Mohon tunggu...
Anik Sutrisni
Anik Sutrisni Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisahku Mencari Nafkah di Negeri Orang

16 Maret 2016   13:04 Diperbarui: 16 Maret 2016   13:26 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Anik Su

Rasanya hanya orang-orang yang tidak punya hati saja yang setiap hari kerjanya hanya mencaci maki dan mencari-cari kesalahan orang lain. Itulah yang dilakukan majikanku selama ini terhadapku.

Terus terang, aku tidak habis pikir, mengapa dia selalu marah padaku. Padahal aku sudah berusaha melakukan semua yang menjadi tugasku. Namun tampaknya selalu ada saja yang tidak berkenan dihatinya. Apa sih kekuranganku? Dosa apa pula yang pernah aku perbuat selama ini, sehingga perjalanan hidupku ini terlampau berat? Apakah sudah menjadi takdirku harus melewati ujian yang begitu bertubi tubi. Namun pantaskah aku harus menyesalinya bila semua ini sesungguhnya adalah pilihan hidupku sendiri?

Aku memilih menjadi TKI yang bekerja diluar negeri demi mengubah perekonomian keluargaku, supaya layak sebagaimana kehidupan orang lain. Namun sesampainya di luar negeri, aku mendapatkan majikan yang cukup rewel. Setiap hari aku tinggal di rumah majikanku berdua dengan seorang nenek. Tugasku sehari-hari adalah bekerja membersihkan rumahnya. Sayangnya semua yang aku kerjakan tidak ada benarnya, dan selalu dianggap salah oleh nenek itu. Pekerjaannya cuma marah sambil membentak-bentakku, sehingga membuatku sedih bukan kepalang.

Akibat terlalu sering dibentak dan di caci maki, terkadang membuatku kecewa dan putus asa, sehingga ingin rasanya memupus semua harapanku. Semua ini terjadi karena aku sudah merasa lelah. Aku capek hati.

Ya, harus kuakui kalau saat ini bukanlah pengalaman pertamaku ke luar negeri, tapi baru kali ini aku menemui majikan yang tak punya hati. Haruskah aku menyerah dan meninggalkan harapanku yang selama ini kugantungkan di antara bintang di sana?

Jawabku tidak! Aku tidak akan menyerah. Aku harus bisa mengatasinya. Malam itu aku jatuh sakit. Badanku terasa menggigil kedinginan. Aku terkena demam tinggi. Justru pada saat seperti itu aku mendapat cobaan terberat dalam hidupku. Tepat tengah malam di Kota Taipe, aku diusir keluar dari kamar oleh majikanku dan disuruh tidur di lantai empat.

Saat itu terpaksa aku harus tidur sendiri. Hanya jendela yang menjadi temanku dan berharap esok akan datang sinar mentari menjengukku. Aku harus semangat, kuat, dan sabar dalam menghadapi cobaan tersebut. Hanya Allah tempatku berlindung dan mengadu, untuk menyerahkan takdirku.

 

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun