Mohon tunggu...
Anindya Hapsari
Anindya Hapsari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya mahasiswa di kampus UIN Raden Mas said Surakarta, hobby saya sejak kecil adalah menggambar dan mewarnai

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Childfree dalam Sudut Pandang Agama Islam dan Awal Mula Munculnya

17 April 2024   11:21 Diperbarui: 17 April 2024   11:29 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Akhir akhir ini di media sosial sedang dihebohkan sekali dengan fenomena Childfree. Fenomena ini muncul pada akhir akhir ini di negara indonesia, Tidak sedikit masyarakat indonesia meniru gaya Childfree yang sedang trend saat ini di indonesia umumnya di kalangan individu dewasa maupun pasangan suami istri, mereka tidak ingin memiliki anak dari biologis maupun adopsi. Kemunculan tren childfree ini telah menimbulkan berbagai kontroversi di kalangan Masyarakat khususnya pasangan yang sudah menikah. Karena dianggap sebagai sikap yang diluar dugaan sebagai manusia. Namun, meski diperbolehkan di negara barat perlu dipertimbangkan di negara Indonesia khususnya dari sudut pandang Agama islam apakah hal itu diperbolehkan? Dan apa Hukumnya? dan Bagaimana cara menyikapi Fenomena tersebut? 

Childfree adalah suatu kondisi dimana keputusan pasangan suami istri yang tidak mau memiliki anak, baik anak kandung,anak tiri, dan anak angkat. istilah Childfree bukan istilah baru, sebelumya banyak pasangan suami istri di negara negara besar salah satunya yang pertama kali muncul yaitu di negara Eropa. Mengutip dari laman CNBC Indonesia Sejarawan Rachel Chrastil di Washington Post menyebut, "kalau childfree memiliki perbedaan arti di masa lalu. Yakni, diartikan sebagai para wanita, sudah menikah atau belum, yang tidak ingin membesarkan anak. Hal ini pernah menjadi kelaziman di perkotaan dan perdesaan Eropa pada awal tahun 1500-an." Biasanya ini terjadi pada perempuan yang memilih bekarir dan menghasilkan apa yang dia mau dibanding menikah muda, seperti kebiasaan perempuan jaman itu.

Mengutip dari laman CNBC Indonesia, Menurut Donald T. Rowland dalam "Historical Trends in Childlessness" (Journal of Family Issues, 2007), childfree pada tahun 1800 sampai 1900-an tidak menjadi kontroversi. Oleh sebab itu, mereka tinggal dalam ruang lingkup keluarga yang selalu ramai. Meskipun tidak memiliki anak, tidak akan menjadi masalah. Hal ini tentu sangat berbeda pada jaman sekarang, Sepanjang sejarah tren childfree memang naik-turun. Pada saat setelah era perang dunia II (1939-1945), misalnya, angka kelahiran di seluruh dunia meningkat secara drastis. Namun, seiring ditemukannya alat kontrasepsi dan tersebarluasnya pemikiran childfree di dunia, tren ini kembali meningkat.

Childfree dalam Sudut Pandang Islam

Mengutip dari laman Kemenag, Islam adalah agama rahmat bagi seluruh alam semesta. Di mana segala kehidupan semua manusia, baik itu yang terkecil maupun yang terbesar, semua telah diatur dalam ajaran Islam karena dianggap sebagai ajaran yang sempurna.

Menurut ajaran Islam, keputusan memiliki keturunan setelah menikah adalah sunnah. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Anas bin malik radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, "nikahilah wanita yang penyayang dan subur karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat." (HR. Ibnu Hibban)

Hadist di atas menunjukan bahwasanya konsep Childfree tidak sejalan dengan ajaran islam. Sebab memiliki keturunan adalah suatu anugrah yang Allah berikan untuk umat islam yang harus dijaga, dan suatu yang membanggakan bagi umat islam sebagaimana mengikuti ajaran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. 

Hukum Childfree dalam Islam 

Mengutip laman kemenag RI Hukum Childfree dalam Islam, "Secara eksplisit hukum childfree adalah tidak haram, karena memang tidak ada ayat Al-Qur'an dan hadis yang mewajibkan suami dan istri untuk memiliki anak.Tetapi, terdapat anjuran agar mempunyai anak sebagai generasi penerus keturunan." Hal itu tertuang dalam Al-Qur'an dalam Q.S Al-Furqan [25]: 74 dan Q.S Al-Kahfi [18]: 46. 

(Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.") Q.S Al-furqan [25]: 74

(Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan).Q.S Al-Kahfi [18]: 46. Di kitab Maqasidun Nikah, Hasan Sayyid Hamid Khitab mengutip pendapat Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, bahwa tujuan pernikahan adalah menjaga keberlangsungan hidup manusia. Dengan adanya suatu pernikahan, umat Islam dapat melahirkan anak-anak salih dan juga Shalihah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun