November 2019 tahun lalu, dunia dikagetkan dengan kehadiran virus yang berbahaya serta mematikan dengan tingkat penularan yang sangat tinggi, yang saat ini kita kenal dengan Coronavirus Disease (Covid-19).Â
Oleh organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO), virus ini kemudian dikategorikan sebagai pandemi global setelah jumlah infeksi di seluruh dunia mencapai lebih dari 121.000 dengan peningkatan yang sangat signifikan selama dua pekan.
Dalam waktu yang amat singkat, tak hanya sektor kesehatan, ekonomi dunia pun turut tumbang karena imbas dari pandemi ini. Selain organisasi kesehatan dunia, organisasi kesetahan pangan atau Food Agricultural Organization (FAO) Â pun telah mengeluarkan statement terkait potensi terjadinya krisis pangan global.Â
Rantai pasokan pangan dunia juga akan terancam di tengah penerapan pembatasan sosial, larangan perjalanan, dan karantina wilayah yang saat ini kembali dilakukan karena meningkatnya kasus Covid-19.Â
Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan sama pentingnya dengan kesehatan masyarakat. Jika dokter dan tenaga medis merupakan tentara dalam upaya melawan penyebaran Covid-19, begitu juga para petani, penyuluh, dan insan pertanian lainnya. Pertahanan yang penting dalam melawan Covid-19 ialah ketahanan pangan.
Selama masa pandemi ini telah terjadi kekurangan supply karena penyaluran terganggu, kesehatan petani yang terganggu, dan kendala lainnya. Menurut Kementerian Pertanian (2020) harga produk-produk pertanian meningkat secara global akibat pertumbuhan ekonomi global melambat yang menyebabkan penurunan produksi pertanian.Â
Di Indonesia hampir semua produksi pertanian mengalami penurunan. Semenjak diumumkannya kasus pertama pada Maret 2020 lalu, peningkatan terjadi pada harga rata-rata komoditas pangan seperti beras berkualitas sedang, daging sapi, daging ayam, gula, minyak, dan telur.
Sebagai contoh, pada awal pandemi Covid-19, harga daging ayam ras di tingkat peternak mengalami penurunan jika dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 33% (April 2020).Â
Namun, pada bulan berikutnya justru mengalami kenaikan harga hingga 55% dari tahun sebelumnya. Dari data tersebut terlihat bahwa pandemi Covid-19 berdampak pada ketidakstabilan harga daging ayam ras di tingkat peternak. Demikian juga harga telur ayam ras yang mengalami penurunan sejak masa pandemi Covid-19.Â
Penurunan harga telur ayam ras tertinggi terjadi pada bulan Mei 2020 yang mencapai 31% dari tahun sebelumnya. Penurunan harga daging dan telur ayam ras tersebut disebabkan adanya pasokan yang melimpah sementara permintaan cenderung menurun pada masa pandemi Covid-19.
Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah, secara langsung maupun tidak langsung menjadi salah satu faktor terjadinya peningkatan harga ini. Perubahan perilaku konsumen pada masa pandemi Covid 19 dan new normal juga turut berubah. Perubahan ini harus direspons oleh pelaku usaha pertanian untuk menentukan strategi pemasaran yang tepat. Melalui model penjualan online (e-commerce) dapat menjadi pilihan karena semakin diminati konsumen pada masa pandemi Covid-19.Â