Mohon tunggu...
Anindya AditaPutri
Anindya AditaPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aktif

hai, selamat membaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelusuri Pemikiran Talcott Parsons: Teori Fungsionalisme Struktural

16 September 2022   14:09 Diperbarui: 16 September 2022   14:15 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah kemarin kita membahas mengenai pemikiran sosiolog klasik, pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai landasan pemikiran sosiolog modern yaitu Talcott Parsons. 

Berbicara mengenai tokoh Talcott Parsons maka kita tidak asing dengan salah satu teori, yaitu teori fungsionalisme struktural. Untuk itu, mari kita bahas lebih lanjut mengenai Talcott Parsons dan teori fungsional strukturalnya.

Mengenal Talcott Parsons

Talcott Parsons. Sumber ilustrasi: biografiasyvidas.com
Talcott Parsons. Sumber ilustrasi: biografiasyvidas.com
Talcott parsons merupakan tokoh sosiolog yang mempengaruhi pemikiran para sosiolog di Amerika. Beliau lahir pada tahun 1902 di Colorado, Amerika Serikat. Ia terlahir dari keluarga yang intelektual dan religius. 

Pada saat itu, ayahnya merupakan seorang pendeta sekaligus profesor yang kemudian menjadi Rektor di Perguruan Tinggi kecil. Ia menerbitan dua buah buku, yang pertama "The Structure of Social Action" (1937) dan yang kedua "The Social System" (1951). 

Kedua buku tersebut menjadikan Talcott Parsons menjadi tokoh yang dominan di Amerika sehingga pada tahyn 1960 beliau mendapat serangan dari sayap kirim kaum radikal. 

Kaum radikal tersebut menganggap bahwa Talcott Parsons terlalu konservatif dan teorinya sulit untuk dimengerti. Ia meninggal pada tahun 1979, tapi teorinya kembali dominan pada tahun 1980-an di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Untuk lebih singkatnya, di bawah ini merupakan sejarah singkat talcott parsons dari lahir hingga meninggal dunia.

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Asumsi Fungsionalisme Struktural

Teori fungsionalisme struktural mengambil asumsi dasar dengan mengalogikan anatomi tubuh manusia yang mana antara satu organ saling bersusun satu sama lain, memiliki fungsi masing-masing namun saling ketergantungan. Begitupun dengan masyarakat. Masyarakat terintegrasi menjadi kesatuan membentuk keseimbangan atas nilai-nilai yang tersusun di dalamnya. 

Tentunya dalam hal tersebut pasti terdapat perbedaan peran di dalam masyarakat. Perbedaan dalam masyarakat tersebut membentuk suatu sistem yang mana sistem-sistem tersebut memiliki hubungan satu sama lain dan saling ketergantungan. Apabila dalam satu masyarakat mengalami konflik atau permasalahan, maka masyarakat lain akan terkena dampaknya. 

Dengan demikian, dasar pemikiran dari teori fungsionalisme struktural ini yaitu bahwa dalam masyarakat terdapat fungsi dan peran yang berbeda-beda. Namun peran dan fungsi tersebut berkaitan satu sama lain dalam membentuk keseimbangan yang ada di dalam masyarakat. Dengan begitu, antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya haruslah saling bekerja sama demi tercapainya masyarakat yang seimbang. 

Aktor dan Sistem Sosial

Dalam teori ini terdapat istilah aktor dan sistem sosial. Menurut Parsons, aktor merupakan suatu kombinasi dari pola nilai-nilai dan orientasi yang di dapatkan oleh individu dari masyarakat. 

Pola dan nilai-nilai tersebut merupakan hasil dari proses sosialisasi yang berikan oleh masyarakat terdekat, yaitu keluarga. Dalam menjadi aktor di masyarakat, seorang individu mendapatkan sosialisasi terlebih dahulu dari lingkungan keluarga. Sosialisasi tersebut menghasilkan nilai-nilai yang dijadikan pedoman oleh setiap individu dalam hidup bermasyarakat. 

Kemudian dari nilai-nilai tersebut lahirlah sebuah tujuan dan orientasi. Orientasi antara satu individu dengan individu lainnya berbeda. Orientasi dan tujuan tersebut dilandasi juga dari nilai-nilai yang telah mendasar di lingkungan individu tersebut tinggal. 

Dalam lingkungan tersebut, setiap individu melakukan interaksi. Interaksi tersebut membentuk suatu sistem sosial. Dalam mencapai tujuan atau orientasinya tersebut, individu memiliki sebuah motivasi melalui perantara simbol. Simbol tersebut dapat berupa aturan, nilai, norma, dan tradisi.

Eksistensi Aktor dalam Sistem Sosial 

Setiap nilai yang ada dalam sistem sosial haruslah terintegrasi. Untuk dapat menintegrasi nilai-nilai tersebut maka dapat dilakukan melalui proses internalisasi dan sosialisasi. Sosialisasi berfungsi untuk menanamkan hal-hal yang bersifat identitas dalam masyarakat di mana individu tersebut tinggal. 

Dalam proses sosialisasi, setiap individu ditanamkan nilai, norma, dan order yang ada dalam masyarakat. Hal tersebut dilakukan untuk menguatkan proses internalisasi dalam diri individu. 

Dengan begitu maka akan terlahir kesadaran kolektif. Apabila seorang individu mempunyai kesadaran kolektif, maka individu tersebut sudah dapat dikatakan sebagai bagian dalam masyarakat. 

Dengan demikian, eksistensi seorang aktor dalam sistem sosial yang ada di lingkungan masyarakat sangatlah berpengaruh. Dengan adanya sebuah aktor, maka proses sosialisasi akan terus berlangsung dan nilai-nilai dalam masyarakat yang dituangkan dalam sosialisasi tersebut akan terus mengalir dan terintegrasi dalam diri individu.

Tindakan Sosial Individu

Tindakan sosial individu bersifat voluntaris, yang berarti bahwa setiap individu secara sukarela menerima nilai, norma, aturan, dan tradisi yang ada di dalam masyarakat. Nilai, norma, aturan, dan tradisi tersebut akan melekat dan menjadi bagian dalam dirinya yang kemudian melahirkan sebuah tujuan yang menjadi pedoman dari individu tersebut. 

Dalam mencapai tujuannya, individu menggunakan sebuah sarana atau cara yang dipengaruhi oleh kondisi dan situasi dari lingkungan masyarakatnya. Tujuan tersebut dikendalikan oleh nilai dan norma yang didapatkan individu melalui proses internalisasi dan sosialisasi yang sudah tertanam dalam dirinya. 

Tindakan individu ini diperoleh berdasarkan orientasi subjektif, yaitu berawal dari orientasi motivasional menuju orientasi nilai. Orientasi motivasional berasal dari motivasi individu dalam mencapai tujuan yang tertanam dalam nilai-nilai sosial yang didapatnya. 

Sedangkan orientasi nilai merupakan nilai dan norma yang dipakai individu dalam mencapai tujuannya sesuai dengan di mana dan bagaimana lingkungan setiap individu tinggal. Dengan demikian, persepsi setiap individu terhadap tujuannya dipengaruhi oleh karakter setiap masyarakat.

Masyarakat dalam Fungsionalisme Struktural

Masyarakat merupakan bagian dan jalinan dari sistem sosiap yang saling bergantung satu sama lain. Hal tersebut menganalogikan masyarakat seperti suatu organisme biologis yang berarti apabila masyarakat satu memiliki masalah, maka masyarakat lain akan terkena dampaknya.

Dok pribadi
Dok pribadi

Dalam sistem sosial yang ada dalam masyarakat, masyarakat haruslah hidup dalam kedamaian sehingga dapat membentuk keseimbangan dalam suatu masyarakat. Untuk dapat mencapai keseimbangan, maka masyarakat harus menghindari terjadinya konflik atau pertikaian. 

Keseimbangan dalam masyarakat tercipta karena adanya nilai, norma, aturan, dan adat istiadat yang telah tertanam dalam masyarakat tesebut. Oleh karena itu, nilai-nilai tersebut haruslah dipatuhi. 

Nilai, norma, aturan, dan adat istiadat tercipta melalui sosialisasi dan internalisasi. Pada individu sosialiasi pertama di dapatkan melalui keluarga. Kemudian nilai-nilai dalam sosialisasi tersebut tertanam dalam dirinya melalui proses internalisasi. 

Keluarga merupakan miniatur dalam masyarakat yang berfungsi untuk memberikan sosialisasi pertama kepada individu untuk dapat hidup dalam masyarakat. 

Dengan mendapatkan internalisasi dan sosialisasi dari keluarga, maka seorang individu dapat hidup bermasyarakat dengan harmonis karena adanya bekal dari nilai dan norma yang ada. Dengan demikian maka dalam suatu masyarakat akan tercipta sebuah keteraturan dan keseimbangan.


MODEL AGIL (Cybernetic Model of System Regulation)

Pada tahun 1956, Parsons memperbaiki teori sistemnya melalui konsep AGIL (Adaptation, Goal Attainment, Integration, and Latency) dengan menyebutkan bahwa di dalam masyarakat terdapat empat subsistem, yaitu:

1. Adaptation

Distribusi Ekonomi. Sumber ilustrasi: kompas.com
Distribusi Ekonomi. Sumber ilustrasi: kompas.com

Dalam subsistem ini, suatu sistem harus beradaptasi dengan lingkungan dan sumber daya yang dapat didistribusikan untuk menstabilkan situasi eksternal yang sedang gawat. 

Pada saat suatu sistem dalam masyarakat mengalami keadaan yang genting, maka sistem tersebut harus mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut. Kemudian masyarakat dalam sistem tersebut haruslah mencari cara untuk dapat menstabilkan kondisi tersebut. 

Hal ini berkaitan dengan subsistem ekonomi. Dalam subsistem ini, sistem sosial dalam masyarakat beradaptasi dengan lingkungan dan sumber daya yang dapat diolah untuk dapat diproduksi dan didistribusikan guna menstabilisasikan kondisi yang sedang di alami.

2. Goal Attainment

Subsistem Politik. Sumber Ilustrasi: Shootlinenews.com
Subsistem Politik. Sumber Ilustrasi: Shootlinenews.com

Dalam subsistem ini, suatu sistem harus dapat mencapai tujuan utamanya. Tujuan tersebut dicapai dengan mengendalikan masyarakat dalam sistem tersebut. Hal ini berarti, dalam mencapai tujuan utama suatu sistem, maka masyarakat dalam sistem tersebut dilarang untuk menggulingkan rezim politik. Hal tersebut dilakukan agar tidak adanya konflik sosial yang terjadi. 

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa subsistem ini berhubungan dengan subsistem politik yang ada di dalam masyarakat. Di mana subsistem politik berusaha membagi kekuasaan yang sah dari negara. 

Hal tersebut guna meminimalisir konflik dan mempermudah satu tujuan tercapai. Dalam hal ini, negara menciptakan sebuah peraturan dan Undang-Undang yang dibuat untuk mengatur masyarakat.

3. Integration

Subsistem Hukum. Sumber Ilustrasi: Metrokaltara.com
Subsistem Hukum. Sumber Ilustrasi: Metrokaltara.com

Dalam konsep AGIL ini, setiap subsistem sebenarnya berhubungan satu sama lain. Hal tersebut masuk dan menyatu ke dalam subsistem integrasi. Dalam subsistem integrasi, komponen adaptasi, tujuan, dan juga pola struktur dalam masyarakat haruslah menjadi satu dan dapat terintegrasi. Subsistem integrasi berkaitan dengan subsistem sosial dan hukum. 

Dalam hakikatnya, subsistem sosial dan hukum ini berusaha mengokohkan dan menjaga kesatuan dari setiap komponen AGIL ini untuk dapat menintegrasikan sistem dan membentuk sebuah solidaritas sosial di dalamnya. 

Dalam hal ini, subsistem hukum membuat sanksi untuk masyarakat yang melanggar atau membuat konflik sosial. Subsistem hukum tersebut terdiri dari hukum pidana dan hukum perdata. Hukum pidana berkaitan dengan tindak kekerasan, pemerkosaan, dan tindakan fisik yang melanggar norma lainnya. 

Sedangkan hukum perdata merupakan hukum yang berkaitan dengan kepentingan warga atau individu yang satu dengan yang lainnya seperti masalah warisan, utang, sengketa tanah, pencemaran nama baik, dan lain sebagainya. Dengan adanya subsistem ini, maka akan ada hukum yang mengatur disintegrasi atau perpecahan.

4. Latency

Dalam sebuah masyarakat terdapat pola dan struktur. Pola dan struktur ini harus dipertahankan dan dijaga yang termasuk ke dalam fungsi Lattent pattern maintenance. 

Dalam hal ini sistem-sistem yang ada haruslah saling melengkapi, memperbaiki, juga mempertahankan keberlangsungan satu sama lain. Pola dan struktur dalam masyarakat berasalkan dari pola kultural yang didasarkan dari nilai, norma, dan aturan yang ada dalam masyarakat. Tentunya hal ini berkaitan dengan subsistem budaya. 

Dalam budaya tentunya memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai budaya antara satu dengan yang lainnya meskipun berbeda namun harus saling melengkapi. Kemudian nilai-nilai tersebut harus senantiasa dijaga, dilestarikan, bahkan diimplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Misalnya budaya berpamitan dengan mencium tangan orang tua sebelum berangkat sekolah. 

Nilai yang terkandung dalam budaya tersebut ialah nilai sopan santun. Tentunya nilai tersebut haruslah dijaga dan diimplikasikan pada kehidupan sehari-hari karena nilai tersebut adalah nilai yang menggambarkan masyarakat kita. Dengan demikian, maka akan mencapai tujuan dalam menjaga kelestarian struktur yang ada dalam masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun