Indonesia berduka, 53 anggota TNI AL meninggal dunia bersamaan tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402. Seperti diketahui, kapal selam KRI Nanggala 402 hilang kontak di perairan utara Bali sejak 21 April 2021. KRI Nanggala yang hilang membawa 53 awak kapal dengan cadangan oksigen yang hanya bisa bertahan selama 72 jam. Insiden ini diawali saat kapal selam buatan Jerman tersebut hendak melakukan latihan tembak torpedo kepala perang pada pukul 03.00 WITA .Saat itu KRI Nanggala-402 semestinya meminta otorisasi penembakan, tetapi saat dipanggil, tidak ada jawaban. Sejak pukul 03.46 Wita itu lah, KRI Nanggala sama sekali tidak memberi respons.
Dari analisis saya, risk issues pada tragedy ini adalah kejadian blackout pada kapal, dan juga terindikasi adanya human error .Human error terjadi Ketika pada saat terjadi blackout, awak kapal tidak bisa melakukan pengendalian system operasi kapal Ketika terjadi keadaan darurat
Blackout merupakan istilah lain dari mati listrik dan biasanya dilakukan karena sekring putus. Apabila Black Out terjadi pada kapal, maka harus disiapkan sebuah sistem kelistrikan yang mampu memasok listrik ke peralatan-peralatan krusial pada kapal. Untuk meningkatkan nilai keselamatan, sistem ini dibuat aktis secara otomatis agar kapal tidak berada dalam kondisi Black Out dalam waktu yang lama.
Berikut adalah beberapa resiko yang akan terjeadi di detik detik terakhir tenggelamnya KRI Nanggala-402Â
1. Sulit menyelamatkan diri melalui pintu kapal
Pintu kapal selam jauh lebih rumit dari yang dibayangkan karena dirancang agar tidak bisa dimasuki air laut.
Untuk penggantinya, ada kompartemen penyelamat di mana bagian tersebut tidak bisa dimasuki air karena memiliki sistem isolasi walau bagian lain kapal selam telah bocor. Â Namun semua teknik penyelamatan ini juga bergantung pada kedalaman air.
2. Tekanan air laut sangat tinggi
KRI Nanggala-402 dikabarkan berada pada kedalaman 700m dimana pada kedalaman tersebut tekanan air mencapai 70 atm, sementara manusia hanya bisa bertahan di air pada tekanan 3 sampai 4 atm. Apabila awak kapal ingin menyelamatkan diri dengan berenang keluar, badan akan hancur terkena tekanan air ,maka sudah bisa dipastikan awak kapal tidak akan selamat.
maka dapat disimpulkan bahwa awak kapal diselamatkan hanya dengan bantuan tim penyelamat eskternal dan dengan waktu yang cepat karena persediaan oksigen di kapal juga ikut menipis.
Dari kasus ini kedepannya kita bisa belajar untu meningkatkan pengendalian resiko pada kecelakaan di kapal, di perlukan adanya pelatihan pelatihan khusus untuk para awak kapal dengan membekalinya ilmu mengenai resiko dan bagaimana cara membetulkan yang mesin kapal yang rusak.
selain itu di perlukan juga adanya peralatan emergency yang lebih lengkap daripada sebelumnya agar bisa cepat tanggap dalam mengatasi kecelakaan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H