Mohon tunggu...
anindita basuki
anindita basuki Mohon Tunggu... -

lahir 18 maret 1979 di sorong, papua, tapi sekedar numpang lahir. Hijrah n tumbuh di Semarang.menginjakkan kaki di ibu kota RI th 1997 utk menempuh S1. alhamdulillah, sekarang sudah menjadi ibu 1 anak yang menyambi dokter umum. http://dokterdita.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Konsumsi jamu yang Aman dan Rasional

22 November 2009   00:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:14 1607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang mahasiswa kedokteran mewawancarai salah satu pasien yang menderita gagal ginjal kronik dan perdarahan lambung. Dari hasil wawancara, si pasien mengaku rutin mengkonsumsi jamu pegel linu selama beberapa tahun sebelumnya. Dokter muda hanya mengelus dada. Dulu, dia pun pernah minum jamu-jamuan itu. Bila minum 1 bungkus saja, asmanya tidak kambuh selama 1 hari penuh. Untung hal itu tidak berlangsung lama karena tempat penjualan yang jauh dari tempat tinggal. Dan saat itu jasa pengiriman paket belum sebaik sekarang. Baru setelah kuliah di kedokteran, dia tahu bahanyanya...... Pengobatan tradisional saat ini sudah tidak dipandang sebelah mata. Ada kecenderungan masyarakat untuk ’back to nature’, kembali ke alam. Menurut mereka, pengobatan tradisional cenderung tidak memiliki efek samping. Selain iklannya bertaburan di media cetak, televisi pun tidak mau kalah dengan menayangkan program pengobatan tradisional. Bahkan baru-baru ini di Jakarta telah berdiri Rumah Sakit yang mempraktekkan pengobatan tradisional Cina. Dari berbagai teknik pengobatan tradisional, penggunaan jamu menduduki peringkat tertinggi. Hal ini disebabkan pembuatan jamu yang amat mudah, tidak perlu keahlian khusus, banyaknya resep jamu tradisional yang bisa ditiru dan bahan yang relatif murah dan mudah didapat. Di Indonesia tercatat sekitar 5000 produk jamu yang telah terdaftar di BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Jumlah itu belum termasuk jamu gendong dan racikan. Jamu adalah pengobatan tradisional Indonesia yang bahan bakunya berasal dari bagian tumbuhan seperti akar-akaran, daun, kulit batang dan buah, ataupun bagian dari hewan, seperti empedu kambing atau tangkur buaya. Dahulu ramuan jamu umumnya direbus, diseduh, baru diminum. Namun sejalan dengan modernisasi, jamu-jamuan saat ini banyak yang dibuat serbuk dan dimasukkan dalam kapsul. Disinilah konsumen perlu waspada dengan jamu yang dikonsumsi. Persaingan pelaku usaha jamu yang semakin tajam membuat mereka gencar mempromosikan diri sebagai produk yang manjur. Bukannya memperdalam riset mengenai tanaman obat, produsen jamu yang tidak bertanggung jawab justru mencampur jamunya dengan bahan kimia pembuat obat (BKO). Tujuannya tentu saja, supaya reaksinya menjadi cepat dan jamunya dianggap ces pleng alias manjur. Misalnya, jamu untuk menyembuhkan masuk angin dicampur dengan metampiron, BKO yang berfungsi sebagai obat panas dan anti nyeri. Contoh yang lain ialah jamu untuk asam urat, pegel linu, asma, dan penambah nafsu makan seringkali dicampur obat golongan steroid yang berfungsi untuk mengurangi radang dan mampu meningkatkan vitalitas. Produsen yang jahat tidak peduli apakah jumlah BKO yang dicampur melebihi dosis aman bagi tubuh. Ingat! Jamu mudah dibuat oleh siapapun, termasuk dicampur dengan obat kimia. Sebagai informasi, pada Juni 2008 BPOM menarik beberapa jamu yang terbukti dicampur dengan BKO. Kemudian pada Nopember 2008 BPOM kembali menarik peredaran beberapa obat tradisional dan suplemen yang terbukti mengandung BKO. Akibat negatif dari konsumsi jamu-jamuan yang mengandung BKO bisa langsung muncul maupun yang efek jangka panjang. Gejala yang timbul tergantung jenis BKO yang dicampurkan. Beberapa keluhan dan gejala yang muncul misalnya pusing, jantung berdebar-debar, penurunan kesadaran, pembengkakan pada bagian tubuh tertentu maupun keseluruhan, gangguan pada hati / liver, gangguan hormonal, dll. Pasien kerap menanyakan kepada dokter mengenai penggunaan jamu tertentu. Ada dokter yang melarang sama sekali, namun ada juga dokter yang membolehkan dengan catatan kondisi pasien harus tetap dikontrol oleh dokter. Larangan itu bukan tanpa alasan. Penelitian mengenai khasiat herbal memang masih minim. Umumnya, khasiat obat tradisional diketahui secara turun temurun, tanpa pembuktian ilmiah. Saat ini telah ada usaha untuk meneliti zat aktif yang terkandung dalam suatu tanaman yang berkhasiat sebagai obat, namun penelitian ini masih terus berkembang. Umumnya belum diketahui mengenai berapa takaran yang diperlukan, berapa takaran maksimum, dan berapa takaran yang membahayakan keselamatan. Oleh karena itu masyarakat harus pintar-pintar melindungi dirinya sendiri. Di bawah ini ada beberapa tips yang mungkin membantu untuk memutuskan saat kita akan mengkonsumsi jamu : 1. Utamakan produk alami / rebusan. 2. Perhatikan apakah terdaftar di BPOM dan Halal MUI. Nomor registrasi harus jelas. Konfirmasi ke BPOM atau MUI. Website BPOM http://www.pom.go.id Website MUI http://www.halalmui.org 3. Produsen profesional dan jelas perusahaannya. Lebih baik bila terkenal. Alamat perusahaan, website, telepon harus mudah diakses. 4. Komposisi / daftar isi yang jelas. Itupun kadang ada zat yang mungkin sengaja tidak dicantumkan. Kita jangan terkecoh dengan tulisan bahasa asing yang tidak kita mengerti. 5. Kemasan higienis, tertutup rapat, tersegel, jelas nomor batch dan tanggal kadaluarsanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun