Mohon tunggu...
Anindita Apsari
Anindita Apsari Mohon Tunggu... Mahasiswa - 3rd Year Psychology Student

Hi!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anak Gifted: Peran Orangtua dan Pendidikan

10 Juli 2021   21:13 Diperbarui: 10 Juli 2021   21:50 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebagai karunia, anak adalah individu yang harus dijaga sebaik-baiknya. Dalam beberapa kasus, orangtua yang kuat dan beruntung akan diamanahkan anak spesial yang harus dibimbing secara khusus. Anak berkebutuhan khusus biasanya memiliki karakteristik fisik, intelektual, dan emosional yang seringkali tidak sejalan dengan standar masyarakat pada umumnya (Syaiful, 2010). Anak berkebutuhan khusus dibagi menjadi beberapa jenis lagi, berdasarkan kebutuhannya. Salah satunya adalah jenis berbakat spesial atau gifted.

Jenis ini merupakan berkebutuhan khusus yang dicirikan dengan individu yang kemampuan kognitifnya di atas rata-rata kelompoknya. Asosiasi Anak Gifted Nasional Amerika Serikat (NAGC) menyebutkan karakteristik yang ditampilkan anak gifted adalah kemampuan luar biasa dalam bernalar dan belajar serta memiliki kompetensi dalam satu atau beberapa bidang. Salah satu tokoh Psikolog dari Amerika Serikat Joseph Renzulli memodelkan gifted ke dalam tiga komponen utama kinerja manusia. Tiga komponen utama yang dimaksud adalah kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, dan komitmen dalam tugas. Ketiganya dikenal sebagai The Three Rings Conception atau Konsep 3 Cincin. Selain ciri kemampuan yang telah disebutkan, anak dengan kebutuhan khusus jenis ini memiliki ciri lain yang saling berkaitan yaitu sensitivitas kognitif, overexcitability, dan perkembangan asinkron.

Otak anak gifted bekerja lebih cepat dalam memproses informasi dibandingkan anak yang bukan gifted. Fenomena ini disebut sebagai sensitivitas kognitif. Kondisi lain yang umum dijumpai pada anak gifted adalah intensitas dan overexcitability. Pada umumnya anak gifted merespon stimulus dengan intensitas yang tinggi, hal ini menyebabkan anak gifted merasakan passion, penolakan, perilaku, dan ketertarikan belajar yang lebih kuat dibandingkan anak yang bukan gifted. Semuanya terdengar hebat dan menarik bukan? Sayangnya, dalam beberapa kasus anak Gifted anak seringkali mengalami masalah dalam perkembangan sosialnya. Hal ini disebabkan oleh tiga hal yang telah disebutkan sebelumnya. Pada umumnya anak-anak memiliki topik pembicaraan yang sesuai dengan usianya, seperti tren tertentu atau percakapan terkait minat yang umumnya menjadi topik pembicaraan di kalangan anak sebayanya, namun anak dengan kondisi Gifted seringkali merasa bahwa obrolan seperti itu kurang menantang sehingga memungkinkan untuknya menarik diri dari pergaulan dengan teman sebaya. Sesungguhnya poin-poin yang telah disebutkan sebelumnya merupakan kebutuhan-kebutuhan yang perlu dipenuhi oleh lingkungan kepada anak  dengan kondisi berbakat spesial atau gifted sehingga di kemudian hari mereka dapat berfungsi di masyarakat. Oleh karena itu kondisi ini masuk ke dalam kategori berkebutuhan khusus.

Dalam tumbuh kembangnya, baik secara sosial maupun akademik, orang tua memiliki peran yang cukup besar untuk membimbing anak Gifted agar segala bentuk kebutuhan yang terasa khusus terpenuhi. Menjadi sosok responsif terhadap kebutuhan anak. Memberikan respons terhadap anak Gifted sangat penting. Hal ini bisa dimulai dengan merespons aktivitas anak, mengajak anak bicara, dan membantu anak bila sisi Gifted yang muncul berpotensi untuk membuat anak menjadi sulit sosialisasi (mis. Mengajarkan anak untuk mendengarkan saat orang lain bicara untuk mengajarkan anak Gifted yang banyak tahu mendengarkan informasi dari orang lain meski anak sudah mengetahuinya). Respons semacam ini dapat mendorong anak menuju aktualisasi diri melalui perilaku perfeksionisme adaptif, percaya diri, memiliki keseimbangan emosi, dll. 

Berikutnya adalah memilih pendidikan yang tepat. Di Indonesia sendiri, terdapat 2.600.000 anak berpotensi gifted yang tidak menerima pendidikan sesuai dengan kebutuhannya. Fenomena yang seringkali muncul dari situasi seperti ini adalah underachiever. Yaitu kondisi ketika performa anak berada di bawah kemampuan yang dimiliki. Hal ini dapat diminimalisir dengan cara memilih sekolah yang kurikulumnya disesuaikan untuk memfasilitasi anak se-pintar Gifted.

Beberapa waktu lalu kami berkesempatan mewawancarai seorang guru bimbingan konseling yang saat ini sedang menangani siswa gifted di sekolahnya. Dari wawancara yang kami lakukan hasilnya banyak membahas terkait kolaborasi orangtua dengan sekolah dalam mewujudkan pendidikan yang memfasilitasi bagi anak gifted. Sekolah memiliki porsi merancang kurikulum sesuai kondisi anak, dalam hal ini gifted, dan orangtua berperan mendukung rancangan pendidikan tersebut dengan sikap terbuka sehingga memudahkan sekolah melakukan intervensi pendidikan bagi anak yang bersangkutan. Tidak lupa, orangtua dilibatkan secara aktif dalam penetapan intervensi khusus sebagai pion utama. Tanpa dukungan orangtua, layanan sebaik apapun tidak akan dapat memberikan hasil. Waktu yang dihabiskan di sekolah tidak cukup untuk memaksimalkan efek dari penguatan itu sendiri sehingga komitmen orangtua sangat dibutuhkan. Hal ini dapat direalisasikan sebab pihak orangtua maupun sekolah memiliki visi dan misi yang sama mengenai pendidikan anak yang bersangkutan, gifted.

Sebagai contoh, layanan yang diberikan oleh sekolah untuk mewadahi bakat spesial siswa tersebut adalah akomodasi ruang untuk memenuhi kebutuhan atas sensitivitas kognitif dan overexcitability yang dimilikinya. Berdasarkan informasi yang kami dapatkan siswa tersebut kerap menarik diri dari pembelajaran di kelas karena merasa sudah menguasai materi yang sedang dijelaskan oleh guru. Jika berada dalam situasi seperti ini, guru kelas akan melakukan intervensi meminta anak tersebut menjelaskan hal-hal yang telah ia ketahui terkait materi yang sedang diajarkan kepada teman-temannya. Atau intervensi pemberian soal dengan jumlah atau level yang lebih tinggi dibandingkan teman sekelasnya. Hal ini dapat terlaksana setelah melewati diskusi dengan orangtua. Bersumber dari keterangan narasumber juga diketahui orang tua dari siswa yang bersangkutan sangat terbuka atas saran yang diberikan oleh pihak sekolah melalui guru kelas, guru bimbingan konseling, maupun psikolog sekolah terkait pendidikan anaknya.

Fenomena lain yang kami temukan terkait interaksi sosialnya. Berdasarkan karakteristiknya, siswa gifted cenderung berkembang tidak sinkron dengan lingkungannya yang dapat berdampak terhadap perkembangan sosialnya. Pada siswa ini yang terjadi justru ia berbaur dengan sangat baik di lingkungannya. Menurut narasumber, siswa tersebut disukai oleh teman-temannya dan juga memiliki banyak teman akrab. Hal ini mungkin terjadi sebab siswa terkait berada di keluarga keluarga yang responsif dan lingkungan yang sensitif terhadap kemampuannya sehingga memunculkan karakteristik ekstrovert, perfeksionis adaptif, rasa ingin tahu, dan emosi yang seimbang.

Referensi

Idrus, M. (2013). Layanan Pendidikan bagi Anak Gifted. PSIKOPEDAGOGIA Jumal Bimbingan Dan Konseling, 2(2).

Joseph S. Renzulli. (2014). The Schoolwide Enrichment Model: A Comprehensive Plan for the Development of Talents and Giftedness. Revista Educao Especial, v. 27 | n., 541.

Trkman, B. (2020). The evolution of the term of giftedness & theories to explain gifted characteristics. Journal of Gifted Education and Creativity, 7(1), 17-24.

Wood, S., & Peterson, J. (2017). Counseling Gifted Students: A Guide for School Counselors. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun