Mohon tunggu...
Ani Haryati
Ani Haryati Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Indonesian...Simple...Bread and Travel Lover...Backpacker

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Lawang Sewu, Semarang

20 Desember 2012   03:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:19 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lawang Sewu adalah tempat yang tidak lupa saya datangi ketika berada di Kota Semarang. Lawang Sewu berasal dari bahasa Jawa yaitu kata Lawang yang artinya pintu dan Sewu yang artinya seribu. Jadi lawang sewu artinya pintu seribu. Hal ini dikarenakaan bangunan megah ini memiliki pintu yang begitu banyak dan diperkirakan jumlahnya mencapai seribu. Bangunan yang pada masa kolonial Belanda digunakan sebagai Kantor Het Hoofdkantoor van de Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) tepat berada di depan Tugu Muda Semarang. Untuk masuk kedalam bangunan ini wisatawan diharuskan membayar tiket sebesar 5.000 IDR. Saat berkunjung kesana bangunan ini sedang dipugar, sehingga wisatawan hanya dapat memasuki bagian belakang bangunan. Di sana juga dipamerkan foto-foto mengenai perkeretaapian pada saat itu. Selain itu juga terdapat foto-foto perubahan bentuk bangunan dari masa ke masa. Kita pun dapat melihat beberapa contoh barang yang berkaitan dengan bangunan tersebut seperti genteng, batu bata, hingga berbagai macam ubin yang dipasang.

135581418443322106
135581418443322106
Bagunan yang pada masa Belanda ini dijadikan sebagai Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta terdiri atas tiga lantai. Hal ini terlihat dimana pada bagian depan bangunan dipajang kepala lokomotif yang tentu umurnya sudah sangat tua. Pada sisi lain dari bangunan terdapat jalan menuju ruang bawah tanah. Ruang bawah tanah ini cukup gelap, dan untuk memasukinya kita diharuskan menyewa sepatu boots sebesar 10.000 IDR ini sudah termasuk biaya masuk dan lengkap dengan pemandu wisatnya. Diharuskannya menggunakan sepatu boot karena banyaknya genangan air disepanjang lantai. Ruang bawah tanah ini dahulu dibuat untuk menampung air yang berguna sebagai pendingin ruangan. Ketika air mengembun maka akan menyerap masuk kerongga dinding yang menyebabkan ruangan diatasnya menjadi sejuk. Karena pada saat itu tentunya belum ada AC. Akan tetapi, pada masa pendudukan Jepang ruang bawah ini berubah menjadi penjara. Kekejaman Jepang pada saat itu terlihat ketika banyaknya tawanan yang dimasukkan ke dalam penjara. Kondisi tempat yang tidak manusiawi tanpa adanya cahaya dan rongga udara yang baik memang cocok dijadikan tempat oleh para tentara Jepang untuk memenjarakan warga yang dianggap memberontak. Tidak hanya sebagai ruang penjara, tidak sedikit tawanan yang dihukum mati di tempat ini. Di sana terdapat penjara berdiri, penjara jongkok, rantai besi, hingga tempat pemasungan. Ruang bawah tanah ini hampir sama bentuk dan fungsinya seperti ruang bawah tanah di Museum Fatahillah Jakarta. Saat melewati salah satu sisi ruang bawah tanah terdapat sekitar dua pintu kecil yang menghubungkan bangunan ini dengan jalan menuju sungai. Jika dilihat dari atas tanah, bagian yang terdapat pintu kecil itu nampak seperti tempat penampungan sampah. Ternyata itu adalah jalan pintas yang digunakan untuk membuang tawanan yg telah dibunuh oleh tentara Jepang.
13558139072004174521
13558139072004174521
Karena dahulu banyak terjadi pembantaian yang dilakukan di bangunan ini maka berkembang anggapan bahwa tempat ini banyak dihuni oleh makhluk gaib. Maka tidak jarang pada tengah malam banyak orang yang sengaja memasuki ruangan ini hanya untuk menguji nyali mereka. Akan tetapi, setelah dilakukan perbaikan oleh pemerintah setempat bangunan ini dialihkan sebagai objek wisata bangunan sejarah dan kadang-kadang dijadikan sebagai tempat pertunjukan pagelaran seni.
Ketika anda berkunjung ke kota lumpia ini jangan lupa untuk menyempatkan diri berkunjung ke Lawang Sewu. Selain kita akan disuguhkan oleh pesona keindahan bangunan kuno yang masih berdiri kokoh hingga saat ini kita juga dapat menambah pengetahuan mengenai sejarah bangsa Indonesia.
1355814036246469631
1355814036246469631

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun