Mohon tunggu...
Junaedi
Junaedi Mohon Tunggu... Buruh - Mahasiswa

Orang yang fakir ilmu, Never give up

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apa Kabar Kehidupan? Kuliah, Kerja, Wara-wiri

12 Juni 2020   22:40 Diperbarui: 12 Juni 2020   23:03 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Goresan pena mulai melekat, dengan warnanya yang hitam pekat, ukiran demi ukiran mulai nampak terlihat, tugas mata kuliah yang membuat kita dekat".

Perkuliahan berjalan seperti biasanya, dosen pengampu mata kuliah membuka perkuliahan itu dengan salam dan prolognya. Mahasiswa terdiam memperhatikannya dengan gelagat semampunya. 

Waktu terus berjalan, tak terasa waktu mata kuliah pun hampir selesai. Tiba saatnya tanya jawab antar mahasiswa di mulai, pertanyaan dan jawaban berterbangan tak karuan. Dosen tersenyum melihat keaktifan anak-anak didiknya, dengan suara tegas yang menenangkan, seketika itu pula satu kelas hening dan terdiam bagaikan anak SD (Sekolah Dasar) yang sedang di bacakan dongeng pengantar tidur. 

Tangan berpangku pada kursi yang di dudukinya, berdiri sembari menarik napas sedikit lalu menjelaskan kembali pertanyaan dan jawaban yang tadi berterbangan tak karuan. 

Kata-kata bijak dan penengah pun terlontar, setelah mahasiswa mulai menganggukan kepala, seakan-akan menemukan jalan keluar yang tersesat dari labirin yang membuatnya terombang ambing di lautan pemikirannya sendiri. Dosen pun kembali duduk. Berbarengan dengan itu, kata-kata bijak dan penengah yang terlontar menjadi penutup pada pertemuan mata kuliah tersebut.

Hari berganti, kala itu hujan turun di sore hari membasahi bumi. Di balik jendela yang membatasi, berdiri bersandar sembari meratapi akan rahmat yang telah di turunkan oleh sang maha pencipta. 

Waktu berlalu, tepukan tangan di pundak menyadarkan dari lamunan itu. Jam di tangan menunjukan pukul 5 sore, hujan pun mulai reda. 

Matahari muncul perlahan keluar dari tempat persembunyiannya, percikan air hujan yang tersinari mulai membentuk lengkungan indah yang berwarna menghiasi langit di sore itu. Sinar matahari yang mendominasi membuat pelangi yang indah menghiasi langit mulai pudar terkikis waktu. 

Handphone di saku kantong celana kanan bergetar, pesan whatsApp  masuk  notifikasi dari grup kelas kuliah Eksekutif.  "Malam ini kuliah Dasar-dasar Akuntansi, jangan lupa persiapkan makalahnya yang sekarang jadi pengisi", satu pesan dari dosen Dasar-dasar Akuntansi di grup WhatsApp. 

Sebenarnya baru tahun sekarang bahkan semester sekarang diadakan kuliah online, karena ada beberapa faktor yang membuat pihak kampus memberi kebijakan kepada seluruh mahasiswanya mengenai kuliah online ini. Walaupun ada beberapa pihak yang tidak mau dengan kebijakan ini, tapi apa boleh buat. 

Peraturan pemerintah di buat, SK (Surat keputusan) di sahkan dan di keluarkan mengenai Social distancing. Mengenai peraturan ini, bukan segelintir orang saja yang merasa di rugikan bahkan negarapun merasa merugi. Perekonomian negara lumpuh, seakan kembali ke zaman dimana krisis moneter pada tahun 1998. 

Dengan berat hati negara membuat peraturan ini, apa daya demi kemaslahatan masyarakatnya. Jika negara tidak mengambil keputusan untuk peraturan itu dari sekarang-sekarang mungkin kita bakal balik lagi ke zaman krisis moneter 1998.

Corona Virus Disease 2019 lebih dikenal dengan COVID-19. Seluruh dunia bersatu menghadapi virus ini, jika di lihat dari statistik angka yang terjangkit atau terpapar virus ini hasilnya sangat signifikan. 

Dengan cepat virus ini menyebar dari manusia ke manusia lainnya melalui beberapa faktor yang membuatnya cepat menyebar, ada yang mengatakan dari udara bekas tranformasi air liur si penderita yang masuk melalui mata, hidung maupun mulut dan ada juga yang mengatakan melalui benda yang pernah kontak dengan si penderita lalu di pakai ataupun di pegang oleh yang lainnya. 

Jangankan di dunia, di indonesia saja COVID-19 sedang hangat-hangatnya dibicarakan oleh masyarakat. Beberapa titik di indonesia bahkan sudah di plot sebagai zona merah atau zona berbahaya COVID-19. Peraturan-peraturan mengenai COVID-19 bermunculan dengan pengkajian oleh yang berwenang di bidangnya. 

Suasana mencekam yang dirasakan bangsa indonesia sekarang ini, dirasakan juga oleh negara-negara lainnya. Bahkan yang tidak ada riwayat terkena virus ini pun berlomba-lomba untuk mengatasi virus ini dengan berbagai cara dan mencari vaksin yang tepat untuk mencegah penularan yang sekarang ini lagi ganas-ganasnya merenggut nyawa manusia di dunia ini tanpa ampun. 

Kehidupan ini seakan-akan di batasi, dari awalnya yang kita lakukan dengan bebasnya sekarang harus di batasi sesuai dengan peraturan yang ada. Jarak berinteraksi minimal 1 meter, tidak boleh kontak langsung dengan kulit, memakai masker setiap keluar rumah dan sebagainya.

Indonesia memiliki culture berjabat tangan, baik itu muslim maupun non muslim karena percaya dengan berjabat tangan itu membuat kita saling memberi kepercayaan dan menghormati satu sama lain. 

Peraturan yang melarang kita kontak langsung dengan kulit membuat kita serasa aneh yang tadinya culture menjadi larangan. Memang itu serasa aneh bagi sebagian kalangan di indonesia. 

Jika kita mau melihat kebelakang dan mengkaji situasi yang sekarang kita rasakan, tidak ada salahnya kita mengikuti peraturan yang ada saat ini, tidak mungkin ada peraturan jika tidak ada sebab yang dibelakangnya. Negara tidak akan membuat peraturan ini dengan semena-mena kalau tidak ada pengkajian yang jelas dari pakar ahlinya.

Pakar ahli kesehatan dunia dari WHO, menjelaskan bahwa salah satu cara mencegah penularan COVID-19 ini dengan memberi jarak bahkan di dalam peraturan WHO itu 2 meter, karena jika kita batuk atau meludah jarak yang yang akan ditempuh itu hanya 1 meter saja dan itu membuat kita aman dari penularan virus penderita COVID-19. 

Sedangkan soal berjabat tangan, dari awal sudah kami bahas cara penularannya ada yang melalui udara dan ada juga melalui benda yang pernah di sentuh oleh penderita COVID-19. 

Daripada menyesal di kemudian hari, lebih baik kita cegah dari sekarang. Pepatah juga mengatakan "bawalah payung sebelum hujan datang" adapun pepatah lain "jagalah kesehatan karena sehat itu mahal", jadi bisa kita simpulkan bahwa sebelum datangnya penyakit ke dalam tubuh kita.

Kita harus bisa mencegahnya terlebih dahulu dan juga sehat itu mahal karena itu kita harus menjaga kesehatan kita dari virus itu, jika kita sudah terkena penyakit apalagi penyakit sekarang ini yang dampaknya sangat signifikan, bukan dari sisi materi saja yang akan kita rasakan rugi bahkan non materi pun kita akan rasakan. 

Apalagi sekarang ini, jika di indonesia ini ada beberapa istilah bagi yang terkena virus dan yang berinteraksi dengan penderita COVID-19, bagi yang pernah berinteraksi dengan yang terkena COVID-19 dia akan masuk kategori ODP (Orang dalam Pantauan) dan lucunya lagi jika ada ODP di sekitarnya mereka menjauhinya seakan dia itu berbahaya bagi yang lainnya, itu baru ODP apalagi yang sudah dinyatakan positif COVID-19 mungkin mengusirnya. 

Makanya itu, sebelum kita terkena virus itu sebaiknya kita mencegahnya terlebih dahulu dengan mematuhi peraturan yang ada, yang telah dirancang oleh para ahli kesehatan dengan sedemikian rupa demi kesehatan masyarakat di dunia ini dan walaupun peraturannya tidak sepemikiran dengan kita, kita harus mematuhinya selagi peraturan itu baik bagi kita dan kemaslahatan manusia lainnya.

Hujan turun pasti ada redanya, angin berhembus pasti ada tenangnya, air laut surut pasti ada pasangnya begitu juga dengan penyakit yang sekarang ini mewabah di indonesia, COVID-19 disebut sebagai Pandemic oleh WHO. Sekarang mewabah kemungkinan besok akan punah dari dunia ini. 

Semua yang ada di dunia ini tidak akan  di ciptakan jikalau tidak ada makna yang tersirat maupun tersurat di balik itu semua. Jangan di lihat dari bentuknya kecil ataupun besar terlihat atau tidak terlihat, akan tetapi kita harus mentadaburinya dengan hati yang lapang dan pemikiran yang jernih bahwa itu semua di ciptakan pasti ada maknanya. 

Ada beberapa pendapat mengenai kemunculan COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) ini, ada yang berpendapat Virus ini muncul pertama kali di kota Wuhan Tiongkok yang kedua di negara Pizza Italia dan ada beberapa pendapat lainnya mengenai kemunculannya di dunia ini.

Apapun yang terjadi sekarang ini kita harus mensyukurinya, jangan sampai dengan adanya wabah ini kita menjadi asal dalam berucap mengenai wabah yang sekarang ini melanda dunia. 

Positif maupun negatif yang timbul dari wabah ini, kita harus mensyukurinya dengan hati yang ikhlas menjadikannya cermin bagi kita untuk Introfeksi diri kita masing-masing, hal apa saja yang telah kita lakukan selama ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun