Mohon tunggu...
Ani Mariani
Ani Mariani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Middle Eastern Studies | International Relation Analysis | Political, Economic, Religion, Social, Religion, Feminism Enthusiast | Research | Writer

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Love-Hate Relationship dengan BPJS: Penghapusan Kelas BPJS

14 Mei 2024   13:35 Diperbarui: 14 Mei 2024   13:40 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Adhi Savala on Unsplash

BPJS bisa dibilang hak seluruh warga bukan hanya untuk kelas bawah. Dan saya rasa sebelum adanya BPJS, pemerintah sama sekali tidak menanggung biaya kesehatan kita, kecuali beberapa orang kelas ekonomi rendah saja yang dapat gratis dan mendapat subsidi dari pemerintah. Sedangkan yang kelas menengah sama sekali tidak dapat, padahal tau sendiri biaya kesehatan itu mahal.

Dengan adanya BPJS ini, menjangkau semua kalangan. Bagaimanapun jaminan dan pelayanan kesehatan sudah seharusnya menjadi hak dasar manusia.

Konsep BPJS ini bagus dan tujuannya baik. Membantu rakyat memperoleh akses kesehatan melalui jaminan yang dibayar setiap bulannya. Rakyat membayar iuran BPJS Kesehatan dengan harapan kelak menjadi jaminan fasilitas kesehatan.  Sehingga (pait-paitnya) bila sakit tiba kita tidak perlu memikirkan biaya pelayanan karena sudah ada jaminan BPJS.

Pahitnya, dalam praktiknya ini, faskes BPJS tidak luput dari drama yang melingkupinya.

Drama itu diantaranya, mulai dari pemberitaan bahwa BPJS belum membayar klaim rumah sakit. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran lantaran bisa saja berimbas pada pelayanan rumah sakit terhadap pasien peserta BPJS Kesehatan. Juga menjadi dilema bagi dokter antara kewajiban menolong pasien dan haknya yang belum terpenuhi.

Drama lainnya yaitu ketika Pemerintah mengumumkan anggaran BPJS Kesehatan mengalami defisit gila-gilaan. Pemberitaan mengatakan, BPJS selama lima tahun terakhir selalu defisit.

Kebijakan menaikkan besaran iuran peserta pun ditempuh oleh pemerintah. Puncaknya, keadaan defisit pada tahun 2019 yang mencapai Rp 32 triliun, nyaris dua kali lipat defisit tahun lalu. Keadaan itu membuat pemerintah mengambil tindakan dengan menetapkan kenaikan iuran dua kali lipat pula yang berlaku mulai Januari 2020.

Dengan menaikkan iuran BPJS, pemerintah seolah memberikan sinyal permintaan tolong akibat defisit yang dialami bahkan sejak sebelum adanya pandemi karena talangan APBN tidak mencukupi.

Padahal, rakyat juga sedang terdampak kemerosotan ekonomi akibat apa-apa mahal. Bagi orang-orang yang pemasukannya pas-pasan, atau berkurang bahkan hilang tentu berpikir keras untuk membayar iuran.

Kenaikan iuran BPJS tentunya bisa dimaklumi dan tidak jadi masalah bilamana dilakukan secara berkala, tidak langsung naik 100% seperti yang terjadi pada awal tahun 2020 hingga membuat rakyat tercekik.

Kenaikan iuran BPJS ini memang sempat jadi ajang tarik ulur. Alhasil, menjadi peserta BPJS memang seperti naik roller coaster. Sepanjang tahun 2020 aja, iuran nya naik, sempet turun lagi, eh sekarang naik lagi. Direktur BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, dengan menaikkan iuran merupakan jalan terakhir untuk menyelamatkan arus kas BPJS yang merah dan diambang bangkrut.

Untuk lebih jelasnya, saya akan gamblangkan kronologi kenaikan BPJS dari tahun ke tahun.

Pada Januari-Maret sempat naik dua kali lipat (Perpres Nomor 75 Tahun 2019), yaitu sebesar Rp 160.000 untuk kelas 1, Rp 110.000 untuk kelas 2 dan Rp 42.000 untuk kelas 3. 

Tapi turun lagi setelah digugat oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia, hingga pada April-Juni iuran BPJS kembali dengan tarif normal pada awal ditetapkannya iuran BPJS sesuai dengan Perpres Nomor 75 Tahun 2018, yaitu kelas I Rp 80.000, Kelas II Rp 51.000, dan Kelas III Rp 25.500.

Lalu Juli-Desember 2020 tarif yang sudah turun itu naik lagi (Perpres Nomor 64 Tahun 2020), yaitu sebesar Rp 150.000 untuk kelas I, Rp 100.000 untuk kelas II, dan Rp 42.000 untuk kelas III.

Sedangkan pada tahun 2021 ini, iuran BPJS Kesehatan belum mengalami perubahan signifikan, hanya kelas III saja yang berubah, yakni Rp 35.000.

Pada pertengahan tarik ulur kenaikan iuran BPJS, pemerintah sempat mengeluarkan wacana penghapusan kelas dalam BPJS, yang artinya akan disamaratakan, tak ada lagi kelas satu, dua atau tiga. Melalui penghapusan hirarkis tersebut, pemerintah seolah ingin masyarakat mendapatkan hak yang sama, merata dan adil.

Pada 13 Mei 2024 kemarin, Presiden Jokowi resmi mengimplementasikan Peraturan Presiden tentang penghapusan kelas dalam BPJS yang disebut dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Tentu hal ini menimbulkan protes keras dari banyak masyarakat yang selama ini telah membayar iuran untuk kelas 1 dan 2.

Dalam aturan KRIS, maksimal empat tempat tidur pasien dalam 1 ruangan rawat inap. Sedangkan untuk iuran yang harus dibayarkan belum ditentukan. Dikatakan bahwa iuran baru akan diberlakukan mulai 1 Juli 2025.

Melihat respon masyarakat mengenai kebijakan ini, lebih banyak dari mereka yang kecewa. Karena dengan adanya aturan baru ini, cenderung memaksa mendapatkan fasilitas layanan yang tidak sesuai keinginan. Sedangkan jika ada kelas 1, 2 dan 3, masyarakat bisa memilih sesuai kemampuan dan keinginan mengenai fasilitas kesehatan yang di dapatkan.

Kemudian, dengan adanya aturan KRIS ini, kemungkinan untuk ruang rawat inap penuh lebih besar. Karena Rumah Sakit tentu membutuhkan modal lebih banyak untuk merombak atau bahkan membangun ruangan baru untuk KRIS. Sehingga ada kemungkinan untuk tersedia kamar rawat inap menjadi lebih sedikit.. Sedangkan dengan adanya kelas 1, 2 dan 3 saja banyak yang mengalami penolakan perawatan inap padahal kondisi pasien gawat karena ruang rawat  inap penuh. Bagaimana nantinya jika ruang rawat inap semakin dipersempit khusus untuk pasien BPJS saja.

Dengan aturan baru ini, kini banyak masyarakat yang menyerukan untuk mengikuti asuransi kesehatan swasta ketimbang BPJS. Namun tidak sedikit juga yang tetap mengandalkan BPJS, karena selama ini telah membantu biaya pengobatan.

Tentu saja pemerintah tidak sembarangan dalam mengambil sebuah kebijakan. Ada nilai kebaikan di dalamnya. Namun respon masyarakat memang beragam. Ada yang tidak ingin bermain-main dengan nyawa, ada yang ingin mendapatkan perawat terbaik selagi menikmati program kesehatan dari pemerintah, dan ada yang benar-benar mengandalkan BPJS untuk fasilitas kesehatan. Jika mengikuti prosedur dengan baik dan benar, BPJS sangat bisa membantu. Dengan membayar tepat waktu maka tidak akan terasa seolah menabung. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun