Mohon tunggu...
Anindya Qonita
Anindya Qonita Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ekonomi dalam suatu kebijakan akan selalu menarik untuk dibahas

Selanjutnya

Tutup

Money

Omnibus Law Ruu Cipta Kerja Memiliki Banyak Substansi Positif yang Dibutuhkan Indonesia

4 Mei 2020   22:46 Diperbarui: 4 Mei 2020   22:42 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuntutan buruh kepada pemerintah untuk menundaan pembahasan klaster ketenagakerjaan dapat dipahami sebagai solusi terbaik ke depan, karena klaster ketenagakerjaan merupakan klaster yang strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak.

Resistensi terhadap RUU Cipta Kerja terjadi disebabkan antara lain oleh kurangnya sosialisasi secara masif dari DPR dan pemerintah. Padahal, RUU tersebut memiliki banyak substansi positif yang dibutuhkan Indonesia dan perlu didukung terutama dalam kondisi menghadapi krisis seperti saat ini.

Pembahasan RUU Cipta Kerja sebaiknya dilakukan dengan mendengar berbagai kajian dan melibatkan perguruan tinggi secara masif sehingga terjadi perdebatan ilimiah terhadap konten RUU Cipta Kerja. Pemerintah dan DPR tidak perlu terburu-buru, karena yang terpenting adalah RUU ini nantinya dapat mewadahi semua suara pihak baik pemerintah maupun pihak yang terdampak. Artinya, baik DPR maupun pemerintah harus sama-sama membuka diri dan membuka peluang untuk merubah isi dari RUU tersebut.

Omnibus Law dibuat untuk menyederhanakan berbagai peraturan perundang-undangan yang selama ini terkesan sektoral. Oleh karena itu, jika dibahas tanpa proses yang matang maka kedudukan RUU tersebut justru akan lemah dan mudah digugat setelah disahkan, serta dapat menimbulkan masalah yang berkepanjangan.

Kita perlu sepakat bahka semua pihak harus mendahulukan kepentingan bangsa dan negara. Jika semangat ini dipegang, maka tidak menutup kemungkinan akan ada titik temu antara pemerintah dan DPR dengan masyarakat atau pihak-pihak yang terdampak.

Setidaknya suatu produk hukum harus memenuhi tiga aspek, yakni filosofis, sosiologis, dan yuridis. Secara filosofis, pemerintah maupun DPR harus memastikan bahwa RUU Cipta Kerja sudah sesuai dengan falsafah bangsa. Secara sosiologis, pemerintah dan DPR harus memastikan bahwa RUU tersebut juga mengagregasikan dan mengartikulasi kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Sedangkan secara yuridis, pemerinta dan DPR perlu memastikan sejauh mana RUU Cipta kerja taat regulasi termasuk menjamin adanya kepastian hukum dan rasa keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Pemerintah memiliki niat baik untuk menciptakan iklim investasi dan bisnis yang kondusif, menghindari ekonomi biaya tinggi, dan memangkas regulasi yang menghambat investasi. Oleh karena itu, komunikasi DPR dengan berbagai pihak harus intens dalam pembahasan. Hal ini untuk menata ulang substansi-substansi pasal-pasal yang dianggap bermasalah dan krusial, seperti klaster ketenagakerjaan.

Pemerintah harus lebih sistematis dan masif dalam mensosialisasian RUU Cipta Kerja agar RUU tersebut dapat dipahami semua pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun