Kenaikan iuran BPJS ini memang sempat jadi ajang tarik ulur. Alhasil, menjadi peserta BPJS memang seperti naik roller coaster. Sepanjang tahun 2020 aja, iuran nya naik, sempet turun lagi, eh sekarang naik lagi. Direktur BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, dengan menaikkan iuran merupakan jalan terakhir untuk menyelamatkan arus kas BPJS yang merah dan diambang bangkrut.
Untuk lebih jelasnya, saya akan gamblangkan kronologi kenaikan BPJS dari tahun ke tahun.
Pada Januari-Maret sempat naik dua kali lipat (Perpres Nomor 75 Tahun 2019), yaitu sebesar Rp 160.000 untuk kelas 1, Rp 110.000 untuk kelas 2 dan Rp 42.000 untuk kelas 3.Â
Tapi turun lagi setelah digugat oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia, hingga pada April-Juni iuran BPJS kembali dengan tarif normal pada awal ditetapkannya iuran BPJS sesuai dengan Perpres Nomor 75 Tahun 2018, yaitu kelas I Rp 80.000, Kelas II Rp 51.000, dan Kelas III Rp 25.500.
Lalu Juli-Desember 2020 tarif yang sudah turun itu naik lagi (Perpres Nomor 64 Tahun 2020), yaitu sebesar Rp 150.000 untuk kelas I, Rp 100.000 untuk kelas II, dan Rp 42.000 untuk kelas III.
Sedangkan pada tahun 2021 ini, iuran BPJS Kesehatan belum mengalami perubahan signifikan, hanya kelas III saja yang berubah, yakni Rp 35.000.
Pada pertengahan tarik ulur kenaikan iuran BPJS, pemerintah sempat mengeluarkan wacana penghapusan kelas dalam BPJS, yang artinya akan disamaratakan, tak ada lagi kelas satu, dua atau tiga. Melalui penghapusan hirarkis tersebut, pemerintah seolah ingin masyarakat mendapatkan hak yang sama, merata dan adil.
Pada 13 Mei 2024 kemarin, Presiden Jokowi resmi mengimplementasikan Peraturan Presiden tentang penghapusan kelas dalam BPJS yang disebut dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Tentu hal ini menimbulkan protes keras dari banyak masyarakat yang selama ini telah membayar iuran untuk kelas 1 dan 2.
Dalam aturan KRIS, maksimal empat tempat tidur pasien dalam 1 ruangan rawat inap. Sedangkan untuk iuran yang harus dibayarkan belum ditentukan. Dikatakan bahwa iuran baru akan diberlakukan mulai 1 Juli 2025.
Melihat respon masyarakat mengenai kebijakan ini, lebih banyak dari mereka yang kecewa. Karena dengan adanya aturan baru ini, cenderung memaksa mendapatkan fasilitas layanan yang tidak sesuai keinginan. Sedangkan jika ada kelas 1, 2 dan 3, masyarakat bisa memilih sesuai kemampuan dan keinginan mengenai fasilitas kesehatan yang di dapatkan.
Kemudian, dengan adanya aturan KRIS ini, kemungkinan untuk ruang rawat inap penuh lebih besar. Karena Rumah Sakit tentu membutuhkan modal lebih banyak untuk merombak atau bahkan membangun ruangan baru untuk KRIS. Sehingga ada kemungkinan untuk tersedia kamar rawat inap menjadi lebih sedikit.. Sedangkan dengan adanya kelas 1, 2 dan 3 saja banyak yang mengalami penolakan perawatan inap padahal kondisi pasien gawat karena ruang rawat  inap penuh. Bagaimana nantinya jika ruang rawat inap semakin dipersempit khusus untuk pasien BPJS saja.