Mohon tunggu...
Anindya Putri
Anindya Putri Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - La Tahzan

Innallaha Ma'ana..

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Review "Melepasmu, Lalu Menemukanku" Ratna Syifa Nastiti

6 Juli 2021   19:18 Diperbarui: 7 Juli 2021   17:18 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Dokumen Pribadi

Melepasmu, Lalu Menemukanku, kumpulan tulisan seratus halaman dengan sampul biru bernuansa sendu ini adalah buku pertama karya Ratna Syifa Nastiti. Ilustrasi covernya yang berupa sketsa gadis berambut sebahu sedang duduk memunggungi pembaca sembari menatap sehelai daun tertiup angin, terasa pas untuk mewakili diksi "melepasmu".

Ada lima belas bab di dalamnya, dan tadinya, saya sempat menduga bahwa Melepasmu, Lalu Menemukanku adalah judul dari salah satu bab, yang kemudian oleh penulisnya dipilih sebagai judul buku ini. Dugaan itu terbukti keliru, setelah saya menyisir daftar isinya dan tak menjumpainya di sana.

Menurut penulisnya, segala hal yang ia rangkum dalam buku ini adalah wujud dari letupan kebahagiaan yang tengah ia syukuri. Tentang bagaimana ia selalu berupaya menerima apa pun yang ia dapatkan, lalu menjadikannya rapalan doa agar selalu diluaskan ruang syukur, ruang sabar dan ruang penerimaan dalam hatinya. Sebab baginya, sesungguhnya hidup ini hanyalah soal penerimaan. Menerima segala hal sebagai ketetapan Allah, entah itu hal baik, atau bahkan hal-hal yang jauh dari harapan sekalipun.

Meskipun masih dalam satu tema, masing-masing bab dalam buku ini saling berdiri sendiri. Sehingga pembaca bebas menyimak secara acak, tidak harus tertib dari halaman depan ke belakang.

Tulisan-tulisan bertema cinta semacam ini, memang selalu menarik untuk dibaca. Terutama bagi mereka yang sedang jatuh cinta, atau bagi yang baru mulai mencoba membuka hatinya untuk cinta, dan bahkan bagi mereka yang tengah patah hati karena cinta.

Mungkin juga karena penulisnya seorang perempuan, sehingga saya merasa sangat relate dengan buku ini. Curahan hati tentang kegelisahan, kesetiaan, rasa cemburu, rindu, luka, kecewa, bahagia dan segala hal terkait cinta, terefleksikan dengan indah menjadi serupa catatan harian penulis.

Konon katanya, jika yang kita sebut rumah adalah ia yang bersedia mendengarkan, maka kita akan mencarinya di setiap bimbang yang sedang dihadapkan. Jika yang kita sebut rumah adalah ia yang mampu menenangkan, maka kita akan mencarinya di setiap riuh yang berserakan. Dan jika yang kita sebut rumah adalah ia yang bersedia menerima kurang, maka ia akan tetap tinggal tanpa pernah kita minta (halaman 32). Aiih, manis sekali...

Meski di setiap hubungan takkan mungkin pernah lepas dari pertengkaran, rasa-rasanya memang terlalu menakutkan jika lantas kita memberi nama "pertengkaran", saat dua orang yang saling mencintai hanya sedang berusaha mengerti dan dimengerti dengan saling meninggikan suara dan memalingkan wajah. Penulis lebih senang menyebutnya sebagai "konsep belajar menerima", sekaligus menuturkannya secara detail pada bab Payah dan Selalu Kalah.

Memang, selalu ada bagian yang dianggap paling menyebalkan dalam hidup. Dan setiap orang memiliki cara sendiri bagaimana menghadapinya, juga bagaimana menyembuhkan luka yang sedang menyapa. Yang salah satunya, saat tengah dihadapkan dengan rasa cemburu kepada seseorang yang disayang dan dianggap terbaik. Kelak pun harus tau bagaimana menyembuhkan luka itu lagi, karena yang sedang dianggap terbaik tersebut justru menjadi penyebab hadirnya luka tadi. Rasa cemburu yang menghadirkan luka ini ada dalam Over Protecting.

Bukan Hanya Permukaan, memaparkan kondisi kegundahan hati. Tentang bagaimana bisa hidup beriringan dengan seseorang yang sebenarnya tidak pernah bisa memeluk kelemahan kita, sementara kita tetap bersikeras untuk merasa baik-baik saja. Lalu menganggap apa yang kita rasakan sebagai kebahagiaan, yang memberikan ketenangan juga kesederhanaan. Tentu sangat bisa dibayangkan betapa tidak nyamannya berada di kondisi pelik itu.

Segala bentuk cinta yang dipaksa untuk hadir, tidak akan pernah tumbuh dengan baik. Pada akhirnya, perpisahan adalah bagaimana cara cinta itu bekerja. Dia yang pernah tinggal lalu tanggal, adalah bukti bahwa ia bukanlah orang yang Allah siapkan untuk kita. Begitu tutur penulis dalam buku ini, dan ya, sesimpel itu memang.

Dan memang, "Ada kalanya kita merasa lebih baik sendiri lalu membiarkannya pergi, meski hal itu akan menghadirkan sedih berhari-hari dan memikirkannya tanpa henti. Namun apa lagi yang lebih melegakan dari menjalani sebuah hubungan yang tidak saling menyeimbangkan?" Kok saya sepakat ya, dengan bagian ini.

Ya, sudah cukup bertemu dengan orang yang tidak tepat, yang sering kali membuat dada terasa sesak karena ruas-ruas hati menyempit, sebab ia memang tidak cukup baik untuk menempati ruang kecil di dalamnya. Kini saatnya melangkah lebih kuat, menggenggam tangan ini lebih erat, dan tak lagi sudi menengok ke belakang meski hanya sesekali. Melepasmu, Lalu Menemukanku...

Saya merasa beruntung memiliki buku ini. Penulis mendefinisikan cinta dengan begitu memukau. Terlebih lagi, cinta tidak melulu dimaknainya sebagai hal yang sekadar terkait perasaan dan hubungan emosional dengan pasangan semata, nggak sesempit itu. Dalam Doa-Doa Baik, penulis mampu mendeskripsikan dengan cantik tentang makna cinta kepada sosok seorang ibu.

Juga dalam lingkup yang lebih luas mengenai cinta terhadap sesama, melalui kisahnya tatkala menghabiskan waktu dengan duduk di pinggiran Malioboro. Ketika berada di tengah manusia-manusia angkuh, ia merasa masih menemukan mereka yang tetap menyimpan rasa peduli, mereka yang tidak lagi menghitung untung rugi dari apa yang mereka beli. Itu hal sederhana yang menjadi perwujudan cinta, yang ternyata dampaknya secara dahsyat mampu menebar kebahagiaan. Bahkan juga dengan sekadar saling bertukar senyum, misalnya. Terkadang, cinta memang sesederhana itu.

_____

* Judul Buku: Melepasmu, Lalu Menemukanku

* Penulis: Ratna Syifa Nastiti

* Penerbit: Diva PRESS, 2021

* Tebal: 100 halaman

* ISBN: 978-623-293-380-4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun