Planologi dapat dipahami dengan pendekatan bayani dan burhani, dua metode keilmuan dalam tradisi pemikiran Islam yang berfokus pada pemahaman berbasis teks (bayani) dan logika atau rasionalitas (burhani).
1. Planologi secara Bayani
Surah Al-Qashash (28:77):
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."
Â
Pendekatan bayani adalah pendekatan berbasis teks, terutama pada wahyu atau nas (Al-Qur'an dan Hadis), serta referensi dari pemikiran para ulama klasik. Dalam konteks planologi, pendekatan ini merujuk pada prinsip-prinsip dasar yang diajarkan dalam Al-Qur'an dan Hadis terkait dengan perencanaan, pengelolaan lingkungan, dan kewajiban manusia sebagai khalifah di bumi.
Misalnya:
- Khalifah di Bumi: Al-Qur'an menegaskan bahwa manusia memiliki tugas sebagai khalifah (wakil) Allah di bumi, yang berarti manusia bertanggung jawab dalam menjaga dan mengelola bumi secara bijaksana. Hal ini dapat diartikan sebagai dasar etis bagi perencanaan wilayah, di mana setiap pembangunan harus memperhatikan keseimbangan dan kelestarian alam.
- Larangan Berbuat Kerusakan: Dalam Surah Al-Baqarah (2:205) dan Al-Qashash (28:77), Allah melarang manusia untuk melakukan kerusakan di bumi. Larangan ini menjadi dasar dalam menjaga lingkungan dalam proses perencanaan wilayah dan kota, seperti menghindari pembangunan yang merusak ekosistem, mengurangi polusi, dan memastikan pembangunan yang berkelanjutan.
- Pemakmuran dan Pemanfaatan Bumi: Dalam Surah Hud (11:61), Allah menyatakan bahwa manusia harus memakmurkan bumi. Ini menunjukkan bahwa manusia diberi izin untuk memanfaatkan bumi dengan syarat memelihara kelestariannya. Prinsip ini sesuai dengan tujuan planologi yang berupaya memanfaatkan ruang secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat tanpa merusak lingkungan.
Dengan pendekatan bayani, planologi mendapatkan landasan etis yang kuat untuk mewujudkan pembangunan yang sejalan dengan ajaran Islam, di mana perencanaan wilayah harus memperhatikan keharmonisan antara manusia dan lingkungan.
2. Planologi secara Burhani
Pendekatan burhani adalah pendekatan yang berfokus pada penalaran logis, ilmiah, dan analisis empiris. Dalam konteks planologi, pendekatan ini melibatkan metode ilmiah dan data-data kuantitatif serta kualitatif untuk membuat keputusan yang rasional dan berlandaskan bukti.
Dalam planologi, pendekatan burhani melibatkan hal-hal berikut:
- Studi dan Analisis Data: Melakukan pengumpulan data tentang populasi, kondisi geografis, pola ekonomi, dan faktor lingkungan. Misalnya, studi terkait kepadatan penduduk, pola permukiman, risiko banjir, dan potensi sumber daya alam membantu perencana untuk membuat keputusan yang tepat.
- Metode Ilmiah: Planologi menggunakan model matematis, simulasi komputer, dan analisis statistik untuk memprediksi hasil dari rencana tata ruang. Hal ini memastikan bahwa keputusan perencanaan bukan hanya berbasis asumsi tetapi didukung oleh data dan hasil penelitian yang valid.
- Aspek Sosial, Ekonomi, dan Ekologi: Pendekatan burhani dalam planologi memperhitungkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari setiap keputusan pembangunan. Misalnya, merencanakan transportasi umum yang efektif di wilayah perkotaan akan mengurangi kemacetan, meningkatkan kualitas udara, dan mengurangi biaya hidup masyarakat.
- Pertimbangan Keberlanjutan: Pendekatan ini juga mengedepankan keberlanjutan, dengan memastikan bahwa pembangunan yang direncanakan dapat mendukung generasi mendatang. Hal ini terlihat dalam konsep perencanaan yang mempertimbangkan dampak jangka panjang, seperti mitigasi risiko bencana alam dan perlindungan area konservasi.