pendidikan, siswa dengan nilai terendah dari MA Albasriyyah salah satu sekolah yang terletak di Parung Panjang, yang kita sebut sebagai Y duduk di bangku kelas 12, memberikan pandangan yang mendalam mengenai pengalamannya di sekolah. Refleksi diri adalah proses yang penting dalam pembelajaran, di mana seseorang menilai, mengidentifikasi, dan memahami perilaku atau pencapaiannya dalam suatu kegiatan. Dalam konteks pendidikan, refleksi diri memiliki peran yang sangat besar dalam meningkatkan proses belajar, terutama bagi siswa yang mengalami kesulitan, termasuk mereka yang memiliki nilai terendah. Salah satu teori psikologi perkembangan yang dapat membantu memahami tantangan belajar pada siswa adalah teori yang dikemukakan oleh Elizabeth Hurlock. Elizabeth Hurlock, seorang psikolog perkembangan, mengemukakan berbagai konsep mengenai perkembangan anak dan remaja yang relevan dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, termasuk bagi siswa yang mendapatkan nilai rendah. Dalam pembahasan ini, kita akan menghubungkan refleksi diri dengan tantangan belajar pada siswa dengan nilai terendah, serta memahami bagaimana teori Hurlock dapat memberikan pandangan yang mendalam terkait hal ini.
Dalam konteks wawancara psikologiY mengungkapkan bahwa ia sering merasa kurang percaya diri saat berada di sekolah, terutama ketika harus menghadapi tugas baru atau presentasi di depan kelas. Kepercayaan diri dalam belajar sangat penting untuk mencapai hasil yang baik, namun ada beberapa faktor yang sering kali menghambat Y untuk merasa percaya diri dalam proses belajar. Salah satu hal utama yang menghambat saya adalah rasa takut gagal. Ketika menghadapi materi yang sulit atau tugas yang besar, terkadang Y merasa cemas dan khawatir jika saya tidak bisa menguasainya dengan baik. Perasaan takut gagal ini sering kali membuat Y ragu untuk mencoba hal-hal baru atau untuk menyelesaikan tugas-tugas yang lebih kompleks. Padahal, Y tahu bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar, namun tetap saja rasa takut tersebut bisa menghalangi Y untuk mencoba lebih banyak atau untuk melangkah lebih jauh dalam belajar. Selain itu, perbandingan dengan orang lain juga menjadi faktor yang menghambat rasa percaya diri Y. Terkadang, ketika melihat teman-teman Y yang lebih cepat memahami materi atau mendapatkan nilai lebih tinggi, Y merasa kurang mampu dan membandingkan diri dengan mereka. Perasaan ini dapat merendahkan kepercayaan diri dan membuat Y merasa bahwa tidak cukup pintar atau tidak sebaik mereka dalam belajar. Padahal, setiap orang memiliki proses belajar yang berbeda-beda, dan perbandingan tersebut seringkali tidak adil terhadap diri sendiri.
Mendapatkan nilai rendah memang bisa menimbulkan perasaan yang campur aduk. Ketika pertama kali melihat nilai yang tidak memuaskan, Y merasa kecewa dan mungkin sedikit frustrasi. Rasanya seperti usaha yang telah lakukan tidak membuahkan hasil yang sebanding. Terkadang, perasaan ini disertai dengan rasa malu, terutama jika nilai tersebut lebih rendah dari yang Y harapkan atau jika dibandingkan dengan teman-teman yang mendapatkan nilai lebih tinggi. Ada kalanya Y juga merasa ragu tentang kemampuan dirinya sendiri, bertanya-tanya apakah Y cukup pintar atau mampu untuk memahami materi yang diajarkan. Selain itu, mendapatkan nilai rendah bisa menurunkan rasa percaya diri. Y mulai merasa cemas tentang kemampuan akademik secara keseluruhan dan khawatir tentang dampak nilai tersebut terhadap masa depannya. Perasaan seperti ini cukup wajar, terutama ketika Y sangat peduli dengan prestasi dan ingin menunjukkan bahwa Y bisa melakukan yang terbaik.
Namun, meskipun perasaan negatif ini muncul, Y mencoba untuk tidak terlalu lama terlarut dalam rasa kecewa tersebut. Y sadar bahwa perasaan kecewa adalah reaksi alami, tetapi hal tersebut tidak bisa dibiarkan menghalanginya untuk terus berkembang. Untuk menghadapinya,Y biasanya mulai dengan memberikan waktu untuk merenung. Y mencoba untuk memahami mengapa mendapatkan nilai rendah-apakah itu karena kurangnya persiapan, kesalahan dalam memahami materi, atau mungkin masalah lain yang menghambatnya.
Y juga mengungkapkan Terkadang, ada beberapa faktor yang membuatnya merasa enggan untuk belajar atau bahkan merasa putus asa ketika menghadapi kesulitan dalam mata pelajaran tertentu. Salah satu faktor utama yang sering kali membuat Y merasa putus asa adalah rasa frustrasi ketika tidak dapat memahami materi dengan cepat. Misalnya, dalam mata pelajaran seperti matematika atau fisika, Rasa frustrasi ini bisa sangat membebani, dan terkadang Y merasa seperti berusaha keras namun hasilnya tetap tidak memadai. Ketika kesulitan terus berlanjut tanpa adanya pemahaman yang jelas, perasaan putus asa bisa muncul dan menghalangi semangat belajarnya.kurangnya dukungan atau bantuan juga dapat membuat Y merasa terjebak dalam kesulitan. Ketika merasa tidak ada yang bisa membantu menjelaskan atau memberikan perspektif baru tentang materi yang sulit, Y menjadi semakin terisolasi dalam kesulitan tersebut. Kadang, tanpa dukungan atau penjelasan tambahan, Y merasa semakin jauh dari pemahaman yang butuhkan, dan hal itu bisa membuatnya merasa putus asa.
Namun, meskipun ada berbagai faktor yang bisa membuat Y enggan untuk belajar atau merasa putus asa, Y berusaha untuk menghadapinya dengan cara yang lebih positif. Y mencoba untuk menerima bahwa kesulitan adalah bagian dari proses belajar dan tidak membiarkan perasaan frustrasi atau takut gagal menghalanginya untuk terus berusaha.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H