Mohon tunggu...
Anindya Liani
Anindya Liani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

suka mendengar, mau belajar, dan ingin menginspirasi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Film The Purge (Anarchy): Belajar tentang Pelampiasan

9 September 2014   00:45 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:16 1307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

The Purge (Anarchy), film berdurasi 103 menit yang disutradarai oleh James DeMonaco ini mengisahkan mengenai lahirnya Amerika baru sebagai negara yang melegalkan 12 jam dalam satu hari tiap tahunnya untuk melakukan pembunuhan atas dasar pelampiasan sebagai upaya untuk menekan tindakan kriminal yang terjadi di Amerika. Dalam 12 jam itu setiap orang yang ingin melakukan pelampiasan diijinkan untuk turun ke jalanan Amerika dan membunuh siapapun yang ingin dijadikan pelampiasan secara legal dan selama 12 jam itu pula bantuan medis dan kepolisian dinon-aktifkan. Beberapa orang murni ingin melakukan pelampiasan karena adanya rasa dendam akibat tragedi buruk masa lalunya atau rasa kecewa yang dirasa harus terbalaskan dengan membunuh orang yang membuat kecewa tersebut, tetapi tidak sedikit juga yang melakukan pelampiasan tersebut dengan membeli orang miskin di Amerika untuk kemudian dibunuh sebagai bentuk pelampiasan secara terhormat dan dilakukan dalam tempat yang aman. Para orang kaya memperjualbelikan orang-orang miskin tersebut seperti barang dagangan di pasar hanya untuk dibunuh seperti dalam game “Point Blank”.

Dari sini kita bisa belajar, bahwa pelampiasan tidak murni memiliki sasaran yang jelas karena tujuan utama dari pelampiasan adalah perasaan lega. Apa saja indikator yang menjadikan perasaan dapat dikatakan lega? Bukankah pada dasarnya manusia tidak akan pernah merasa puas? Selalu merasa kurang dan tidak mudah bersyukur. Pelampiasan merupakan bentuk dari kurangnya rasa syukur tersebut.

Banyak orang tidak bersalah yang akan menjadi korban dari pelampiasan, apapun bentuk masalah tersebut, dalam kehidupan sehari-hari pun demikian. Kita tidak pernah tahu apa sebenarnya yang kita inginkan untuk mendapatkan rasa lega tersebut, kita tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana, sehingga menjadikan beberapa orang disekitar kita, yang tidak tahu mengenai masalah kita, ikut menjadi korban dalam perwujudan perasaan lega tersebut.

Dalam akhir film ini, Leo (salah satu karakter dalam film) yang ingin mengikuti malam pelampiasan kepada Warren Grass (Brandon Keener) yang telah menabrak hingga mati seorang anak lelakinya tidak jadi melakukan pembunuhan dan akhirnya memaafkan Grass. Dari sini kita dapat menarik suatu pelajaran bahwa masalah apapun yang pernah terjadi dalam kehidupan kita tidak perlu dijadikan dendam dan tidak perlu dilampiaskan kepada hal-hal yang lebih merugikan, apapun itu memaafkan adalah cara terbaik untuk mendapatkan perasaan lega daripada harus melakukan kekerasan secara fisik tetapi batin masih berontak untuk mendapatkan perasaan lega yang sangat sulit didapat jika kita tidak ‘legawa’ dalam menyikapi suatu masalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun