Topeng monyet merupakan budaya dan juga kesenian Indonesia yang mana seorang pawang melatih monyet berjenis Macaca Fascicularis atau monyet ekor panjang untuk melakukan berbagai atraksi hingga meniru tingkah laku manusia. Kini topeng monyet semakin mendapat banyak sorotan karena aspek kekejaman dan penyiksaan di dalamnya.
Di balik senyuman penonton yang terhibur oleh kelucuan topeng monyet yang melakukan aksi-aksi unik, monyet-monyet tersebut sering kali mendapat siksaan oleh sang pawang dalam pelatihannya. Praktik topeng monyet ini tidak hanya menyebabkan penderitaan fisik tetapi juga penderitaan psikologis pada hewan tersebut.
Selain aspek kekejaman terhadap hewan, topeng monyet juga menjadi isu penting dalam kesehatan dan keselamatan masyarakat. Monyet yang digunakan untuk pertunjukan topeng monyet ini sering kali berasal dari perdagangan satwa ilegal ataupun penangkapan liar yang tidak terjamin kesehatannya, yang memungkinkan akan tertular kemanusia hingga meningkatkan resiko zoonosis.
Beberapa tahun terakhir, kesadaran akan kekejaman terkait topeng monyet telah meningkat. beberapa organisasi hewan serta pemerintah daerah melarang adanya praktik topeng monyet. BKSDA Jatim meminta masyarakat tak melayani pertunjukan topeng monyet di kampung, termasuk memberi uang usai pertunjukan. Pemerintah Kota Surabaya menginstruksikan untuk mengeluarkan edaran kepada Ketua RT/RW melarang topeng monyet. Dia khawatir juga, monyet membawa penyakit, dan menularkan kepada manusia.
Salah satu faktor yang membuat monyet-monyet tersebut rentan terinfeksi penyakit yaitu oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang dalam praktiknya tidak sesuai dengan animal welfare atau kesejahteraan hewan.Â
Topeng monyet seringkali ditangkap dari habitat liar yang perlu untuk membunuh induknya terlebih dahulu karena bayi monyet tidak bisa dilepaskan dari induknya. Monyet yang ditangkap itu kemudian tidak mendapat hidup yang layak, seperti ditempatkan dalam kandang yang sempit sehingga mengalami stres, kekerasan dalam pelatihan, tidak pernah diperiksa kesehatannya, dan masih banyak lagi.
Pada tahun 1979, pemerintah inggris melalui Farm Animal Welfare Council menyatakan bahwa sebenarnya satwa juga memiliki hak untuk hidup sejahtera seperti manusia, yang kemudian ditetapkan lima kebebasan untuk satwa ternak dan non-ternak, yaitu
- bebas dari kelaparan dan haus
- bebas dari rasa tidak nyaman
- bebas dari luka, rasa sakit dan penyakit
- bebas berperilaku normal dan alami
- bebas dari ras takut dan penderitaan
yang kemudian para pelaku usaha topeng monyet melakukan pelanggaran terhadap KUHP Nomor 302, Peraturan Kementan Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Pasal 66 Ayat 2 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1995 tentang Pengawasan Hewan Rentan Rabies, Peraturan Daerah Nomor 2007 Pasal 11 Ayat 2 tentang Ketertiban Umum.
Kepala divisi satwa liar Jakarta Animal Aid Network (JAAN) Rahmat Zai mengatakan, pelaku usaha topeng monyet harus ditindak tegas sesuai aturan hukum yang berlaku. Atraksi topeng monyet, melanggar KUHP karena merupakan bentuk eksploitasi dan kekerasan terhadap hewan untuk mendapatkan keuntungan. Sementara sanksi yang didapat pelaku usaha topeng monyet pun tergolong ringan. "Sanksi yang diberikan tergolong ringan, yakni kurungan penjara selama tiga bulan dan denda Rp2.500," ungkapnya.
      Dengan hukuman yang tergolong ringan, pelaku bisa saja menyewa atau mengambil monyet lain untuk kembali melakukan aksinya, sehingga Zai mendorong pemerintah provinsi di Indonesia untuk mengeluarkan surat keputusan yang mengatur larangan usaha topeng monyet.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H