Rakyat kecil kini harus gigit jari. Pasalnya hiburan murah siaran TV analog kini dihentikan atau dimatikan. Rakyat dipaksa bermigrasi ke siaran TV digital, yang katanya gambar siaran akan menjadi lebih jernih dari pada siaran TV analog.
Dilansir dari Okezone.com, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menghentikan siaran TV analog atau analog switch off (ASO) di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Dengan demikian, sejak Rabu, (2/11/2022) pukul 24.00 WIB, masyarakat di daerah tersebut sudah tidak bisa lagi menonton siaran TV analog.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan ASO merupakan amanat Undang-Undang (UU) nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). Dalam UU itu disebutkan, migrasi penyiaran Televisi dari analog ke digital harus diselesaikan pada 2 November 2022.
"Juga migrasi siaran tv analog ke digital ini merupakan program pemerintah dalam mewujudkan transformasi digital," ujarnya. (Okezone.com 6/11/2022).
Kebijakan migrasi ke siaran TV digital akan menyulitkan rakyat. Karena ada komponen yang harus dibeli untuk bisa mengakses siaran TV digital. Alat tersebut adalah set top box (STB).Â
Tidak hanya itu, untuk pemasangan STB tersebut ternyata tidak semudah tayangan iklan yang ada televisi. Karena harus menyesuaikan/menguatkan signal pada antena terutama di daerah pedesaan/pelosok. Tentunya bagi mereka yang tidak bisa melakukannya sendiri, harus memanggil tenaga tukang servis elektronik. Hal ini membuat rakyat harus merogoh kocek lebih dalam lagi untuk mendapatkan siaran digital tersebut. Padahal kondisi ekonomi rakyat pasca pandemi masih belum pulih. Apalagi harga bahan-bahan pokok lainnya masih melambung tinggi.Â
Hal ini membuktikan bahwa kebijakan migrasi ke siaran TV digital tidak berpihak kepada rakyat, justru mempersulit dan membebani ekonomi rakyat. Hanya rakyat yang ekonominya menengah ke atas yang mampu mengakses siaran TV digital tersebut.
Lalu siapa yang diuntungkan dari kebijakan migrasi siaran TV tersebut?
Dengan migrasi ke siaran TV digital, mendorong para Kapital untuk memproduksi banyak STB. Tingginya permintaan akan kebutuhan STB membuat para Kapital leluasa untuk mematok harga STB.Â
Menurut salah satu penjual di toko elektronik yang ditemui penulis, mengatakan setelah siaran tv analog dimatikan, harga STB kini melonjak tajam. Harga STB yang sebelumnya hanya 190.000 sampai 230.000, kini naik menjadi 240.000 sampai 270.000.Â
Dari sini kita bisa melihat, bahwa kebijakan dari UU Ciptaker tidak berpihak kepada rakyat kecil. Tapi lebih berpihak dan menguntungkan para Kapital.
Inilah wajah buruk pemerintahan yang dikuasai oleh oligarki. Semua kebijakan yang diambil akan berpihak pada kepentingan korporat. Bukan pada kepentingan rakyat.Â
Berbeda dengan sistem Islam. Islam memandang bahwa kebutuhan telekomunikasi merupakan salah satu jenis dari insfratruktur. Menurut Syekh Abdul Qodim Zallum menjelaskan dalam bukunya Sistem Keuangan Khilafah menjelaskan , "sarana pelayanan pos, surat-menyurat, telepon, sarana televisi, perantara satelit dan lain-lain merupakan salah satu jenis infrastruktur milik negara yang disebut marafiq"
Marafiq ammah adalah sarana umum yang disediakan oleh negara agar dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Maka perkembangan siaran TV analog ke TV digital, dalam sistem Islam akan dikembangkan untuk memudahkan masyarakat mengangkes informasi. Perkembangan ini akan dibiayai oleh negara dalam hal ini adalah Khilafah yang dananya berasal dari Baitul Mal pos kepemilikan negara. Sumber dari pos kepemilikan negara berasal dari harta 'usyur, ghanimah, kharaj, Jizyah dan sejenisnya.
Perkembangan siaran TV analog ke TV digital dianggap penting oleh khilafah, karena media sebagai sarana membangun masyarakat Islam yang kokoh, mengedukasi umat dengan tsaqafah Islam, berita keseharian, sains dan teknologi maupun informasi politik.
Wallahu'alamÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H