Mohon tunggu...
Anik Sajawi
Anik Sajawi Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Universitas Islam Negeri (UIN), Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Penulis lepas tinggal di Banyuwangi Jawa Timur, saat ini sedang mengelola Ranjang Puisi di Semesta Sastra Bumi Blambangan Banyuwangi. Aktivitas saya bisa disapa di Akun Instagram @aniksajawi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Malam Kelam

9 Oktober 2024   01:47 Diperbarui: 9 Oktober 2024   02:34 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Malam Kelam (Foto. Unsplash - Pawel Czerwinski)

Bukan bahagia di atas derita, 

hanya pencerita yang 

mendengar jerit, tak bersuara. 

Bergumam tanpa kata, 

menyisakan tatapan 

tajam dan gerak tangan tak 

berjeda, yang mahfum tampak, 

seperti bayang-bayang yang 

menghantui malam kelam.

Menjadikan satu berubah 

tiga, lalu lima, 

dan kembali ke-tiga, 

seperti langkah waktu yang 

tak henti berputar, 

merajut harapan dalam hampa, 

setiap denyut nadi 

seakan mengajak bicara.

Kini, dingin peluh tak lagi 

berderai di keningmu, 

menyisakan secuil kerinduan 

saat tak lagi bisa melihat 

derai itu, 

saat cahaya meredup, 

menghanyutkan rasa 

ke dalam samudera kesedihan.

Teringat saat tawa mengalun, 

menyentuh ruang jiwa, 

setiap detik mengukir cerita, 

namun kini sepi 

membalut suara, 

memisahkan kita 

dalam kesunyian yang berbicara.

Menyisakan kedukaan 

tak berujung, 

seperti malam tanpa bintang, 

menggenggam sunyi, 

menanti terang di ujung jalan, 

di mana suara hati 

akhirnya bisa berbicara, 

dan setiap langkah terasa berat 

seakan melawan angin.

Di balik layar kehidupan, 

ada kisah yang terpendam, 

setiap luka menjadi puisi, 

setiap air mata adalah bait, 

mengalir dalam irama yang tak terucap, 

mengukir bayang-bayang masa lalu 

yang terus mengingatkan kita.

Dalam sepi, kita bertemu, 

dalam sunyi, kita berbagi, 

setiap kerinduan yang tersisa, 

setiap kesedihan yang tak terungkap, 

adalah nyanyian hati 

yang takkan pernah pudar, 

meski waktu terus bergulir, 

dan dunia berputar tanpa henti.

Di ujung perjalanan ini, 

kupersembahkan setiap rasa, 

dari derita menjadi kekuatan, 

dari kesedihan menjadi harapan, 

agar kita bisa melangkah 

ke arah cahaya, 

di mana semua cerita, 

akhirnya menemukan rumahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun