Mohon tunggu...
Anindya Bakrie Stories
Anindya Bakrie Stories Mohon Tunggu... profesional -

Kumpulan tulisan mengenai Anindya Bakrie.\r\n\r\nBlog Resmi: www.aninbakrie.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Pengalaman Meningkatkan Pelanggan dari 100 Ribuan Menjadi 12 Juta Pelanggan

10 November 2014   02:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:13 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_1120" align="alignright" width="300" caption="Sumber Gambar: AninBakrie.com"][/caption] Jumat malam, 26 November 2010, Jakarta diguyur hujan deras, di mana-mana jalan macet. Anindya Bakrie menuju Jalan TB Simatupang, Cilandak, Jakarta Selatan. Bukan hendak rapat atau ada urusan bisnis. Anin, sapaan akrab Anindya, juga tidak hendak jalan-jalan ke mal, walau di dekat situ ada Cilandak Town Square (Citos). Malam itu Anin pergi ke kampus. Beliau diundang oleh Sekolah Bisnis Prasetya Mulya. Anin datang bukan untuk ikut kuliah, tetapi diundang menjadi dosen tamu di sana. Ini pengalaman menarik bagi beliau, karena bukan dosen, tapi diminta mengajar. Singkat kata, malam itu Anin menjadi dosen dadakan. Materi yang disiapkan adalah “Capital Structuring Strategy to Fund Exponential Growth”.  Anin menyiapkan presentasi slide show lengkap dengan diktat layaknya seorang dosen betulan. Namun dalam penyampaiannya, santai sekali. [caption id="attachment_1121" align="alignleft" width="300" caption="Sumber Gambar: AninBakrie.com"]

[/caption] Pertama-tama dikatakan bahwa teori keuangan itu penting. Namun ada yang lebih penting, yaitu nilai-nilai kewirausahaan atau entrepreneurship. Kewirausahaan ini adalah cara membangun jembatan antara kemauan dan kemampuan. Ada kemampuan belum tentu ada kemauan, ada kemauan belum tentu ada kemampuan. Jembatan ke dua hal ini adalah kewirausahaan. Kemampuan yang dimaksud Anin bukan hanya kemampuan keuangan saja, tapi juga kemampuan bermimpi, kemampuan cari koneksi, dan lain-lain. Tapi di luar itu semua juga ada faktor mujur atau luck. Tapi, itu tidak berarti kita cukup berdoa saja tanpa berusaha. Luck itu, orang bilang, datang karena kesempatan dan kerja keras juga. Lalu Anin mengulas teori keuangan seperti capital rising atau pendanaan, soal equity, dan sebagainya. Tapi beliau bilang pada mereka hal-hal itu bisa dipelajari sendiri di buku. Kemudian beliau memulai saja menceritakan soal pengalamannya membangun Bakrie Telecom. Kisah sukses Esia ini yang mereka perlu ketahui dan pelajari jika ingin terjun di bisnis. [caption id="attachment_1122" align="alignright" width="300" caption="Sumber Gambar: AninBakrie.com"]
ANB_2010112601
ANB_2010112601
[/caption] Anin ceritakan kisah Bakrie Telecom bermula saat beliau baru lulus dari Stanford University. Saat itu, keluarga memberi amanah kepadanya untuk memegang sebuah perusahaan yang sangat buruk kondisinya. Perusahaan ini namanya Ratelindo, alias Radio Telepon Indonesia. Bener-bener kayak radio, kadang jalan kadang enggak …hahaha. Saat itu Ratelindo cuma punya 100 ribu pelanggan meski sudah 8 tahun dan basisnya cuma di Jakarta. Kondisi keuangannya juga memprihatinkan. Waktu saya masuk, perusahaan ini rugi besar USD60 juta. Pendapatannya sendiri paling banter cuma Rp300 miliar, sementara utangnya tadi sekitar Rp600miliar. Sampai tahun kuda pun tidak akan pernah terbayar utang ini. Dalam kondisi seperti itu orang tuanya bilang: “Nin, lihatin tuh perusahaan.” Anin bilang: “Ngapain dilihatin, udah jelek begitu.” Orang tua beliau tetap bilang; “Pokoknya lihatin.” Oke, sebagai anak yang baik beliau terima. Tapi beliau bikin perjanjian, kalau dalam tiga bulan tidak ada peluang perbaikan, Anin boleh menjualnya. Orang tua setuju, lalu beliau pegang perusahaan itu. Kerja lah dalam tiga bulan. Namun sudah tiga bulan dicoba, masih tidak jalan Ratelindo ini. Mau dijual juga tidak laku. Mau tidak mau, musti memutar otak. Inilah entrepreneurship, bagaimanana memutar otak dalam keadaan tidak menguntungkan. [caption id="attachment_1123" align="alignleft" width="300" caption="Sumber Gambar: AninBakrie.com"]
ANB_2010112605
ANB_2010112605
[/caption] Anin berpikir bagaimana caranya membayar hutang yang begitu besar. Apalagi, ini industri padat modal yang perlu banyak modal kalau ingin besar. Sementara itu, bagaimana bisa punya modal banyak, utang aja gede. Apalagi lawannya perusahaan besar seperti Telkom, Indosat, dan sebagainya. Anin berpikir terus bagaimana menyiasatinya. Nah, kemudian beliau dapat inspirasi dari industri penerbangan. Di sana ada Singapore Airways dan British Airlines, keduanya perusahaan besar. Mereka menawarkan layanan tinggi dan fasilitas lengkap dan modern. Di saat yang sama ada juga penerbangan yang bernama Air Asia. Perusahaan ini lebih kecil tapi tidak kalah dengan dua raksasa tadi. Rupanya, setelah dipelajari, mereka menerapkan konsep low cost carrier atau singkatnya menawarkan tarif terbang yang lebih murah atau terjangkau. Pokoknya, value for money. Anin melihat hal ini bisa diterapkan dalam dunia telekomunikasi. Saat itu perusahaan telekomunikasi besar sedang perang layanan dan teknologi. Mulai dengan bisa mengirim gambar, GPRS, dan sebagainya. Padahal Anin yakin kebanyakan pelanggan tidak begitu peduli dengan itu. Seperti halnya membeli komputer mahal-mahal, paling-paling yang dipakai cuma aplikasi Office seperti Word atau Power Point. [caption id="attachment_1124" align="alignright" width="300" caption="Sumber Gambar: AninBakrie.com"]
ANB_2010112606
ANB_2010112606
[/caption] Seperti halnya kalau kita terbang, tentu yang utama adalah bagaimana bisa terbang dari titik A ke B dengan selamat. Begitu juga dengan telekomunikasi, ujung ujungnya kebanyakan pelanggan cuma ingin bagaimana bisa menelepon, kirim sms, dan tarifnya murah. Lalu, Anin mulai merancang bisnis telekomunikasi yang 100 persen berbeda. Bagaimana harus menjual ala Air Asia. Kebetulan beliau punya teman baik yang bergerak di bidang consumer goods. Beliau minta diajak ke pasar dan diajari bagaimana cara menjual sabun atau shampo. Masuklah beliau ke pasar dan melihat-lihat sampai ke Banten dan Jawa Barat. Wilayah ini nantinya yang akan dijangkau Esia pertama kali. Di sana Anin melihat kok jualannya pakai sachet. Rupanya, itu karena tidak semua orang bisa membeli dalam kemasan botol. Walau membeli dalam botol lebih murah sebenarnya, namun banyak warga masyarakat tidak mampu membeli langsung satu botol. Mereka lebih suka membeli murah berupa sachet. Jadi, intinya mereka suka beli ketengan, alasannya tentu saja karena harga yang murah atau terjangkau. Dari sanalah keluar ide tarif murah Esia. Layanan teleponnya prabayar dengan tarif murah. Dengan kata lain, kami menjual Esia secara ketengan. Kami fokus pada voice dan SMS. Selain itu, jika perusahaan besar fokus bekerja sama dengan industri besar, kami memilih dekat dengan UMKM. Mereka ini jumlahnya lebih banyak. Nah, inilah konsep usaha yang akhirnya ditemukan. Simpel saja, bahkan bisa dijelaskan kurang dari satu menit. Esia adalah Air Asia-nya telekomunikasi Indonesia. [caption id="attachment_1125" align="alignleft" width="300" caption="Sumber Gambar: AninBakrie.com"]
ANB_2010112612
ANB_2010112612
[/caption] Ide yang jelas ini penting dan harus jelas. Jangan Anda tidak tahu bisnis Anda apa. Jelasnya, konsep usaha ini juga akan memudahkan kita menjual prospek. Menjual prospek penting untuk mendapat pendanaan atau modal usaha. Dalam perkembangannya, Esia selalu menawarkan inovasi untuk memenangkan pasar. Saat semua operator serba teknis dan rumit, kami lempar konsep yang mudah–ngomong sekian bayar sekian. Ujung-ujungnya, sekian ratus perak bisa ngomong sejam. Saat operator lain pakai pulsa, kami pakai talktime. Ini sederhana, menelpon kan seberapa lama Anda menelpon. Berbagai konsep kami menjadi yang pertama di Indonesia, bahkan juga dunia. Contoh soal SMS. Saya menanyakan mengapa SMS pendek dan panjang bayarnya sama. Ini kan tidak adil. Akhirnya kami yang pertama kali membuat SMS bayar per karakter.Ternyata konsep ini merupakan yang pertama di dunia. [caption id="attachment_1126" align="alignright" width="300" caption="Sumber Gambar: AninBakrie.com"]
ANB_2010112614
ANB_2010112614
[/caption] Dengan semua terobosan itu, akhirnya Bakrie Telecom dengan Esia-nya meraih sukses. Pelanggan yang awalnya cuma 100 ribuan meledak menjadi 12 juta. Tidak banyak perusahaan yang berawal dari kesulitan bisa jadi sebesar sekarang. Namun, perlu diingat, bukan usaha namanya jika tidak ada hambatan. Tiba-tiba, di tahun 2008 ada krisis keuangan global yang ditandai dengan ambruknya keuangan Amerika. Kami pun terkena dampaknya. Kami harus cepat menyiasati dan kembali memutar otak. Saat itu, kami menyiasatinya dengan menjual aset. Kami menjual tower. Landasannya adalah ini bisnis servis, jadi aset tidak perlu dimiliki. Ibarat bisnis pendidikan, gedung atau meja kursi tidak perlu dimiliki. Akhirnya, langkah itu bisa menyelamatkan Bakrie Telecom. Kini Bakrie Telecom sudah besar, kalau biasanya orang bikin usaha dari nol, Anindya Bakrie memulai dari negatif. Tapi, dengan berbagai usaha, bisa sukses juga. Ini jadi seperti sebuah petualangan, apalagi dalam masa-masa sulit. Kalau melihat suksesnya sekarang sih tidak seru. Tapi menarik jika melihat sebelumnya. Malam itu, Anin lihat para mahasiswa begitu antusias menyimak pengalamannya. Mereka juga antusias melempar pertanyaan untuk memperdalam dan menggali pengalaman beliau. Anindya Bakrie berharap kisah sukses tersebut bisa menginspirasi mereka. Siapa tahu nanti bakal lahir Esia-Esia baru dalam bentuk lain yang akan membawa manfaat bagi kemajuan bangsa ini ke depan. --- Kunjungi blog resmi Anindya Bakrie: www.aninbakrie.com Like Fans Page Facebook resmi Anindya Bakrie: https://www.facebook.com/bakrie.anindya Follow twitter resmi Anindya Bakrie: https://twitter.com/anindyabakrie

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun