Pohon Asam Jawa adalah simbol penting dalam pelestarian KEHATI, yang mengingatkan kita bahwa kehidupan dan alam bisa berjalan beriringan, bahkan di tengah kesibukan kota modern. Generasi muda, yang tumbuh dengan dominasi teknologi dan urbanisasi, semakin kehilangan hubungan dengan alam dan warisan budaya yang mengitarinya. Banyak dari mereka bahkan tidak mengenal pohon asam sebagai bagian dari lingkungan sekitar mereka.
Keberadaan pohon Asam Jawa di trotoar kota memberikan lebih dari sekadar keteduhan. Di tengah kota-kota yang semakin panas akibat perubahan iklim dan fenomena urban heat island, pohon seperti Asam Jawa berperan sebagai penyelamat. Tajuknya yang rindang mampu menyerap panas, menurunkan suhu di sekitarnya, dan membuat trotoar lebih nyaman untuk para pejalan kaki. Namun, di mana keberadaan pohon Asam Jawa di masa kini?
Meskipun peran ekologisnya sangat penting, keberadaan pohon Asam Jawa di kota-kota besar semakin terancam. Di tengah bangunan tinggi dan trotoar yang padat, pohon-pohon ini sering kali tergeser demi pembangunan yang dianggap lebih "modern." Eksistensi Asam Jawa mengajarkan kita tentang pentingnya keseimbangan. Menjadi pengingat bahwa kota modern tidak harus melupakan akar tradisinya. Sebaliknya, tradisi bisa menjadi inspirasi untuk menciptakan kota yang inklusi dan berkelanjutan.
Di kota-kota besar seperti Yogyakarta, pohon asam Jawa memiliki makna yang lebih dalam. Di sepanjang sumbu filosofi kota, pohon ini tumbuh kokoh, menghubungkan masyarakat dengan tradisi dan filosofi lokal yang telah diwariskan turun-temurun. Ia bukan hanya penghijauan di tengah beton dan aspal, tetapi juga penjaga nilai-nilai kearifan lokal yang mengajarkan pentingnya harmoni antara manusia dan alam.
Melirik kembali Asam Jawa
Kabar terbarukan terdengar dari kota pendidikan yakni Malang. Upaya pemerintah Kota Malang yang diinisiasi oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk menanggapi persoalan musim penghujan yang rawan dengan pohon tumbang. Mereka merencanakan penanaman sekitar 9.000 pohon di tahun 2025. Di mana, akar pohon-pohon tidak sanggup menahan derasnya hujan angin yang melanda Malang. Dalam rentang waktu November hingga Desember 2024, tercatat 1 pohon tumbang dan 3 dahan yang patah meninggalkan batangnya.
Ternyata, pohon Asam Jawa mulai dilirik kembali. Menurut penuturan Laode KB Al Fitra, Kabid RTH Kota Malang dalam lentera.com menjelaskan bahwa Asam Jawa memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap cuaca ekstrem. Di sisi lain, pohon ini terbukti efektif dalam mengurangi emisi karbon. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Samsoedin (2015), membuktikan bahwa pohon Asam Jawa memiliki kemampuan luar biasa dalam menyerap polutan, termasuk logam berat timbal (Pb). Pohon Asam Jawa tercatat dapat menyerap polutan hingga 0,0856 g/cm.
Pohon Asam Jawa mengajarkan kita bahwa menjaga keberlanjutan lingkungan bukanlah hal yang hanya bisa dicapai dengan teknologi atau kebijakan semata. Dalam setiap helai daunnya, terdapat pelajaran yang harus kita simak. Sudahkah kita memberikan ruang bagi alam untuk tumbuh di dunia yang kita pijak bersama?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H