Ustadz Anin Lihi, S.A., S.Fil.I., M.Ag. saat memberikan Hikmah Halal Bil Halal di SMK Negeri  5 Ambon.Â
Ketika Rasulullah sedang berkumpul bersama para sahabatnya, datang seseorang lantas memberi salam "Assalamualaikum", Nabi bersabda, sepuluh. Kedua kalinya datang, lalu mengucapkan, "Assalamualaikum warahmatullahi". Nabi bersabda, dua puluh. Ketiga kalinya mengucapkan "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh". Nabi bersabda, tiga puluh. Demikianlah betapa banyak keuntungan yang didapatkan hanya dengan berucap salam. Jadi, ketika salam diucapkan dengan lengkap maka orang yang memberi salam mereka mendapatkan tiga puluh pahala.Â
Namun, pahala yang diberikan Allah wujudnya tidak terlihat mata seperti kita mendapatkan gaji setiap bulannya dari hasil keringat kerja kita. Jadi, bapak ibu detik ini tadi menjawab dua kali salam, maka insya Allah bapak ibu sudah mendapatkan 60 pahala, karena bapak ibu menjawab salam  dengan lengkap.Â
Tentu, masih banyak keuntungan lain sebenarnya, bahkan untuk kepentingan kebersamaan dan persatuan dikehidupan dunia kita, salam mampu menumbuhkan sikap saling sayang menyayangi. Itu yang diajarkan, sehingga kata Nabi SAW, "Afsyus Salam Bainakum" sebarluasakan Salam diantara kalian, niscaya kalian akan saling sayang menyayangi. Nah, kalau sudah saling sayang pasti bersatu dan mau bekerja sama dalam kebaikan tentunya.Â
Bapak Ibu yang di rahmati Allah.
Detik dan jam ini, kita bicara tentang keuntungan dulu. Karena biasanya ibu-ibu senang kalau dapat keuntungan. Apalagi kalau kerja sedikit, untuk banyak, itu yang lebih di sukai. Hehe. Mengucap salam dan silaturahmi itu kelihatan sepeleh, tapi keuntungannya sangat banyak. Maka, jelaslah Allah katakan "waintaku hasanatan Yudhoifha" siapa yang bikin kebajikan dengan niat ikhlas sebesar zarrah, "wa yu'ti milladunhu" niscaya dia mendapatkan pahala yang berlipat ganda dan pahala yang besar. Lagi-lagi masalahnya, Allah tidak memperlihatkannya langsung seperti kita dapat gaji. Itu ujian. Apakah hambanya masih mau cinta sayang pada Allah atau tidak.
Tema yang tertulis dalam spanduk, ada kata yang menunjukan ada keuntungan yang sudah kita dapatkan jika kita ikhlas dari rumah datang dengan niat silaturahmi hari ini. Nabi SAW bersabda dalam kita Bulughul Maram yang ditulis oleh Imam Ibnu Hajar al-Qtsqolani, "man ahabba ayyubshotalahu fi rizkihi, siapa yang ingin di banyakkan rezekinya, ayo yang ingin dibanyakkan rezekinya angkat tangan. Pasti semua mau. Â Hehe.
Kemudian, "wa aiyyunsaalahu fi asarihi" siapa yang mau dipanjangkan umurnya, ayo angkatan yang mau dipanjangkan umurnya, Insya Allah kita semua mau yah. Maka kata Nabi SAW "falyusil Rahimahu" hendaklah ia melakukan silaturahmi.Â
"Itu bapak-bapak, Â kalau berdoa di Masjid, minta agar umur panjang, supaya bisa nikah lagi, hehe... maaf bercanda.Â
Bicara tema pada acara hikmah halal bil halal detik dan jam ini. Maka silaturahmi, persatuan dan kebersamaan itu hanya bisa terwujud jika akal kita sehat. Mohon maaf, Qur'an itu mengajarkan kalau jenis akal itu ada dua, ad 'aqlun, ada pula ulil albab. Kalau yang aktif hanya 'aqlun, maka orang hanya bisa mengkalkulator uang dan keuntungan dunia. Tapi, kalau ulil albab yang aktif, maka orang bisa mengkalkulator keuntungan amal yang tak kelihatan itu. Ini yang membuat dia semangat untuk menghidupkan silaturahmi, kebersamaan dan persatuan. Nah, perlu diketahui bahwa ulil albab itu tempatnya di hati, maka Ayat yang dibaca dalam tilawah pembukaan tadi, yang disebut persatuan yang muncul dari hati. Â
Itulah sebabnya persatuan dan kebersamaan itu harus hadir dari hati. Sehingga tidak ada pikiran dan tindakan untuk saling menyakiti. Apalagi agama mengajarkan bahwa kita lahir dari manusia atas hubungan kasih dan sayang laki-laki dan perempuan yang pada mulanya berasal dari satu diri yaitu kakek kita Adam yang tumbuh dari tulang rusuk kasih sayang yang melahirkan hawa pasangannya. Â Terjalinan hubungan cinta dan kasih sayang maka lahirlah manusia yang banyak. Ini tergambar dalam seruan Allah dalam al-Qur'an.
Allah sendiri yang menyeru seluruh manusia yang berasal dari agama, suku, dan bangsa manapun, bahwa mereka diciptakan dari seorang laki-laki dan perempuan dan dari keduanya diperkembangbiakkan menjadi syu'ub (suku) dan Qaba (bangsa), dan sampe hari ini saya belum dengar berita bahwa orang yang dalam janin bilang ke Allah, "Ya Allah, lahirkan saya jadi orang Buton atau lahirkan saya di Amerika. Belum pernah, kalau ada ayo angkat tangan. Hehe
Jadi, kita lahir karena takdir, bukan karena kita sendiri yang ingin. Olehnya itu Allah tidak melihat dan menilai kita lahir dari suku apa dan Bangsa apa atau lahir dengan warna kulit terang atau gelap. Bahkan "innalillaha la yanzuru ajsaamukum" Allah juga tidak melihat dan menilai wajah dan rupa, hidung yang tinggi dan pesek atau setengah tinggi atau setengah pesek", tidak. Tapi, yang Allah lihat dan nilai adalah siapa yang paling bertakwa kepada-Nya, dalam kata lain siapa yang hatinya hidup, akalnya sehat yang memancarkan akhlak dan kebajikan, yang akalnya sehatnya mampu menghidupkan silaturahmi, kebersamaan, dan persatuan. Itu yang Allah lihat dan nilai.
Olehnya itu, Islam sebenarnya mengajarkan kita menjadi penyejuk seperti ESKRIM, Islam bukan EKSTRIM yang menakutkan-nakuti dengan ancaman bom dan bunuh. Apalagi selaku warga Indonesia kita hidup dalam satu tata aturan undang yang menjamin kebebasan untuk melaksanakan ibadah dalam agamanya masing-masing. Bineka Tunggal Ika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H