Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak terus mendongkrak tren peningkatan penerimaan perpajakan. Tercatat pada 12 Desember 2023 lalu, penerimaan pajak telah mencapai 101,3% dari target APBN atau sekitar Rp1739,8 triliun. Kendati demikian, realisasi penerimaan tersebut belum mencapai target penerimaan APBN yang tertuang dalam revisi Perpres 75/2023 (CNBC,2023).
Banyak faktor yang menyebabkan belum tercapainya target penerimaan. Menurut pendapat yang dikemukakan Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo (2019), terdapat beberapa faktor penyebab tidak tercapainya penerimaan pajak yang diharapkan, seperti harga komoditas yang tidak stabil, perdagangan internasional menurun, Â banyaknya pemberian insentif pajak, pemanfaatan data dan informasi belum optimal, dan tertundanya pemungutan pajak di beberapa sektor.
Reformasi dan revitalisasi terhadap sistem administrasi perpajakan gencar dilakukan untuk meningkatkan kontribusi masyarakat sebagai Wajib Pajak dan memaksimalisasi penerimaan. Upaya ini juga dilakukan untuk mendorong kenaikan tax ratio hingga 15%. Terobosan yang kini dilakukan adalah dengan memanfaatkan modernisasi digital dalam pemutakhiran terhadap sistem inti administrasi pajak, atau dikenal dengan core tax system.
Mengenal Core Tax System dan Urgensinya dalam Sistem Perpajakan Indonesia
Core tax system merupakan bentuk reformasi perpajakan yang telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 40/2018. Urgensi untuk melakukan transformasi sistem inti administrasi perpajakan disebabkan SIDJP atau sistem yang berlaku saat ini dinilai belum mampu mengintegrasi keseluruhan informasi dan data. Kemudian, Menteri Keuangan menyebutkan bahwa untuk mewujudkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 yang mengatur mengenai area intervensi penguatan penerimaan pajak Pemerintah Daerah (Pemda), dibutuhkan penguatan integrasi data melalui digitalisasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Mengacu pada laman resmi DJP, core tax system adalah proyek sistem informasi yang akan meningkatkan kinerja fiskus karena adanya automasi proses bisnis berbasis Commercial Off the-Self (COTS), disertai dengan pembenahan basis data perpajakan, dan pemusatan pemeriksaan. Secara garis besar, dengan berbasis teknologi core tax system akan meningkatkan efisiensi dan ketepatan dalam pengelolaan proses perpajakan.
Tujuan implementasi CTS adalah mewujudkan institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel yang mempunyai proses bisnis yang efektif dan efisien. Sebab, sistem ini akan membuat Wajib Pajak hanya akan mengonfirmasi SPT nya, sebab data bukti potong akan dirilis secara prepopulated. Wajib Pajak tidak harus menghitung dan memasukkan datanya satu-persatu. Hal ini akan meningkatkan kualitas data , segmentasi, dan profiling wajib pajak. Hal ini juga akan mengurangi kemungkinan terjadinya kekeliruan dalam pengisian informasi dan data.
Dalam wawancara yang dilakukan kepada Staf Ahli menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi melalui CNBC Indonesia, menjelaskan bahwa CTS direncakan akan aktif mulai 1 Juli 2024. Persiapan matang terus dilakukan, dengan melakukan pengujian terhadap 21 modul bisnis layanan pajak, pengujian integrasi sistem, dan uji penerimaan berbasis teknologi.
Layanan pajak yang akan diperbarui, antara lain Surat Pemberitahuan (SPT), Tax Payer Account Management (TAM), document management system (DMS), Exchange of Information (EoL), Data Quality Management (DQM), Document Management System (DMS), Business Intelligence (BI), Complieance Risk (CRM), pelayanan untuk wajib pajak, penilaian, pengawasan, ekstensifikasi, penagihan, penyidikan, dan penyelesaian dalam keberatan dan banding.
Peluang dan Tantangan dalam Implementasi Core Tax System
Core tax system merupakan langkah DJP dalam melakukan reformasi perpajakan. Beberapa peluang terhadap implementasi sistem ini antara lain,
1. Peningkatan kinerja pemerintah
DJP sebagai fiskus secara sempurna akan memiliki kewenangan atas data keuangan Wajib Pajak sesuai dengan pada pasal 35A UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
2. Peningkatan pelayanan
Core tax system akan memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam mendapatkan keseluruhan pelayanan perpajakan dari pendaftaran, pembayaran, penyampaian SPT yang tentunya akan mendorong kepatuhan perpajakan.
3. Pemberantasan korupsi
Mengurangi kemungkinan terjadinya korupsi, sebab CTS merupakan sistem berbasis teknologi dan akan mengurangi campur tangan manusia dalam proses perpajakan dan meminimalisasi terjadinya sabotase data.
4. Peluang reformasi perpajakan
Keberhasilan dalam implementasi CTS nantinya dapat  mendorong berbagai sistem berbasis teknologi terpadu lainnya dalam proses perpajakan yang semakin relevan dengan perkembangan zaman.
5. Mendorong penerimaan sektor asing
Core tax system akan memaksimalisasi peluang penerimaan perpajakan dari sektor asing yang beroperasi di Indonesia, walaupun kegiatan ekonomi atau usaha itu tidak secara fisik ada di Indonesia.
Beberapa tantangan yang ditemui dalam penyediaan core tax system, seperti
1. Tantangan internalÂ
Akan timbul tantangan internal, seperti keterbatasan jangkauan wilayah seluruh Indonesia, kompleksitas sistem perpajakan di Indonesia, latar belakang wajib pajak, dan lain sebagainya. Dapat terjadi pula berbagai penyesuaian yang akan ditemui dalam peralihan pelayanan informasi dengan teknologi digital.
2. Penyediaan anggaran belanja
Besarnya anggaran yang dibutuhkan dalam pengelolaan dan implementasi CTS. Proyek ini merupakan salah satu reformasi besar dalam dunia perpajakan dengan total anggaran senilai Rp2,04 triliun. Dalam mengalokasikan dana sebesar ini, DJP mengelompokkan persiapan CTS ke dalam 4 fase pengadaan, yaitu pengadaan procurement agent, system integrator, pengadaan jasa konsultan owner’s agent-project management and quality assurance, serta jasa konsultasi owner’s agent-change management.
3. Dukungan dalam penyediaan core tax system
Kurangnya kesiapan dan kompetensi sumber daya manusia dalam pengembangan teknologi administrasi perpajakandan, serta belum maksimalnya dukungan lembaga eksternal terhadap persiapan pengadaan CTS. Kemudian, perlu waktu dalam mendorong lembaga dan seluruh lapisan pemerintahan dalam pembangunan sistem yang setara dengan DJP untuk penyeimbangan integrasi data.
Core Tax System: Solusi dalam Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak
Keberhasilan dalam reformasi sistem perpajakan akan berbanding lurus dengan peningkatan kepatuhan pajak sukarela. Kesadaran masyarakat akan semakin tumbuh seiring dengan kemudahan dan kenyamanan yang dirasakan, sebab pelaporan dapat dilakukan tanpa harus datang ke kantor pelayanan dengan antrean panjang, informasi dan edukasi akan semakin mudah diserap dan didapatkan seiring perkembangan teknologi yang kini semakin akrab dengan kehidupan.Â
Implementasi core tax system juga sudah dilakukan dibeberapa negara seperti Denmark, Norwegia, dan Finlandia sebagai negara percontohan yang berhasil mendorong kepatuhan masyarakatnya dengan persentase kepatuhan mencapai 80%. Dengan kemudahan dalam pelayanan pajak, masyarakat di negara tersebut meyakini bahwa pajak adalah sektor penting dalam meningkatkan level kesejahteraan negaranya.
Core tax system juga akan memudahkan pemerintah dalam melakukan pengawasan dan penyidikan atas Wajib Pajak yang lalai dari kewajibannya sehingga akan terjadi penurunan dalam indikasi penghindaran pajak. Begitupun dengan peningkatan sistem keamanan dan transparansi data milik Wajib Pajak yang akan memulihkan, serta menguatkan kepercayaan antara masyarakat dengan pemerintah, Peningkatan kepatuhan perpajakan akan mendorong tercapainya target penerimaan perpajakan dan mendongkrak pendapatan dalam APBN.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI