Mohon tunggu...
Anindita Galuh
Anindita Galuh Mohon Tunggu... Mahasiswa - @aninditagaluhw

pengkhayal

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Korban Pelecehan Seksual yang Diduga Dilakukan Gofar Hilman Speak Up di Media Sosial

20 Juni 2021   14:02 Diperbarui: 20 Juni 2021   14:12 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu media sosial dihebohkan oleh pengakuan korban pelecehan seksual yang diunggah di media sosial twitter, bahkan sempat menjadi trending topic. Hal tersebut diperbincangkan karena korban mengaku bahwa pelaku pelecehan seksual tersebut adalah Gofar Hilman. Gofar Hilman adalah seorang penyiar radio, youtuber, aktor, pembawa acara, komedian sekaligus pengusaha. Sebagai sosok public figur yang dikenal banyak masyarakat maka kasus ini secara tidak langsung telah merusak reputasinya. Korban pelecehan mengaku mendapatkan kejadian tidak mengenakkan saat Gofar Hilman mengisi sebuah acara di Malang pada bulan Agustus tahun 2018. Kejadian tersebut terjadi di penghujung acara saat korban meminta instastory kepada Gofar.

 Dalam unggahan akun twitter bernama Nyelaras, @quweenjojo, ia menuliskan,

"Beberapa orang tanya, beneran? Iya bener. Di Agustus 2018 gue dateng ke acara yang salah satu bintang tamunya Gofar Hilman di Malang. Di penghujung acara gue maju ke depan niat untuk keperluan Instastory. My mistake. Lalu Gofar tarik dan rangkul gue, ok gue pikir dia humble. " tulisnya.

Setelah itu, korban merasakan bahwa tubuhnya disentuh hingga membuat korban shock. Korban juga menuliskan bahwa kejadian tersebut berada di keramaian, namun sekumpulan orang yang berada disekitarnya bukannya menolong tetapi malah mengungkapkan hal - hal yang tidak pantas dan tertawa sehingga membuat  korban merasa rendah hingga down. Akhirnya ada satu orang laki -- laki yang menarik dan membantu korban untuk menjauh dari Gofar.

"Yang tarik gue dari Gofar dan keramaian itu. Dia bilang "udah, lo aman di sini". Gue lupa banget nama lo, tapi kalau suatu saat lo baca dan engeh ini elo, maaf gue belum sempet ngomong makasih banyak udah nolongin. Gue berusaha stay cool saat itu tapi otak gue sebetulnya blank." ungkapnya.

Korban mengaku trauma dengan keramaian dibeberapa waktu akibat sekumpulan orang yang terkesan merendahkannya. Beberapa kali korban sempat speak up di media sosial tetapi karena tanggapan yang diterimanya terkesan seolah -- olah kejadian tersebut bisa terjadi kerena dirinya maka dia menghapus unggahannya. Tetapi ia tak menyerah, ia kembali speak up kepada lingkungan terdekatnya dan ia mendapat support dari orang -- orang terdekatnya tentang kasus ini lalu ia kembali yakin untuk speak up untuk public.

Korban kesulitan mengumpulkan bukti pelecehan yang terjadi, sehingga korban sempat menulis di unggahan twitternya agar saksi yang pernah melihatnya saat kejadian 3 tahun silam untuk menjadi saksi.

"Minta tolongg banget yang ada di Rumah Opa Agustus 2018 dan melihat kejadian itu, walau pun kamu yang teriak "dienakin kok nggak mau?" Aku maafin, tolong bantu aku. Aku butuh saksi karena nggak mudah cari bukti kejadian 3 tahun lalu, terlebih Rumah Opa udah tutup." tulisnya.

Kasus ini juga mendapat perhatian dari Komnas Perempuan, yang mana Komnas Perempuan mengapresiasi keberanian korban untuk mengungkap kasus ini di media sosial. Tidak hanya Komnas Perempuan, sederet public figure juga menyampaikan dukungan kepada korban, salah satunya Uus. Meskipun sesama public figure dan mengenal Gofar dekat, namun Uus tetap menyayangkan perilaku Gofar Hilman.

"Gofar teman gue, dia banyak ngajarin gue soal struggling dan surviving, tapi kalau soal ini, gue dukung Mbak Jojo, gue berteman dengan siapapun tapi buat gaya hidup dan cara hidup itu bukan ranah gue. Semoga Mbak Jojo dikawal terus sampai kasus ini nemu titik terang," tulis Uus dalam akun twitternya mendukung korban yang mengaku dilecehkan oleh Gofar Hilman.

Sebagai sesama perempuan, komika perempuan yang gencar menyuarakan pengesahan RUU PKS, Sakdiyah Ma'ruf juga menyampaikan dukungan pada korban. Sakdiyah berharap korban mendapat keadilan dan menjadi inspirasi untuk korban pelecehan seksual berani bicara. Bahkan ia juga menulis untuk DPR segera sahkan RUU PKS.

"Mendukung seluruh korban dan penyintas kekerasan dan pelecehan seksual untuk mendapatkan segenap hak dan pemulihan," tulisnya.

"DPR_RI mau nunggu sampai berapa korban lagi untuk #SahkanRUUPKS!!!" tegas Sakdiyah dalam cuitannya.

Hannah Al Rashid juga memberi dukungan kepada korban. Menurutnya, korban pelecehan seksual harus menyuarakan kasusnya tidak perduli seberapa berpengaruhnya pelaku pelecehan tersebut.

"Selalu memberikan solidaritas dengan korban kekerasan, terutama mereka yang cukup berani untuk berbicara tentang pengalaman mereka, ketika pelaku memiliki begitu banyak kekuasaan dan pengaruh. Dan kami akan terus berteriak lagi dan lagi dan lagi #SahkanRUUPKS," tulisnya.

Penegakan hukum di Indonesia tentang pelecehan seksual memang masih abu -- abu. Perlindungan hukum yang didapatkan korban bahkan belum ada. Bahkan dalam perundang -- undangan kita tidak ada istilah pelecehan seksual namun pencabulan. Dalam KUHP hanya mengatur tindak pidana Melanggar Kesusilaan Pasal 281 Ayat 1 dan tindak pidana Pencabulan Pasal 290,292,293,294 dan 296. Dalam pasal 285 KUHP menyatakan bahwa pelaku pemerkosaan dapat diancam pidana selama 12 tahun penjara. Sedangkan di pasal 281 menyatakan bahwa seseorang yang sengaja melanggar kesusilaan diancam penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda Rp.500.000.

 Korban yang mengalami pelecehan seksual selalu kesulitan mengumpulkan bukti atas kasus yang menimpanya sehingga banyak korban yang akhirnya memilih diam. Karena kurangnya bukti membuat korban tidak dapat melanjutkan laporannya untuk dibawa ke jalur hukum. Hal inilah yang membuat korban pelecehan seksual lebih memilih untuk diam atau speak up di media sosial. Karena jika bukti kasus tidak didapatkan, maka proses hukum tidak bisa dilanjutkan.

Memang jika menuliskan kasus seperti ini di media sosial dapat merusak nama baik, namun kebenaran harus terungkap. Seperti yang dituliskan dalam UU ITE pasal 1 ayat 6a bahwa Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap Orang, penyelenggara negara, Badan Usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan Sistem Elektronik, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.

Jika mengungkap kasus pelecehan seksual di media sosial memang seringkali melewati tantangan yang tidak mudah. Korban sering kali dianggap merekayasa kasus, disalahkan karena bukan lapor polisi tetapi malah berkoar -- koar di media sosial dan lain sebagainya. Korban memilih jalur untuk speak up di media sosial karena dianggap lebih mudah didengar tetapi resikonya akan menuai pro dan kontra. Belum lagi nama baiknya seakan menjadi buruk, namun demi kebenaran maka harus dilakukan.

Mengungkap suatu kejadian pelecehan seksual yang sempat membuat trauma memang tidak mudah. Butuh tekad dan mental yang kuat untuk mengungkapkannya. Apalagi korban pelecehan seksual belum memiliki perlindungan yang cukup kuat di Indonesia. Maka dari itu sebaiknya pemerintah segera mengesahkan RUU PKS yang dinilai penting untuk menjamin korban yang mengalami kejadian pelecehan seksual, serta dapat mengurangi kasus serupa agar tidak terjadi lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun