Di sisi lain, para pendukung berpendapat bahwa terjadinya kekerasan ditentukan oleh budaya patriarki; sebuah konsep sosial yang menempatkan laki-laki sebagai yang utama atau dominan, baik dalam konteks kepemimpinan politik, kekuatan moral, hak-hak sosial, dan penguasaan properti.Â
Budaya ini dilestarikan dan dilestarikan oleh nilai-nilai, tradisi dan (interpretasi) agama. Dari perspektif budaya ini, perempuan selalu menjadi entitas subordinat, sekunder atau subordinat. Di beberapa kalangan, perempuan bahkan digambarkan sebagai sumber fitnah dan malapetaka.
Oleh karena itu, proses pengesahan RUU PKS harus dipercepat dengan sistem yang kuat dan terorganisir yang tidak terlibat dalam kebijakan transaksi apapun. Pada dasarnya setiap kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah justru akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.Â
Namun demikian, setiap kebijakan perlu dirumuskan secara sistematis dalam rangka perlindungan dan normalisasi kehidupan berbangsa yang disyaratkan oleh reformasi, dalam hal ini pengesahan RUU PKS sebagai kerangka perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual.