Mohon tunggu...
Anif Khasanah
Anif Khasanah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Dilema Transportasi Daring

8 Januari 2018   08:09 Diperbarui: 8 Januari 2018   08:30 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini saya mulai dengan sebuah kalimat, "Saya adalah pelanggan salah satu transportasi online dan saya merasa nyaman dengan adanya transportasi online di tengah-tengah masyarakat."

Gojek, Grab, Uber adalah 3 perusahaan transportasi online yang namanya sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia khususnya yang tinggal di perkotaan. Kemudahan yang ditawarkan jenis transportasi yang seluruhnya bergantung kepada smartphone ini,membuatnya berkembang dengan sangat cepat. Pengen makan, tinggal klik dan beberapa menit kemudian makanan yang diminta sudah datang di depan rumah, pengen pergi juga tinggal klik dan driver pribadi dalam bentuk sepeda motor atau mobil juga langsung ada di depan rumah. Bahkan sekarang, para perusahaan transportasi ini menawarkan berbagai macam produk jasa lainnya seperti pengantaran barang, tenaga kebersihan, salon, pijat dan pembelian tiket. Pelanggan dimanjakan dengan kemudahaan bisnis berjenis "antar bola"yang menjadi daya tarik terbesar.

Dilihat dari sisi keuntungan, transportasi online tidak saja menguntungkan buat para pelanggan tetapi juga para mitra mereka. Banyak mitra gojek yang berhasil mecicil motor atau mobil baru, para restoran atau warung kecil yang menaikkan omset usaha yang tentu saja keadaan ini berimbas pada sentiment positif ekonomi rakyat. Melihat dampak yang ditimbulkan, kementerian tenaga kerja patut berterima kasih kepada tranportasi online sebagai salah satu sektor swasta yang membantu membuka lapangan pekerjaan yang mungkin tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Siapa yang tidak suka jika keadaan ekonomi membaik. Ini adalah sebuah indikator kemakmuran.

Namun, seperti mata pisau, tranportasi online juga membawa pengaruh negatif dalam tatanan masyarakat. Kemunculannya yang tiba membuat berbagai macam pelaku usaha khususnya transportasi dan jasa antar menjadi tersingkir. Pihak perusahaan taksi konvensional menjadi geram karena tranportasi online menawarkan tarif yang lebih murah.Mereka dipaksa untuk berubah secara tiba-tiba mengikuti dinamika teknologi (ala transportasi online) yang karena ketidaksiapan justru menjadi blunder.

Selain taksi, para supir angkutan (yang memang pada awal kemunculan transportasi online mengalami penurunan popularitas) menjadi gerah karena banyak penumpang yang beralih. Sebagai akibatnya, terjadi benturan antara mitra transportasi online dengan pihak transportasi konvensional. Masalah yang sampai sekarang menjadi PR bagi pemerintah daerah atau pusat untuk ditangani.

Dampak tidak baik dari berjamurnya kendaraan mitra transportasi online adalah meningkatkan kepadatan kendaraan di jalan raya, pencemaran lingkungan dan pemborosan bahan bakar. Ketiga dampak ini yang jarang sekali dibahas di media masa. Kebanyakan konflik yang muncul di headline Koran hanya menyoroti benturan-benturan sosial yang terjadi antara pihak mitra dan penyedia jasa transportasi konvensional. Padahal tidak bisa kita pungkiri, tranportasi online menambah volume kendaraan di jalan raya karena semua kendaraan yang dipakai (baik sepeda motor atau mobil) adalah kendaraan pribadi. Ini juga berarti, upaya pemerintah untuk mengurangi kemacetan bisa dibilang gagal.

Seiring dengan bertambahnya volume kendaraan, maka ada dampak lain yang mengikuti yani pencemaran udara, polusi suara dan pemborosan bahan bakar. Semakin banyak orang yang memesan transportasi online untuk berbagai macam kegiatan, maka tingkat mobilitas di jalan semakin sering karena sifat pelayanan tranportasi online adalah satu pesanan diantar satu mitra.

Bisa kita bandingkan jika kita memakai transportasi umum. Satu kendaraan (bus contohnya) ditumpangi oleh banyak orang dengan berbagai macam tujuan. Ada satu tangki bahan bakar , satu knalpot yang dipakai untuk memfasilitasi berbagai macam tujuan.  Keadaan ini tentu membawa dampak tidak baik bagi lingkungan. Sebuah indikasi kemunduran jika kita berbicara tentang Indonesia berperan dalam mengurangi dampak pemanasan global; yang kontribusinya banyak datang dari pencemaran udara oleh kendaraan. Dan tentu saja, tujuan pemerintah untuk mengurangi pemakaian bahan bakar akan jauh seperti mimpi belaka.

Lalu apa solusinya?

Saya adalah warga biasa yang menggunakan transportasi online karena kemudahan yang ditawarkan. Sebagai orang yang tinggal di kota besar Surabaya, saya mengalami kesulitan mobilitas jika mengandalkan transportasi umum seperti angkot dan taksi. Yang pertama membuat saya harus menunggu lama dan tidak nyaman dan yang kedua lumayan mahal.

Karena saya orang biasa juga maka jangan meminta saya untuk memikirkan dampak lingkungan dan lain jika kondisi transportasi umum (yang menurut saya menjadi cikal bakal kepopuleran transportasi online ini)  tidak bisa menawarkan banyak hal yang lebih menarik dari transportasi online. Orang-orang yang berada di belakang kesuksesan transportasi online adalah orang-orang oportunis yang suka berpikir cepat mencari solusi dari pada mengeluhkan kondisi. Jika pemerintah masih sering rapat bertahun-tahun untuk mencari kesalahan maka saya akan tetap menjadi pelanggan setia Gojek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun