Sebuah pengalaman pahit mengajarkanku tentang hal ini. Ayahku, saat menjabat pernah ditulis tidak baik oleh jurnalis, Â dikabarkan tidak benar, ujungnya muncul kebencian pada wartawan.
Aku sedih tentu saja, Â aku suka pekerjaan ini, Â tetapi butuh restu untuk keberkahan pekerjaan. Maka ketika ayahku dulu sebelum meregang nyawa mengizinkan, boleh menulis asal yang baik, kupegang. Kuusahakan agar kelak bila aku menemuinya pantas berhadapan.
Langkahku, jariku tak terbendung. Â Passion pada unggah cetak tak berhenti sampai pada penulisan buku. Aku ingin kabar dan inspirasi juga diunggah cetak. Sebuah impian melawan arus kata pimpinan umumku. Aku melaju, Â bagiku tak ada dokumentasi yang lebih baik dari unggah cetak.
Bersyukur, support dan MOU kudapatkan untuk biaya penerbitan. Ada yang bersedia langganan sehingga tabloid satu bulan sekali bisa rutin terbit.
Perjalanan sudah cukup jauh ketika terantuk ketidak nyamanan. Bukan oleh ulahku melainkan kawan yang membersamaiku. Â Ternyata, jurnalis di tubuh mediaku ada yang melakukan mirip wartawan pada ayahku dulu.
Mengobok ngobok masalah, Â dalihnya mengungkap kasus dan menolong orang, dengan jalan mendatangi lembaga tersebut. Â Baiklah, kukatakan saja, Â wartawan itu datang ke sekolah sesudah mendapatkan laporan dari yang bersangkutan anaknya dikeluarkan. Tak berhenti di situ dia juga katanya berusaha mengungkapkan jual beli seragam dan LKS.
Aku tidak nyaman ini. Â Ya Tuhan aku menangis. Â Pendidikan adalah duniaku, sebagai pengajar aku telah berada di rimba ini sejak usia sekolah, sejak menempuh sekolah PGA, Pendidikan Guru Agama. Tentu tercubit bila ada yang mengusik.
Aku tidak suka jika pendidik atau lembaga pendidikan ditelisik. Â Baiklah, Â kami tidak selalu benar, tetapi aku keberatan jika kekurangan atau kebobrokan sampai diblow up media. Mikul nduwur mendem njero, Â ini mauku. Â Agar marwah pendidikan terutama guru tidak ternoda se-nilapun.
Jangan jadikan dunia pendidikan sebagai sumber ATM dengan kasus yang dimiliki. Â Bahkan sebisa mungkin bantu perbaikan jika masih mungkin, paling tidak Restorative Justice agar kehormatan pendidik atau lembaga tetap pada tempatnya. Bukan mengancam terbit di media jika tidak menemukan jalan keluar.
Sebagai jurnalis yang pendidik, sesedih ini ternyata rasaku ketika jurnalis mengusik duniaku. Tertusuk rasa idealismeku, yang kubangun dengan kesungguhan mengabarkan kebenaran dengan kebaikan, Â bahkan sebagai tujuan berjuang untuk bangsa lewat kata-kata.
Ayolah jurnalis, Â mari berjuang pula untuk membangun pendidikan di negeri ini dengan kabar-kabar indah inspirasi. Selesaikan noktah kasus dengan kedamaian, Â tanpa pemerasan, tanpa tujuan mendapat uang dari kasus yang merebak.