Setiap agama tentunya memiliki dasar keyakinan masing-masing, yang dimana dasar keyakinan tersebut menjadi landasan pokok dalam beragama. Dasar keyakinan merupakan pondasi dalam berkeyakinan, semakin kuat keyakinan umat maka semakin kokoh keyakinan umat dalam beragama. Sama seperti agama-agama lain, agama Hindu juga memiliki dasar keyakinan atau kepercayaan yang disebut Panca Sradha. Â Panca Sradha artinya lima dasar kepercayaan atau keyakinan yang harus diyakini oleh setiap pemeluk Hindu. Sradha atau keyakinan merupakan poin penting dalam beragama, sebab keyakinan menjadi dasar dalam beragama. Dari Sradha atau keyakinan tersebut akan bisa membawa ke Satya, yaitu setia, jujur dan tanggung jawab. Dimana Satya merupakan sikap yang wajib dimiliki oleh seseorang. Dengan adanya sikap tersebut seseorang akan menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Bukan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri melainkan untuk kepentingan banyak orang. Dalam agama Hindu Panca Sradha merupakan lima kepercayaan umat Hindu, yang dimana bagian-bagiannya terdiri dari:Â
1. Percaya dengan adanya Sang Hyang, Widhi    Â
     Tuhan dalam agama Hindu disebut sebagai Brahman. Upanisad mengajarkan Brahman memiliki dua aspek yaitu Saguna Brahman dan Nirguna Brahman.Nirguna Brahman ditujukan kepada para Jnani (orang yang memiliki kesadaran rohani atau orang yang tidak terikat oleh kesadaran fisik). Saguna Brahman diperuntukkan bagi para Ajnani atau orang yang masih diliputi kesadaran fisik (Heriyanti, 2019). Sang Hyang Widhi merupakan penguasa di alam semesta dalam Weda dikatakan "Ekam Eva Adwityam Brahman"yang artinya hanya satu Tuhan (Hyang Widhi) tidak ada duanya.  Dalam kitab Reg Weda Mandala I Sukta 164 Mantra 46 konsepsi Tuhan yang tunggal disebutkan bahwa "Ekam Sat Viprah Bahudha Vadanti", yang atinya hanya satu Tuhan, tetapi para bijaksana menyebutnya dengan banyak nama. Tuhan tidak terjangkau dengan pikiran manusia oleh karena itu manusia membayangkannya sesuai kemampuan akalnya dan berbagai macam personifikasi. Triguna (2018:73) menjelaskan bahwa ke-esaan Tuhan dalam agama Hindu dinyatakan dengan dua cara pandang, yaitu Nirguna Brahman (Tuhan tidak berwujud dan merupakan jiwa suci) dan Tuhan yang bersifat Saguna Brahman (Tuhan diberi nama, bentuk dan atribut lainnya). Sehingga umat Hindu mempersonifikasikan Tuhan sesuai dengan imajinasinya berdasarkan tugas dan fungsinya. Walaupun Tuhan dalam Hindu memiliki banyak nama akan tetapi sejatinya Beliau adalah Tunggal.Â
2. Percaya dengan adanya Atman     Â
    Percikan kecil dari Tuhan disebut dengan Atman. Atman memberikan hidup kepada setiap makhluk, jika Atman meninggalkan badan maka manusia itu akan meninggal, Atman yang menghidupi badan disebut Jiwatman. Jiwatman dapat terpengaruh oleh karma atau hasil perbuatan di dunia ini. Tuhan berada di setiap mahkluk hidup yang disebut sebagai Atman. Sedangkan Tuhan atau Brahman merupakan sumber dari setiap Atman yang berada dalam makhluk hidup. Tuhan merupakan awal, pertengahan dan akhir dari setiap makhluk. Sebab Tuhan merupakan sumber awal atau pencipta, yang memelihara dan juga yang akan mengakhiri hidup dari semua mahkluk. Sewaktu Atman memasuki tubuh makhluk hidup, maka ia akan terikat oleh hal-hal keduniawian yang menyebabkan Atman lupa akan jati dirinya. Hal ini akan membuat ia melakukan dosa. Atman (Ariyoga, 2019:82) ada didalam setiap makhluk hidup dan menjadi sumber kehidupan manusia, karena adanya Atman dalam tubuhlah yang menyebabkan manusia dapat hidup. Lebih sederhananya Atman adalah jiwa atau roh yang terdapat dalam tubuh kasar semua mahluk hidup. Atman sesungguhnya bersifat kekal dan sama sehingga dalam proses dikenal yang namanya reingkarnasi. Di mana reingkarnasi sesungguhnya adalah kehidupan kembali dengan Atman yang sama dengan kehidupan sebelumnya.Â
3. Percaya dengan adanya Karma Phala    Â
     Setiap perbuatan yang dilakukan makluk hidup di dunia ini pasti ada hasilnya. Perbuatan baik akan mendapatkan kesenangan sedangkan perbuatan yang buruk akan mendapatkan kesusahan. Menurut Aryani (2020:25) ajaran Karma Phala merupakan ajaran yang memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada umatnya akan adanya gerak atau aktivitas kehidupan yang akan menerima pahala atau buahnya. Terlahir menjadi manusia merupakan suatu karunia, sebab manusia diberi anugrah berupa sabda bayu dan idep. Sehingga manusia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Menjadi manusia merupakan kesempatan yang paling besar dalam berbuat baik. Jadi bila menjadi manusia semasa hidupnya banyak berbuat baik maka kelahiran berikutnya akan meningkat kualitasnya. Dan juga sebaliknya bila semasa hidupnya banyak berbuat dosa maka kelahiran berikutnya akan menurun kualitasnya. Keistimewaan manusia (Somawati & Made, 2020) dalam Somawati, 2021:79) yang memiliki nalar dan kesadaran ini membawa manusia pada keinginan untuk mewujudkan kehidupan yang ideal agar apa yang menjadi tujuan hidupnya dapat terwujud.      Dalam Hindu, Karma Phala terbagi menjadi tiga macam yaitu: Sanchita Karma Phala, Prarabdha Karma Phala dan Kriyamana Karma Phala. Menurut Aryani (2020:26) Sanchita Karma Phala merupakan hasil karma (perbuatan) yang dilakukan terdahulu, dan hasilnya masih dapat dinikmati pada kehidupan sekarang. Prarabdha Karma Phala merupakan bentuk hukum sebab akibat yang paling cepat dirasakan hasilnya. Prarabdha Karma Phala mengajarkan umat hindu untuk tetap berjalan pada jalan dharma (kebenaran). Kriyamana Karma Phala merupakan karma (perbuatan) yang dilakukan pada kehiupan sekarang dan pahalanya (hasilnya) dinikmati pada kehidupan yang akan datang.Â
4. Percaya dengan adanya Purnarbhawa/Rekarnasi    Â
    Kelahiran yang berulang-ulang ini membuat suka dan duka yang dialami didunia. Punarbahwa terjadi karena Jiwatman dipengaruhi oleh kenikmatan duniawi yang di ikuti oleh kelahiran kembali. Kelahiran kembali sebagai manusia adalah kesempatan yang diberikan oleh Tuhan untuk memperbaiki diri agar lebih baik lagi. Punarbhawa adalah keyakinan bahwa semua mahluk hidup akan mengalami reingkarnasi. Reingkarnasi atau Punarbhawa di sebabkan karena hasil perbuatan mahluk hidup itu sendiri, baik yang ia lakukan pada saat ia menjalani hidup maupun apa yang ia lakukan pada saat ia menjalani kehidupan sebelumnya. Walaupun reingkarnasi Tuhan yang disebut sebagai Awatara, tetap ingat dengan kehidupan yang pernah dialaminya. Sedangkan manusia akan lupa terhadap kehidupannya terdahulu. Reingkarnasi sangat tergantung pada Karma Phala, sebab bila Phala (hasil) perbuatan orang tersebut baik maka orang tersebut memiliki peluang yang besar untuk tidak mengalami reingkarnasi lagi. Tapi, tentu saja hal tersebut tergantung seberapa banyak Karma baik yang ia lakukan. Dan bekas-bekas perbuatan atau karmawasana itu ada bermacam-macam jika bekas- bekas itu hanya bekas-bekas keduniawian maka jiwatman akan lebih cenderung dan gampang ditarik oleh hal-hal keduniawian yang menyebabkan atma lahir kembali. Jika tidak ada bekas-bekas lagi pada jiwatman, maka tidak akan ada yang menarinya ke dunia fana ini, dan atman akan bersatu dengan Brahman (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Yang dimana atma sadar akan hakekatnya, lepas dari ikatan keduniawiannya maka atma tidak akan dilahirkan kembali, Atma akan kembali pada Sang Pencipta yang merupakan tujuan akhir manusia yaitu moksa. Namun ketika ia dilahirkan kembali, tidak selalu dilahirkan menjadi manusia yang bertempat di Bumi. Semua berdasar pada karma (Putra Sutrawan, 2019:44).Â
5. Percaya dengan adanya Moksa    Â
     Moksa adalah tujuan akhir dari pada umat hindu khususnya umat yang beragama Hindu. Kata moksa berasal dari kata muc (bahasa Sanskerta) yang berarti membebaskan, mengeluarkan atau melepaskan. Dari urat kata ini kemudian menjadi mukta/moksa yang berarti kelepasan atau kebebasan.  Terbebas dari Karma Phala dan Samsara atau penderitaan. Moksa bisa dicapai bukan saja saat manusia meninggalkan kehidupan didunia tapi juga bisa dilakukan saat dalam keadaan manusia di masa hidupnya juga, tujuan agama Hindu yaitu "Moksartham Jagadhitaya ca iti dharma" yaitu mencapai Moksa dan kesejahteraan manusia. Moksa merupakan tujuan akhir dalam kehidupan di agama Hindu. Jiwa yang mengalami moksa tidak lagi mengalami ikatan nafsu dan keduniawian yang bersifat maya atau palsu. Jiwanya telah sepenuhnya terbebas dari rasa suka dan duka yang berasal dari keduniawian. Mereka yang telah mencapai Moksa jiwanya telah mengalami kebahagiaan dan ketenangan yang kekal dan sesungguhnya. Menurut Ariyoga (2019:87) dalam mencapai moksa, dosa dan atma akan terpisah. Atma yang suci akan bersatu dengan Brahman. Inilah yang disebut dengan Moksa. Untuk mencapai Moksa, secara berangsur-angsur manusia harus menjalankan sembahyang, memusatkan Cipta dan mengheningkan Cipta (semadhi), sehingga dapat membebaskan diri dari ikatan duniawi dan mencapai tujuan tertinggi yaitu bersatunya atma dengan Brahman.