Mohon tunggu...
Anindia Malika
Anindia Malika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

suka mendengarkan musik, menari dan menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Jean Piaget vs Teori Lev Vygotsky dalam Konteks Sosial Perkembangan Anak

16 Oktober 2024   08:31 Diperbarui: 16 Oktober 2024   08:46 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1. Biografi Vygotsky

Lev Semyonovich Vygotsky merupakan seorang keturunan Yahudi yang lahir di kota Orscha pada tahun 1896, pada masa Tsar Rusia. Pada usia 15 tahun, ia mendapat julukan "Profesor Kecil" karena perannya sebagai pemimpin diskusi mahasiswa. Pada usia 18 tahun, ia menulis kritik terhadap drama Hamlet karya Shakespeare, yang ia masukkan ke dalam berbagai publikasi psikologisnya. Dia duduk di bangku sekolah kedokteran di Universitas Moskow tetapi kemudian beralih ke sekolah hukum.

Di usia yang ke28 tahun, Vygotsky mengembangkan minatnya pada studi psikologi, setelah sebelumnya lebih fokus pada sastra dan ilmu sosial. Vygotsky awalnya menjabat sebagai instruktur sastra di suatu institusi, lalu ditugaskan untuk menjadi guru psikologi di sekolah tersebut. Sebenarnya, ia tidak memiliki pendidikan akademis di bidang tersebut. Ketertarikan Vygotsky terhadap psikologi membawanya untuk melanjutkan studi lebih lanjut di bidang tersebut di Institut Psikologi Moskow pada tahun 1925. Ia meninggal karena tuberkulosis pada usia 37 tahun pada tahun 1934. Teori Vygotsky dibentuk oleh gagasan tiga filsuf. Yang pertama ialah Benediktus Spinoza. Spinoza memegang keyakinan bahwa semua pengetahuan, secara teori, dapat diperoleh melalui proses berpikir rasional. Manusia dapat mengendalikan nafsunya dengan cara menumbuhkan pemikiran rasional. Teori Vygotsky menjelaskan pencapaian pengendalian diri melalui pengembangan kapasitas mental rasional (fungsi mental). Filsuf kedua ialah GWF Hegel. Sistem dialektika terdiri dari proses negasi, dimana suatu tesis dibantah oleh lawan atau antitesisnya, dan kemudian diselesaikan melalui penciptaan formasi baru yang secara kualitatif.

2. Biografi Jean Piaget

Jean Piaget lahir pada 9 Agustus 1896 di Neuchatel, Swiss dan meninggal 84 tahun kemudian. la sangat mengagumi ayahnya yang terpelajar, namun mempunyai kekhawatiran terhadap ibunya yang lebih emosional. Keputusannya untuk mempelajari psikologi di masa depan dipengaruhi oleh keadaan ibunya yang ini. Meskipun demikian, bidang studi awal Piaget adalah biologi dalam bidang sains. la mengembangkan minatnya pada biologi di usia 11 tahun. Ia menulis satu publikasi mengenai burung pipit, dan sepanjang periode usia 15 hingga 18 tahun, ia menulis publikasi lain tentang cangkang.

Pada tahun 1918, Piaget menulis novel intelektual Recherché. Publikasi penting ini menyajikan agenda penelitiannya. Dia berpendapat dalam tulisannya bahwa sains didasarkan pada bukti empiris, sedangkan agama berpusat pada prinsip-prinsip moral. Piaget mengambil posisi awalnya di Neuchatel pada tahun 1925, setelah itu ia memantapkan dirinya di Universitas Jenewa pada tahun 1929. Pada tahun yang sama, ia ditunjuk sebagai direktur Kantor Pendidikan Internasional. Selanjutnya, pada tahun 1955, ia menjabat sebagai direktur Pusat Internasional Epistemologi Genetik. Pada tahun 1963, ia dianugerahi gelar doktor kehormatan pertamanya oleh Universitas Harvard, dan kemudian memenangkan lebih dari 40 penghargaan, termasuk Hadiah Erasmus pada tahun 1972. Setelah pensiun pada tahun 1971, Piaget melanjutkan studi ilmiahnya, menghasilkan literatur mengenai epistemologi konstruktivis.

3. Perkembangan Kognitif Anak

Kognisi mengacu pada proses berpikir, yakni keterampilan seseorang untuk mengkorelasikan, mengevaluasi, dan merenungkan suatu peristiwa atau kejadian, yang merupakan kapasitas berpikir individu. Proses kognitif berkaitan dengan kapasitas intelektual yang membedakan individu dengan beragam minat dan bakat, khususnya yang berorientasi pada ide dan pembelajaran. Terminologi "Kognitif" berasal dari "cognition", yang mengacu pada proses menafsirkan dan memahami informasi, Kognisi, secara garis besar, mengacu pada proses perolehan, pengorganisasian, dan penerapan pengetahuan.

Gagne mendefinisikan kognisi sebagai proses internal yang terjadi di dalam sistem saraf pusat ketika seseorang terlibat dalam kegiatan berpikir. Kognitif mengacu pada keseluruhan kegiatan mental yang mencakup persepsi, pikiran, memori, dan pemrosesan informasi. Kegiatan ini memungkinkan individu mendaptkan pengetahuna, mampu mencari solusi atas suatu permasalahan, dan melakuksarnakn perencanaan masa depan. Ini mencakup Isemua proses psikologis yang terlibat dalam belajar, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memprediksi, menilai, dan memikirkan mengenai lingkungannya.

Artinya, karena kemapuan kognitifnya, anak memanfaatkan kemampuan kognitif untuk menggunakan alat kognitif untuk mengobservasi, membangun hubungan, mengevaluasi, dan merenungkan suatu peristiwa atau kejadian, dengan tujuan menyelesaikan masalah secara efisien dan berhasil serta memperoleh tujuan. Semakin besar tingkat rangsangan yang diterima seorang anak dari interaksinya dengan lingkungan berbanding lurus dengan keterlibatan anak tersebut dengan dunia luar, sehingga menghasilkan kecepatan pemrosesan kognitif yang semakin cepat.

Perkembangan kognitif dipengaruhi oleh berbagai aspek, yang dapat dijelaskan yakni:

a. Hereditas, yang pertama kali dikemukakan oleh filsuf Schopenhauer, menyatakan bahwa seseorang dilahirkan dengan sifat-sifat bawaan yang tidak terpengaruh oleh lingkungannya.

b. Lingkungan, yang mengacu pada kondisi dan pengaruh eksternal terhadap individu atau sistem, merupakan inti dari teori lingkungan atau empirisme yang dikembangkan oleh John Locke yang menyatakan bahwasanya manusia pada dasarnya lahir dengan keadaan polos seperti selembar kertas kosong, tanpa tulisan atau cacat at apa a pun.

c. Kematangan, mengacu pada keadaan suatu organ yang telah berkembang sempurna dan mampu menjalankan peran spesifiknya.

d. Pembentukan, mengacu pada variabel luar yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan pada seseorang.

e. Minat dan bakat, yakni unsur berpengaruh yang memandu tindakan menuju F tujuan tertentu dan berfungsi sebagai motivasi untuk terlibat lebih aktif dan tampil pada tingkat yang lebih tinggi.

f. Kebebasan, yang mengacu pada kemampuan orang untuk berpikir secara luas, 1- memungkinkan mereka memilih pendekatan khusus untuk pemecahan masalah dan memilih isu berdasarkan kebutuhan masing-masing.

Dengan hasil kajian data yang di peroleh oleh peneliti melalui metode angket kuesioner menunjukan terdapat beberapa anak usia dini yang dalam perkembangannya

dilingkungan masyarakat mendapatkan peraturan-peraturan dari orang tua yang berdampak pada terganggunya proses perkembangan syaraf motoric anak usai dini dikarenakan terbatasnya kesempatan anak untuk mengeksplor banyak hal yang seharusnya bisa dipelajari dan menjadi peran kognitif dalam perkembangan anak. Hal tersebut terjadi disebabkan oleh para orangtua ingin anaknya mengetahui tentang hal yang bolah dilakukan dan tidak boleh
dilakukan oleh anak.

4. Perkembangan Kognitif Menurut Jean Piaget

Perkembangan kognitif menekankan pada pembahasan struktur berpikir. Menurut Jean Piaget, pembahasannya sebagian besar berpusat pada struktur kognitif. Dari tahun 1927 hingga 1980, dia melakukan penelitian ekstensif dan menulis publikasi tentang topik perkembangan kognitif. Berbeda dengan psikolog sebelumnya, ia menegaskan bahwa perkembangan kognitif anak-anak tidak hanya kurang maju dibandingkan orang dewasa karena keterbatasan informasi mereka, tetapi juga secara fundamental berbeda sifatnya.

Merujuk pada studinya, kemampuan individu dalam memperhatikan sains sangat dipengaruhi oleh tahapan pertumbuhan otak dan perubahan terkait usia (Laura A. King: 152). Piaget mengajukan teori struktur kognitif untuk menjelaskan proses dimana anak memperoleh konsepsi tentang lingkungan sekitarnya. (Loward S. Friedman dan Miriam W. Schustack, 2006; 59). Teori Piaget yang dikenal dengan epistemologi genetik bertujuan untuk mengkaji perkembangan kapasitas kognitif. Istilah "genetik" dalam konteks ini berkaitan dengan kemajuan perkembangan dan bukan warisan biologis (Hergenhahn dan Olson, 2010; 325). Menurut Piaget, anak-anak memiliki beberapa skema sensorimotor sejak lahir, yang berfungsi sebagai struktur interaksi awal mereka dengan lingkungan sekitar. Pengalaman awal anak akan dibentuk oleh skema sensorimotorik tersebut. Sederhananya, mereka hanya dapat merespons peristiwa yang dapat dimasukkan ke dalam kerangka mental yang ada, yang disebut skemata. Konsekuensinya, peristiwa-peristiwa tersebut akan menentukan batas-batas pengetahuan dan pemahaman anak. Namun, skema awal ini mengalami modifikasi sebagai akibat dari pengalaman. Setiap pengalaman terdiri dari bagian-bagian berbeda yang perlu diasimilasikan ke dalam kerangka kognitif anak. Dengan terlibat dengan lingkungan, struktur kognitif mengalami transformasi, memfasilitasi pengembangan pengetahuan pengalaman seseorang. Namun, sesuai teori Piaget, proses ini ditandai dengan langkah bertahap, seiring dengan munculnya skema baru secara konsisten dari skema yang sudah ada sebelumnya. Perkembangan intelektual anak, yang awalnya dimulai dengan reaksi refleksif terhadap lingkungan sekitar, akan berkembang hingga mereka mencapai tahap di mana mereka dapat merenungkan kejadian yang mungkin terjadi dan secara kognitif memeriksa potensi hasil yang mungkin terjadi.

Interiorisasi menyebabkan munculnya proses kognitif yang membebaskan anak dari keharusan berinteraksi langsung dengan lingkungan sekitarnya, seiring dengan kemampuan. bayi melakukan manipulasi simbolik. Perkembangan operasi ini memberikan upaya kompleks pada anak untuk berinteraksi dengan lingkungan, sehingga meningkatkan kapasitas mereka untuk aktivitas intelektual dengan kompleksitas yang bertambah. Karena semakin besarnya kompleksitas arsitektur kognitif anak. Begitu pula dengan struktur kognitif anak yang berperan dalam membentuk lingkungan fisiknya (Hergenhahn dan Olson, 2010:325).

5. Perkembangan Sosial

Menurut Lev Vygotsky, perolehan dan pertumbuhan pengetahuan seorang anak sangat terkait dengan interaksi sosial mereka. Interaksi dengan teman sebaya dan paparan terhadap lingkungan sekitar dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan kognitif mereka. Ia merumuskan teori perkembangan sosiokultural yang mencirikan pembelajaran sebagai fenomena sosial, yang memungkinkan anak-anak meningkatkan kapasitas mereka untuk belajar melalui konteks interaksi dan budayanya.

Berdasarkan pada teori yang di kemukakan oleh Vygotsky, maka dapat di simpulkan bahwasanya faktor lingkungan mengambil peran yang cukup krusial dalam perkembagan kognitif anak. Hal tersebut didasari oleh pentingnya anak dalam belajar budaya, beradaptasi serta perkebangan tutur bahasa yang terjadi pada anak.

KESIMPULAN

Teori Jean Piaget dan Lev Vygotsky merupakan dua pendekatan penting untuk memahami perkembangan anak dalam kehidupan sosial. Piaget menekankan pentingnya peran pengalaman langsung dalam pembentukan kognisi anak, sedangkan Vygotsky menekankan pengaruh lingkungan sosial terhadap perkembangan anak. Kesimpulan mengenai peranan teori mereka terhadap perkembangan anak di masyarakat adalah sebagai berikut.

Pertama, teori Piaget menunjukkan betapa pentingnya anak aktif mengeksplorasi lingkungannya. Anak belajar melalui interaksi dengan benda dan situasi disekitarnya. Dalam konteks sosial, hal ini berarti anak harus mempunyai kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebayanya dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan. Teori Piaget juga menekankan pentingnya tahapan perkembangan yang berbeda, sehingga pendidik dan orang tua harus memahami tingkat perkembangan anak dan memberikan tantangan yang sesuai.

Kedua, teori Vygotsky menekankan pentingnya peran interaksi sosial dalam pembelajaran anak. Konsep zona perkembangan proksimal menggambarkan jarak antara kemampuan anak saat ini dengan potensi-potensi yang dapat dikembangkan dengan bantuan orang dewasa atau teman sebaya. Oleh karena itu, pendidik dan keluarga harus berperan sebagai mediator, membantu anak mengatasi kesulitan dan berkembang. Secara keseluruhan, Piaget dan Vygotsky memberikan gambaran komprehensif tentang bagaimana anak belajar dan berkembang di masyarakat. Memahami perbedaan dan persamaan antara kedua teori ini dapat membantu guru dan orang tua menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan holistik anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun