio (dupa), karena jumlahnya melambangkan makna yang berbeda-beda. Oleh karena itu, hio tidak boleh asal dibakar. Setelah dibakar lalu dimatikan dengan cara dikibaskan karena tidak boleh ditiup. Kemudian melafalkan doa dan menancapkan hio tersebut di tempatnya yang bernama hiolo.
Setelah puas menikmati pemandangan di setiap ruangan klenteng kami pun izin pamit dan mengucapkan terima kasih pada pak Rudi yang telah meluangkan waktunya dan memberikan penjelasan dengan detail tentang banyak hal dari agama beliau dan klenteng Eng An Kiong.
Dengan mengunjungi klenteng kita bisa belajar tentang bagaimana hidup rukun dan damai. Meskipun berasal dari agama, ras, bahasa, suku, budaya, dan latar belakang yang berbeda. Klenteng mengajarkan kita sikap toleransi. Menghargai dan menghormati orang lain yang berbeda dengan kita. Jika kita tidak suka diejek, dikecilkan, dan dihina, maka janganlah kita mengejek dan menghina orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H